Chereads / MEGA LUKA / Chapter 15 - Canggung

Chapter 15 - Canggung

Kring!

Suara nyaring di balik telponnya itu kembali berbunyi membuat Rizki kesulitan untuk berpikir.

Pasalnya Mahira sudah siap untuk menyergap dan mengangkat telpon itu.

Tiga kali telpon terakhir dari Elena sengaja ia tolak, dan ini telpon ke empat kalinya.

Denyut jantung Rizki sontak mengetuk-ngetuk pertahanan dadanya.

'Elena ... kenapa kamu terus menelpon aku sih? Aku kan sudah bilang jangan menelpon aku duluan sebelum aku yang memulai menelpon kamu,' bisik hatinya semakin cemas.

"Biar Mahira yang angkat ya Mas?"

Tanpa basa-basi, Mahira langsung merenggut ponsel yang tergeletak di atas meja makan, di samping piring Rizki.

"Tu-tunggu!"

Mahira langsung mendongak menghentikan jari lentiknya untuk menekan layar ponsel itu.

"Kenapa Mas?"

"Emh ...,"

Sejenak Rizki menimbang-nimbang alibi yang akan ia buat untuk istrinya saat nanti ia tahu siapa penelpon itu sebenarnya.

Tapi, melihat Rizki terdiam kaku, Mahira tidak pikir panjang untuk mengangkat telpon itu.

Keringat kecil tumbuh berbaris di atas kening Rizki padahal baru beberapa menit yang lalu ia membersihkan tubuhnya.

"Hallo?" sapa Mahira terlanjur mengangkat telpon itu.

Deg.

'Ya tuhan!' Rizki terus menautkan pandangannya pada istri yang kini sedang mengendalikan ponselnya itu.

Alih-alih kemarahan yang di dapat oleh Mahira saat mengangkat telpon itu, tiba-tiba senyum manis terbit di bingkai bibirnya, lalu detik kemudian Mahira terkekeh melanjutkan perbincangan di balik telpon itu.

'Lo? Kok?' Rizki sontak heran.

"Ini mas!"

Tiba-tiba saja Mahira menyodorkan telpon itu pada Rizki.

Dengan tangan bergetar, Rizki menerima telpon itu.

Tanpa di lihat siapa penelpon di dasar layar itu, Rizki yang sedang menegang langsung menempelkan layar ponsel pada daun telinganya.

"Ha-hallo?"

"Hallo, Rizki. Gimana aktingku kemarin? Kamu sudah berbaikan dengan istrimu kan?"

Manik mata Rizki sontak melayang mengalihkan pandangannya ke arah Mahira.

"Do-dodit?'

"Iya, ini aku Dodit!"

"Aku pikir kamu ...,"

"Kamu pikir aku siapa? Elena maksud kamu? Mana mungkin dia menelpon kamu saat kalian sedang mesra-mesranya? Pasti kacau ceritanya kalau itu semua terjadi," canda Dodit di balik telpon itu.

Padahal apa yang di sebutkan oleh Dodit itu benar adanya. Hampir saja Mahira memergoki telpon dari Elena.

"Aku sedang makan Dit. Nanti kita lanjut telponnya ya!"

"Kamu kenapa sih dingin gini?" tanya Dodit heran pada kawannya dan juga atasannya itu.

"Nanti aku ceritain ya!" ucap Rizki lagi langsung menutup telponnya.

"Kenapa gak lanjutkan saja dulu telponnya?" tanya Mahira sambil meneruskan makannya yang tertunda.

Rizki menggeleng kepalanya lalu ia kembali mengambil sendok dan garpu untuk melanjutkan makannya.

Rizki makan dengan malas. Pikirannya terus melayang memikirkan bagaimana keadaan Elena, dengan melihat Elena menelponnya sebanyak tiga kali saja, semuanya mengartikan kalau wanita berperut buncit itu tidak sedang baik-baik saja.

"Mas. Mas ini kenapa? Apa makanannya gak enak?" tanya Mahira yang melihat Rizki sangat aneh.

Hanya ada nasi yang sedikit berkurang dari piringnya dan di aduk acak oleh Rizki.

"Owh, enggak kok. Makanannya enak," kelit Rizki melanjutkan suapan kesekian kalinya.

Hingga ketika ia merasa kenyang, barulah Rizki mendorong piring itu ke samping meja, lalu mengelus lembut bibirnya menggunakan tisu yang ada.

"Aku kenyang."

