Seperti dugaan Nazam, Sofia di rumah telah memasak susah payah. Bahkan mual pun ditahannya hanya demi bisa menyiapkan sarapan itu.
Namun, setelah cukup lama ditunggu-tunggu, nyatanya Nazam dan Gladis tak kunjung pulang. Satu jam, dua jam, terlewat begitu saja sampai makanan di meja mulai mendingin lebih cepat.
Kecewa? Sudah pasti. Namun, Sofia harus tegar demi buah hati yang tengah dikandungnya.
"Mungkin ini hanya ujian untukku agar bisa lebih sabar lagi. Sebaiknya lupakan dulu mas Nazam. Aku harus makan demi anak-anakku."
Sambil menitikkan air mata, Sofia mengambil nasi dan lauk yang sudah tak lagi mengeluarkam asapnya. Sambil terisak, melahap semua makanan itu sendirian.
***
Hingga tiba pada waktu ketika Nazam datang, hati Sofia kian memanas bak kayu yang disiram bensin kemudian dilempari arang berapi. Meledak sekaligus.
Melihat lelaki yang ia cintai begitu erat merangkul pinggang Gladis tepat di depan mukanya sendiri, telah membuat setengah hatinya terbakar hingga hangus.
