Langit berangsur naik, tapi pekerjaan Nazam masih menumpuk di atas meja. Rasa gerah telah menyerang membakar dada. Membuatnya kontan menarik dasi, membuka satu kancing kemeja.
Tak peduli meski ada AC, rasanya kepala Nazam seperti terbakar panasnya mentari.
Melirik jam di arlorji, sebentar lagi jam makan siang tina, tapi dia yakin siang ini pasti akan makan di ruangannya lagi. Pesan makanan online lagi.
Mulyo mengetuk pintu berirama. Dia tak bersuara kali ini, entah mengapa.
"Masuk!" Nazam tak curiga itu orang lain, karena sepanjang dia menjabat sebagai CEO di sana, tak pernah ada yang berani mengetuk pintu ruang kerjanya kecuali Mulyo.
Ya, seingatnya begitu.
KRIEEET ....
Suara pintu itu selalu saja langganan membuat telinga Nazam sakit. Membuat giginya ngilu. Nazam pun sampai heran, mengapa pintu itu begitu menyiksanya. Padahal, usia pintu itu terbilang belum tua.
Sungguh heran.