Alyn mengibas bajunya yang mulai kusut dan kotor karena kelakuan Igho yang urakan.
Di bantu oleh satpam di rumah itu, Akun bangun dengan tubuh terasa sangat kaku.
'Sabar!' batin Alyn terus bergumam sambil mengelus dada lebarnya.
Ia kembali masuk kedalam rumah dan menghampiri Manaf juga Ibunya untuk berpamitan.
Setelah Alyn menyambar tangan perempuan itu, lalu Alyn mencium pula punggung tangan Manaf bukti baktinya.
"Aku berangkat dulu ya, Om. Titip Ibuku." ucap Alyn langsung mengail tas yang ia sampirkan di atas meja makan.
"Hati-hati di jalan!" ucap Ibu Daniah sambil mengecup puncak kening putrinya itu.
"Siap, Bu. Ibu jaga diri baik-baik kalau ada apa-apa kabarin Alyn ya!" pinta Alyn lalu dia pergi.
Langkahnya tertatih keluar dari rumah bertingkat itu.
Ia tak memperdulikan jalanan dan para pengendara saling menyambar berlomba kecepatan.
Langkahnya terus mengayun menjalari trotoar di samping jalanan.
Di balik gerbang pintu rumah itu, Igho keluar dari persembunyiannya, yang ternyata dia sama sekali belum berangkat.
Beberapa detik sebelumnya ketika Alyn masuk kedalam rumah, Igho mematikan mesin motor lalu bersembunyi di balik pepohonan yang menjulang tinggi.
Mata sinis Igho masih membara melihat Alyn keluar dari rumahnya.
Sepertinya ia tak akan berhenti memendam rasa dendam kepada Alyn, padahal wanita berbulu mata lentik itu belum pernah melakukan kesalahan apapun kepada Igho.
Alyn hanya menjadi korban dari igho untuk melepaskan semua penatnya kepada Manaf.
Perlahan igo membuntuti alin dari belakang.
Setiap kali alin melewati pertikungan,barulah igo bisa melanjutkan langkahnya sambil mendorong motor yang bebannya cukup berat.
Igho sama sekali tidak peduli kalau pada akhirnya dia akan kelelahan karena mendorong motor itu.
Yang penting igho bisa melihat di mana posisi Alyn bekerja saat ini.
Hingga ketika keduanya telah sampai di sebuah restoran besar di kota metropolitan itu, igho bergegas menyembunyikan dirinya di balik tiang besar setelah ia memarkirkan motornya sedikit tersembunyi.
Matanya terus menilik Alyn dari kejauhan. Bola mata hitam itu terus mengekor melihat Aly yang masuk kedalam cafe itu.
"Apa mungkin, itu tempat Alyn bekerja? Hemz aku harus bikin perhitungan sama wanita itu. Karena pagi ini dia sudah bikin aku sangat kesal sekali," ucap Igho sinis.
Namun lain dengan bola matanya yang menunjukan sebuah ketertarikan.
Alyn ingin sekali membuang rasa yang menggetarkan isi hatinya.
Lalu Igho berusaha terus menumbuhkan dendamnya setiap kali ia mengingat mendiang ibunya yang telah tiada.
Sebuah getaran di dasar saku celananya membuat Igho sedikit terganggu dari persembunyiannya.
Igho langsung membuka ponselnya dan mengangkat telpon dari temannya itu.
"Ya? Ada apa?" tanya Igho singkat dengan mata masih mengintai ke arah cafe itu.
"Lo' dimana sih Gho? Jangan bilang kalau kamu lupa untuk bertemu kita? Kita udah nungguin Lo dari tadi di lapangan,"
"Sepertinya latihan kali ini off dulu ya!"
"Kenapa?"
"Jangan banyak tanya, aku tunggu kamu di cafe depan pusat kota, sekarang juga!"
"Tapi tunggu Gho! Aku bareng sama Kayla dan kawan-kawan gimana dong?"
"Ajak mereka semua. Pokoknya hari ini aku yang akan traktir kalian di sini!" ucap Igho penuh dengan kepastian.
"Okai deh kalau gitu. Aku segera meluncur!"
Meski beberapa saat yang lalu Igho dan Zayyan sempat beradu cekcok gara-gara Alyn,. tapi karena persahabatan mereka sangat lekat, hingga apapun yang terjadi, Igho tetap menganggap Zayyan sebagai kawan sejatinya.
