"Karena yang bangun pasti orang spesial. Bukan orang bawel kayak kamu, Ni." Ledek Kinan.
"Ish! Yang pasti, yang bangun juga bukan penyair level kayak kamu, Nan!" Kembali, Nia menjawab candaan Kinan.
"Eh, emang aku level apa?"
"Level penyair gak pekaan!"
"Apaan dih. Gajelas."
"Udah, Nan. Jangan ribut terus. Malu." Aku menenangkan.
"Haha iya, sorry. Tapi kamu seneng kan?"
Aku hanya tersenyum sekilas. "Eh, ada tempat duduk yang pas ndak, Ki? Agak capek nih. Skalian minum dulu."
"Oh ada. Duduk di situ aja ndakpapa."
Oki menunjukkan sebuah bangunan dimana pada masa itu digunakan tempat singgah tamu.
"Adem, ya. Padahal panas." Ucapku.
"Karena ada kamu." Celetuk Kinan yang duduk di sampingnya.
"Eheem." Nia meledeknya.
"Oh ya, habis ini mau kemana?" Tanya Oki.
"Baru aja sampe, Ki. Udah nanya mau kemana."
"Ya... maksudnya biar jelas aja. Jadi bisa perkirain waktunya biar pulang gak kesorean."
"Nah betul tuh. Aku sih terserah kamu aja, Ki. Aku kurang tahu tempat lainnya."