Dipikir lagi, nyatanya hati Sofia tak tega. Dia mendesah berat, menatap diri di pantulan cermin.
"Mantu durhaka emang," gumamnya sambil berbalik, kemabli ke dapur.
"Loh, kok malah balik lagi?" tanya mertuanya.
Saat ini ia masih berkutat dengan wajan dan spatula. Bak seorang koki profesional, dengan gampang mengguncang wajan, membuat makanan yang ada di dalamnya meriak-riak bagai air yang sedang pasang surut.
"Wah, keren! Mama jago banget, sih? Aku bisa nggak, ya, kayak gitu?" Menatap penuh kagum, Sofia bertepuk tangan.
"Dih, bukannya jawab, kamu malah nanya balik," kata sang mertua, masih fokus pada makanan di wajan.
Sebentar lagi matang, tumis kangkung kesukaan Sofia. Baunya yang wangi dan menggugah selera itu sudah menguar di anatara penciuman mereka berdua.
Membuat sofia berpikir, 'Belum makan aja udah kenyang dengan cuma mencium bau wanginya.'
"Habisnya Mama jago banget atraksi. Udah mirip chef gitu," pujinya lagi-lagi tepuk tangan.