Tak beberapa lama ia menunggu, segerombolan kawannya datang, lalu melakukan tos persahabatan yang biasa ia lakukan di lapangan.
Plak!
"Beneran kita mau di traktir Gho?" tanya salah satu temannya merasa senang dengan ajakan itu.
"Santai! Ayo ikut aku, kalian boleh makan dan minum sepuasnya di situ!"
Igho menaikan ujung bibirnya karena ia sudah merencanakan sesuatu ketika Igho menunggu teman-temannya datang ke tempat itu.
"Ayo let's go!" sambar semua teman-temannya bergerombol mengekor dai belakang Igho. Tak lupa Kayla ikut mengiringi perkumpulan Igho, karena ajakan Zayyan sebelumnya.
Mereka berjalan kearah pintu masuk cafe itu seperti ingin membuat sebuah keonaran.
Tok! Tok! Tok!
Dengan lagak Igho yang urakan, dia mengetuk-ngetuk meja kasir dengan kaki di tumpuk ke atas kursi.
Seorang waiters datang menyergahnya.
"Maaf, jika anda mau pesan makanan, anda boleh duduk di meja-meja kosong sebelah sana." ungkap pria memakai apron di depan dadanya.
"Kami akan minum dan makan di Cafe ini, asal kami ingin di layani oleh perempuan itu!" tunjuk Igho mengarah kepada Alyn yang sangat mempesona.
Wajah Alyn nampak memukau saat ia mengikat rambutnya dan menutupnya dengan sebuah topi putih yang biasa di pakai seorang koki.
Lehernya terlihat sangat panjang dan tubuh Alyn yang diikat apron di depan dadanya sangat terlihat memikat.
Igho menghentakkan pandangannya jadi semakin melihat sinis wanita itu.
"Kamu?" Alyn terhenyak kaget saat melihat wajah Igho terpampang di depan matanya.
Sesekali Alyn menepuk pipinya, da berharap itu hanya sebatas mimpi saja. Tapi kenyataannya saa Alyn merasakan sakit di dasar pipinya membuktikan bahwa semua itu adalah nyata.
"Iya, ini gue Igho Sbastian. Kenapa? Kamu kaget kalau aku tahu dimana tempat kerjamu ini?" tanya Igho sedikit menggelitik Alyn.
Alyn membutuhkan beberapa helaan nafas untuk menghadapi pria stres itu. Alyn tahu kalau igo bisa melakukan apapun di luar nalarnya.
Tapi bagaimanapun juga Alyn harus berusaha profesional bekerja di tempat itu tanpa mengurangi rasa hormat kepada igo sebagai customer pagi itu di cafe.
"Silahkan cari tempat duduk ternyaman kalian. Saya sendiri yang akan melayani kalian,"
Tanpa basa-basi lagi, Igho dengan beberapa kawanannya langsung mengambil alih sebuah meja kosong yang berada tepat di samping kasir.
Mata Igho masih nakal melihat ke arah Alyn di balik pintu pantry.
Lalu Alyn menguatkan diri untuk menemui mereka di meja itu.
Sebagai seorang girl waiters, Alyn harus tetap memasang senyuman pada para tamu yang datang. Ia menyodorkan buku menu andalan di cafe itu, dan menyeringai paksa menatap Igho.
"Silahkan, kalian mau pesan apa?"
Kayla duluan memesan dengan menunjuk seporsi eskrim durian, lanjut dengan Zayyan yang memesan spaghetti juga moccalate kesukaannya.
Teman-teman lain mengikuti apa saja yang di pesan oleh Zayyan saat itu.
"Kamu mau pesan apa Gho?" tanya Zayyan sesaat setelah semua selesai memesan.
Igho sama sekali tidak membuka buku menu itu, ia bangkit dan lalu menempelkan buku itu di atas dada Alyn.
"Aku mau memesan kamu saja, apa boleh?" gumam Igho sangat mencekam membuat para temannya tercengang mendengar perkataan itu.
"Jaga mulut kamu Igho! Ini buka di rumah!"
"Hemh, aku cuman bercanda kok. Lagi pula, cewek kaya kamu banyak di luaran sana." kembali Igho melancarkan ucapan kasarnya hingga Alyn merasa malu di lihat oleh semua orang di sekitarnya.