"Terima kasih, ya. Terima kasih sudah mengingatkanku dengan tutur lembutmu," ucap Ardi seraya menggenggam erat tangan Aya.
"Mau pulang sekarang? Kita siapin buat lomba nulis nanti!" lanjut Ardi.
Aya menganggukkan kepala. Matanya kian terlihat bening dan indah bercahaya. Ketulusan, terpancar dalam geraknya.
***
"Sampai kapan kita di sini? Sampai kapan kita menyimak kisah random itu?" keluh Nia.
"Aku kangen Ibu," bisik Ayya.
***
"Arrrgghhh!!" geram Nia. Ia sudah tak bisa menahan diri dari kebosanannya.
Ayya dan Aksa pun diam penuh; menahan amarah. Saat situasi kian tak menentu, sebuah kisah kembali bergulir. Mengalirkan tanya.
"Apa lagi pesan yang harus kami terima?" Ucap Oky.
***
Braak!!
Pintu dibuka keras oleh Aya. Bibirnya menyatu membentuk ekspresi kesal tak tentu. Matanya sesekali memandang laki-laki di depannya—tak lain adalah suaminya sendiri—Ardi.
"Ngeselin deh!! Masa minuman stroberiku habis?! Gak ada jeruk juga. Aku mau makan apa?!" keluh Aya di pagi hari.