Tak ada yang tak bisa Nazam maafkan dari kesalahan Sofia. Baik yang kecil ataupun besar. Dia selalu mencoba lebih sabar lagi dalam menghadapi dirinya yang memang terkadang seperti bocah ingusan yang menyebalkan.
Sofia memeluknya erat, terisak. Dan ini adalah kelemahan terbesarnya. Karena Nazam tak bisa melihat istrinya menangis.
"Sudah, sebaiknya kamu segera makan. Ayo, berhenti nangis. Nanti pulang kerja aku bawain makanan enak-enak. Gimana?" hibur Nazam sambil menarik tubuh sang istri dari pelukannya.
Dia menatap Sofia dan menghapus jejak air mata di pipinya.
"Kamu nangis gini jelek banget, loh. Aku nggak suka lihat istriku yang jelita ini nangis. Paham?"
Lucunya, Sofia mengangguk seakan sungguh-sungguh paham. Dia pun menghapus sisa air mata yang masih menggenang di pipi. Lalu, fokus pada makanan di meja.
"Si cantik yang pintar," puji Nazam sebelum akhirnya kembali meneruskan makan paginya.
***
