Igho melempar tubuhnya ke atas ranjang dengan perasaan yang hancur sehancur-hancurnya.
Berulang kali ia membolak-balik tubuhnya dengan gelisah, tapi pikirannya terhadap Alyn semakin menghantui saja.
Bahkan Igho mengingat detik-detik dimana kue itu di lemparkan tepat di atas wajah Alyn saat itu.
Memang Igho merasa bersalah, tapi mengingat lagi kenyataannya kalau Ayahnya lebih mendahulukan Alyn di bandingkan dirinya, AIgho kembali marah dan mengacak kasar rambutnya.
"Arrrggh! Ayah memang manusia yang paling jahat sedunia." teriaknya di dalam kamar saat itu.
Igho juga mengingat detik-detik bayangan Alyn ketika ia sedang mengikutinya dari belakang, saat Igho lari di atas titian tangga sebelum Igho masuk kamar.
Alyn teriak ketika itu berusaha menghentikan langkah Igho namun sangat sulit sekali.
"Igho, tunggu!" teriak Alyn terus menguntit Igho dari belakang setelah ia mengobrol dengan Manaf tadi.
"Jangan mengikutiku!" teriak Igho berusaha menghentikan langkah Alyn yang semakin dekat.
Tapi ALyn bersi kukuh untuk menghadang Igho dan menjelaskan sesuatu padanya.
Hingga di puncak tangga menuju kamarnya itu, Alyn yang licin akibat kue tart tadi hampir tergelincir dari tangga itu hingga refleks Igho menahan tubuh Alyn dengan melingkarkan tangannya tepat di atas lingkar pinggangnya.
"Jika kamu terjatuh dari sini, pinggang kamu ini pasti patah kan? Dasar wanita bodoh!" ucap Igho semakin marah.
Tapi Alyn semakin mempererat pegangannya. "Jangan lepaskan aku! Aku takut!"
"Kalau kamu masih berada di rumah ini, aku bisa saja melempar kamu dari sini sekarang juga, apa kamu mau?" sentak Igho menggertak Alyn dengan tangannya yang ingin ia buka dari pelukan itu.
Alyn sontak ketakutan meringis sambil menutup kedua matanya tak bisa membayangkan kalau Igho benar-benar melempar tubuhnya dari puncak tangga itu. Ia ketakutan setengah mati atas gertakan Igho saat itu.
Igho hanya mengancam saja hingga Alyn benar-benar ketakutan dan mempererat lagi pelukannya hingga wajahnya saling berdekatan sekali.
"Aku-aku ingin menjelaskan sesuatu," ucap Alyn gerogi saat ia sudah berada di depan wajah Igho yang tak ada cacat walau setitik pun.
Igho menatap manik mata Alyn yang bulat sempurna dengan warna yang kecoklatan. Sejujurnya meski Alyn selalu berpenampilan tidak modis, Alyn wanita yang supel dan sangat memikat hati Igho.
Tatapan itu, membuktikan ada rasa suka dari hati Igho terhadap Alyn yang ia sembunyikan. Saat tatapan Igho demakin dekat dengan wajah Alyn, saat itu juga keduanya terlihat sangat gerogi.
Rasanya nyaman saat berada di dalam pelukan itu, tapi Alyn sadar kalau orang yang ada di hadapannya akan jadi kakak tirinya nanti
Namun detik kemudian, Igho terperanjat menghentakan seluruh wajahnya dan menyadarkan dirinya hingga melempar tubuh Alyn ke arah lain agar tidak jatuh dari tangga itu.
"Menjauh sana dariku! Aku gak mau dekat-dekat dengan kamu. Di lihat dari dekat kamu sangat jelek sekali" hina Igho benar-benar berbanding terbalik dengan isi yang ada di dalam hatinya, "Lagi pula, gak ada lagi yang harus kita bicarakan!" ucap Igho angkuh berusaha mengontrol dirinya dari tatapan itu.
Detak jantung Alyn terus berdetak dengan cepat melihat tingkah Igho yang selalu berlainan.
"Kenapa sih, kamu selalu sinis padaku, Gho? Aku bisa diam kalau kamu memperlakukan aku seperti ini. Tapi aku gak mau kalau kamu memperlakukan aku kejam seperti ini di depan Ibuku. Ibuku yang merancang pesta kecil ini untuk kamu!"
