"Dek, bisa minta tolong ambilkan mangkuk?" pinta Ardi.
Aya baru menyadari setiap tutur Ardi. Ia mengucapkan kalimat sapaan itu lagi. Bedanya, kali ini Aya benar-benar menyadarinya.
Refleks, seulas senyum pun tergambar kembali di wajah Aya. Sontak, hal itu membuat Ardi meledeknya.
"Kenapa senyum-senyum? Ada yang aneh?" ledek Ardi dengan nada sok dinginnya.
"Eh, enggak, Mas. Nggakpapa."
"Yaudah... aku ambil mangkuk bentar, yah."
Aya beranjak dari kursi tempatnya duduk semula. Ia hampir terpeleset jatuh karena gugup. Untungnya, berhasil Ardi papah yang memang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.
"Hati-hati.... kebiasaan banget jatuh," celetuk Ardi sinis.
"Kamu juga biasa aja dong. Gak usah sok jutek gitu. Sebel!!" ucap Aya ketus.
Melihat Aya yang bersikap berbeda, Ardi malah tersenyum seketika.
"Heih, malah senyum-senyum. Emang ada yang aneh?" Aya mengulang pertanyaan yang sama seperti suaminya.
"Enggak. Kamu yang aneh."
"Kamu."
"Kamu!"
"Kamu!!"
Braaak!!!