Sofia menyandarkan kepalanya ke jendela mobil Nazam. Dia terus memikirkan Ify yang malang. Tidak, lebih tepatnya, ia lebih memikirkan tentang nasib bayinya.
"Padahal kamu mau banget, kan, Mas punya baby? Kok, dia tega, sih nelantarin istri yang lagi hamil kayak Ify. Sama aja dengan nelantarin anaknya juga, dong?"
Tanpa melihat ke arah Nazam yang jelas sedang menyetir mobil, Sofia mengungkapkan apa yang ada dalam relung hati dan pikirannya.
Sebab saat ini hatinya merasa sedang patah.
"Itu dia begitu karena otaknya memang kurang satu ons. Makanya ya jadi begitu," jawab Nazam asal.
Hal ini membuat Sofia memiringkan bibir. Menoleh dan menatap sesinisnya. Jawaban macam apa itu? Sama sekali tidak ada sedih-sedihnya. Pikir Sofia.
"Mas, aku serius kasihan sama bayinya."
"Iya, aku tahu. Bahkan kamu enggak bisa membenci musuhmu sendiri. Ini membuat mas-mu bangga."
Lagi, dia menjawab tak nyambung.
