Sofia teramat bersedih hati sehingga dia ingin rasanya mengamuk saja jika tak ingat dengan urat malu. Saat ini, dia juga sudah sangat malu karena menangis di dalam taksi yang dia kendarai.
Sepanjang jalan tak pernah berhenti memikirkan pengkhianatan Nazam.
Ya, bagi Sofia, berdusta perkara makanan pun namanya tetaplah berkhianat.
Tak lama ponselnya berdering. Ternyata Nazam yang menghubunginya. Sofia tahu, pasti Nazam telah menyadari kedatangannya ke kantor, maka dari itu dia menelepon. Sofia ingat betul bahwa dia meninggalkan kotak bekal makan siang di meja.
"Ngapain, sih?" gumamnya merasa kesal sekaligus lega. Setidaknya Nazam masih ingat untuk menghubunginya.
"Terima kasih sudah menghibungiku, tapi maaf Mas, aku tak bisa menerimanya. Hatiku terlalu sakit sekarang."
Sofia berkata seraya mematikan panggilan itu, lalu menyetel pengaturan menjadi sunyi. Dia tak ingin mendengar ponselnya berdering, tetapi tak ingin juga mematikannya. Takut ada telepon penting dari ibunya.