"Alah, kalian sama saja, Munafik!" cecar Igho dengan raut wajah yang sangat gahar. "Owh ya, satu lagi, menjauhlah dariku! Karena wajahmu itu sangat jelek sekali!" ketus Igho pada ALyn yang membuat dirinya sedikit terganggu.
Mulut Igho yang terus menghina Alyn jelas jauh dari isi batinnya yang menyukai semua datail keindahan yang menempel dari wajah Alyn yang sederhana, menawan dan sangat elegant.
"Asal kamu tahu, Igho. Kamu pikir wajah kamu juga ganteng? Sebenarnya wajah kamu juga tidak tampan. Biar aku kasih tahu pada kamu Igho. Aku ke sini bukan ingin bertengkar dengan kamu. Aku ke sini untuk hidup dengan damai," ucap Alyn sedikit menjelaskan.
"Terus? Kamu ingin damai dengan semua harta ayahku?"
"Aku bukan ingin harta juga, aku hanya ingin ...," Alyn sejenak terdiam saat nama Daniah merasuk kedalam pikirannya dan sangat sulit untuk di ucapkan.
"Mau bicara apa hah? Sudah selesai?" tanya Igho dingin dengan mata tebal yang sangat tajam.
"Belum! Aku hanya ingin kita hidup dalam posisi terpisah, kamu hidup nyaman di tempatmu, dan aku akan terus hidup di kamarku. Aku tidak akan mengganggu kamu dan aku mohon kamu juga jangan mengganggu aku dan Ibuku lagi!" penawaran yang di ajukan oleh Alyn saat itu memang masuk akaul tapi Igho malah terkekeh sinis.
"Hah, kenapa aku harus di atur oleh kamu? Toh ini adalah rumahku kan?" ucap Igho sombong.
"Aku mohon mengerti Igho! Aku akan melakukan semua keinginan kamu jika kamu membutuhkan aku!" ucap Alyn siap dengan seribu resikonya.
"Owh, jika aku minta kamu keluar dari rumah ini, apa kamu bisa?" sentak Igho membuat Alyn semakin menciut.
"Igho ...,"
Igho terus menggeleng kepalanya saat itu lalu segera pergi menghentikan percekcokan itu dan masuk ke kamarnya tanpa menunggu jawaban dari Alyn yang baginya sangat tidak bermanfaat.
***
"Arrgh, kenapa aku jadi memikirkan si Alyn terus sih? Jelas-jelas Ayah tega sekali membanding-bandingkan aku dengan si Alyn itu!" ucap Igho sambil mondar-mandir di sebrang ranjang sambil berkacak pinggang.
Igho terus gelisah memikirkan betapa mengesalkannya hari ulang tahunnya itu.
Saking kesalnya Igho terus menarik sprai kamarnya dan mengacak semua bantal yang ada di atas ranjangnya.
"Arrrgh! Semua orang di sini benar-benar sangat menjengkelkan! Terutama si Alyn dan Ayah. Hah!" teriak Igho lalu ia duduk di pojokan kamar seperti biasa dan menenggelamkan seluruh wahanya di atas pangkuannya sendiri sambil sesenggukkan mengingat Maminya.
Igho benar-benar merasa sendiri saat itu, hanya dinding kamar itu yang bisa menyaksikan bahwa Igho telah hancur sehancur-hancurnya.
Sedangkan di lantai dasar rumah itu, Ibu Daniah berusaha membereskan tumpahan kue yang tadi di lemparkan oleh Igho.
"Daniah, biarkan Bi Tini yang mengerjakan semua itu," ucap Manaf merasa bersalah.
"Tidak usah, Manaf. Ini semua di sebabkan oleh adanya kita di sini,"
"Bukan. Bukan seperti itu kok," ucap Manaf malah ikut turun membersihkan lantai itu membersamai Daniah. "Kalian sama sekali tidak bersalah, hanya saja usia Igho terlalu labil untuk menerima kenyataan ini," ucap Manaf sambil membanti Daniah.
Sedangkan Bi Tini di suruh untuk melihat ke adaan Alyn di kamarnya yang sedang membersihkan diri, Manaf dan Daniah terlihat sudah kompak di rumah semegah itu membersihkan sebongkah kotoran dari kue tart itu.
Padahal sebelumnya, Manaf sama sekali tidak pernah berpikiran untuk membersihkan rumah.
Di otaknya hanya kerja-kerja dan kerja saja.