"Terus berjalan. Apapun yang terjadi kelak. Jangan pernah menyerah, seperti Rahsa yang selalu aku kenal."
Rahsa hanya tersenyum.
"Dan...."
"Hum?"
"Dan tetap jadi Rahsa yang telinganya enak didengar. Dan..."
"Dan?"
"Dan... kamu mesti punya mimpi. Agar hidup kita, terasa lebih hidup. Yakin, deh. Kamu bakal rasain keindahan itu. Apalagi bagi perempuan yang hatinya indah sepertimu, Rah."
"Rinai...."
"Hum?"
"Jaga diri baik, Ri. Gapai juga mimpimu. Aku akan baik-baik saja di sini." Rahsa tersenyum. Saat itu, terasa ia begitu menenangkan dirinya. Menjaga degup yang dirasa, agar tetap tenang tak lagi kentara.
"Stroberinya, enak 'kan?" Rinai mengalihkan. Seraya berusaha mencairkan suasana.
Rahsa mengangguk.
"Mau coba makan bareng?"
"Maksudnya?"
"Aku gigit setengah, kamu terus makan setelahnya. Gimana, berani?"
Rahsa mengangguk.
"Nah, ini." Rinai memberikan stroberi yang sudah ia gigit separuh.
Rahsa segera memakannya tanpa ragu.
"Gimana, enak?"
"Enak."
