Aksa hanya mengangguk. Seolah tersihir begitu saja oleh wajah Kumala yang begitu memelas.
"Ok, suit dulu. Satu, dua, tiga!"
"Ye... Kumala menang. Berarti ayah yang jaga disini, ya."
"Hitung sampai berapa, Nak?"
"Ehm, berapa yah... ,"
"Tiga puluh?"
"Iya, deh." Kumala segera berlari. Setelag dirasanya cukup jauh dari ayahnya, ia berhenti. Memilih berjalan. Pelan. Beberapa meter di sana, ia sudah sampai di rumah itu. Ya, sebuah rumah unik yang tak layak disebut gubuk. Entah apapun penyebutannya.
Karena masih menyimpan penasaran, Kumala pun masuk. "Permisi, maaf Kumala masuk, ya... ," ia melihat suasana cukup berbeda.
Debu-debu yang pernah ia lihat kemarin, tak begitu lekat sekarang. Justru seperti habis dibersihkan. Kumala terus berjalan. Memasuki ruang tengah, dimana ia kemarin tertidur di sana. Tepat di samping rak buku.
"Hah? Buku itu? Kok sudah ada di rak buku? Bukannya kemarin aku gak naruh?" Kumala heran. Memastikan ingatannya masih normal.