Malam berangsur gulita, rasa hati Sofia telah bergejolak membabi buta, tetapi rasa itu lagi-lagi dipatahkan oleh ingatan gilanya tentang para penjahat-penjahat yang ingin menjamahnya.
"Aku merasa jijik pada diriku sendiri, Mas. Aku hanya merasa tidak mau sampai diriku yang menjijikkan ini ikut merusak diri kamu."
Setelah perang diam beberapa menit, mungkin hampir 15 menit berlalu. Namun, kalimat yang keluar adalah bukan sesuatu yang Nazam harapkan. Bukan sesuatu yang ingin dia dengar.
"Kamu ngomong apa, Sofia?" Suaranya hawar melemah. Segera ia meraih tangan istrinya, menatap sedalam telaga. Menatap mata yang tampak bak jelaga jika sekilas dilihat di bawah remangnya lampu rumah yang mendadak mati.
Nazam sempat menengadah melihat lampu di atas kepala, mungkin konslet. Dia akan benarkan, tapi nanti, setelah percakapan dari hati ke hatinya bersama sang istri selesai.