Naran sedang siap-siap untuk berangkat ke rumah Ify ketika tiba-tiba ada telepon masuk dari orang rumah.
"Mama, ada apa ini?" tanyanya seraya menggeser layar untuk menerima panggilan.
"Halo, Ma. Kenapa?"
"Ran, Naran! Pulang sekarang, rumah mau diambil sam pihak bank!" Tangisan itu berbaur di antara suara panik ibunya di seberang telepon.
Menghentikan detak jantung Naran sejenak. Dia terkejut. Mengapa tiba-tiba?
"Kok, bisa, Ma? Perasaan untuk penyitaan itu harus ada prosedur yang benar, dong! Bahkan kita enggak kena teguran dulu! Apa-apaan itu! Tunggu di sana, aku akan segera tiba!"
Naran menarik napas beratnya. Kepala kembali serasa mau pecah. Ia keburu mematikan telepon, tak menunggu dulu ibunya menyahut di seberang sana.
Terpaksa, Naran kembali mengabarkan bahwa dia tak jadi berangkat dulu ke rumah Ify, dia berkata jujur bahwa di rumah sedang ada kekacauan. Pihak bank ingin menyita rumahnya tanpa aba-aba. Dan ini tak bisa ditunda-tunda.
'Maafkan aku, Fy ....'