Waktu sudah semakin maju, tetapi Ketrin masih diam seribu bahasa setelah tengggelam dalam keterkejutannya sehabis mengetahui fakta besar itu.
Matanya tak lepas memandang Nazam yang masuk ke dalam lift. Ia memperbaiki posisi berdirinya saat Nazam menoleh.
"Oh, ya. Aku tak tahu seberapa besar pengaruhmu sebagai seorang pebisnis, tapi kamu tak cukup pantas untuk disebut sebagai seorang atasan setelah membiarkan bawahanmu terluka begitu."
Nazam mengatakannya sambil melirik kaki Arin.
Seketika pandangan mata Ketrin dan Mulyo teralih padanya. Mulyo kaget luar biasa, sementara Ketrin hanya mendesis, seolah semua hanya hal kecil yang taka perlu diributkan.
Pintu lift tertutup ketika mereka menoleh kembali.
"Argh sial, dia CEO yang sombong sekali. Ini membuatku semakin tertarik untuk bisa bekerjasama," gumamnya kesal. Namun, tak lama bibirnya menyungging sumbing.
"Arin, lakukan seribu satu cara untuk membuat dia mau bekerjasama dengannya," titahnya sambil bergegas pergi.