"Owh ya sudah, Mas naik aja duluan ya! Biarkan aku membantu Bibi untuk mengemas piring kotor terlebih dahulu," ucap Mahira dengan lembut.

Rizki tersenyum tipis, mengangguk lalu ia cepat berlalu pergi menaiki anak tangga rumahnya itu.

Di tempat lain, Elena yang benar-benar gelisah mulai ketakutan.

Ia takut kalau semua janji manis yang di ucapkan oleh Rizki untuk menikahinya hanya janji palsu.

Meski pun pernikahan itu, hanya sebatas pernikahan kontrak saja, Elena sedikitnya sangat senang karena suatu hari nanti dia bisa keluar dari lingkar panas di rumah bordir itu.

"Pak Rizki? Kenapa dia gak balas telpon aku ya?" pikir Elena sambil terus bolak balik ke sana kemari mengibas-ngibas ponsel di atas telapak tangannya.

Begitu pula Rizki, meskipun saat ini tubuh Rizki duduk terlentang di atas ranjang, tapi pikirannya menegang menatap layar ponselnya yang bertuliskan panggilan masuk dari Elena.

Dia sangat tahu kalau memulai hubungan itu adalah salah.

Tapi, Rizki tidak punya jalan lain untuk menemukan solusi dari masalahnya.

Ketika lagi-lagi Rizki di tagih janji oleh kedua orang tuanya untuk cepat mendapat momongan, ketika itu pula Rizki semakin mencari jalan agar kedua orang tuanya tidak tahu kalau dia saat ini hanyalah pria mandul yang tidak bisa memiliki sebuah keturunan.

Kriek!

Blum! suara pintu di balik kamarnya membuat Rizki terperanjat dan sontak menyisipkan ponsel itu di bawah bantalnya.

"Mahira?"

"Ya, Mas?"

"Kamu ... Eh, maksud ku, apa pekerjaan kamu sudah selesai?"

"Sudah Mas,"

"Kalau begitu, ayo kita tidur," ajak Rizki hanya berbasa-basi saja.

Setelah Mahira mencuci kakinya. Mahira pun masuk kedalam selimut hangat yang sudah membentang di sebelah tubuh Rizki.

Ia menanti pelukan dari suaminya yang beberapa hari ini sempat terputus.

Mahira dengan sengaja tidur memunggungi suaminya itu.

Ia bisa bayangkan kalau kerinduan di hati Rizki saat ini sedang menggebu, hingga dengan begitu Rizki pasti memeluknya dari belakang dengan erat. Mahira hanya bisa berpura-pura untuk memejamkan matanya, dan menunggu pelukan itu datang tanpa ia pinta.

Dalam hati Mahira menghitung menunggu pelukan dari suaminya itu. Itu hanya trik untuk mempertahankan harga diri seorang wanita agar tidak meminta lebih dahulu pada suaminya.

Sebuah kepekaan dari suami saat ini si pertaruhkan.

Mahira menghitung dalam hatinya perlahan, hingga ia yakin kalau suaminya akan menyambar sebuah pelukan di balik punggungnya itu.

'Satu ... Dua ... Tiga ... Empat ...,"

Hitungan yang di sebut oleh Mahira sudah menerjang hampir pada angka sepuluh. Tapi benar-benar tidak ada pergerakan dari Rizki sama sekali.

Mahira yang heran langsung membuka matanya kembali.

Ia lalu menoleh ke arah belakang punggungnya.

Semua keinginan Mahira benar-benar di luar ekspektasi saat ternyata ia melihat kalau Rizki malah sedang memunggunginya juga.

'Ih, Mas Rizki!' dengkus Mahira dalam hati.

Mahira hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat Rizki hanya asyik memainkan ponselnya sambil memunggunginya saat itu.

"Mas!"

"Hemh?"

Mahira yang sedikit dongkol langsung membuka selimutnya.

Dengan berani sekali dia menyambar ponsel milik Rizki dan menyimpannya di atas meja.

"Lo, kok? Ponselku?"

"Sudah. Tidak ada ponsel malam ini!" ucap Mahira langsung kembali ke dalam selimutnya.

Ia menarik tubuh Rizki dengan paksa dan meilitkan tangan besar itu di bawah lingkar pinggangnya.

Hingga posisinya Rizki memeluk Mahira di belakang punggungnya.

Tapi sifat Rizki merasa sangat aneh karena semenjak ia tahu kalau dirinya mandul, dia sama sekali tidak bergairah untuk melakukan kewajibannya sebagai suami.