"Hati-hati aja, Mas."
"Yaudah... nanggung juga."
Akhirnya, laki-laki itu berhenti di sebuah rumah kecil. Terlihat sosok wanita sepuh yang disambutnya di depan pintu. Terlihat seperti ibunya. Namun, Ardi dan Aya tak tahu dia siapa.
"Gimana, Mas?"
"Bukan Irfan."
"Kamu lihat kan?"
"Oh iya bukan Irfan. Tapi siapa?"
"Kamu yakin gak kenal, Mas?"
"Nggak. Temen kuliahku gak ada yang tampangnya kek dia."
"Maksudnya?"
"Gakenal pokoknya. Kamu sendiri?"
"Barangkali temen atau fansmu?"
"Fans? Dikira aku artis."
"Yakali aja."
"Udah deh. Jangan bercanda. Yaudah, yang penting setidaknya kita tahu kan? Itu bukan Irfan."
"Yuk, makan. Udah laper banget," pinta Aya seraya merengek sambil memegang perutnya.
"Yaampun, Mas sampai lupa. Maaf, ya."
"Huuh, kalau udah jadi detektif conan aja langsung lua segalanya."
"Aku kawatir dia mau apa-apain. Setidaknya lega bukan?"
"Iya, sih. Minimal nanti pulang lega."
"Gimana, rasanya?"
"Rasanya apa?"
"Ke toko buku malam-malam?"
"Aneh."