Nazam merubah ekspresi bucinnya kala keluar dari dalam kamar. Ia tahu kapan saatnya berubah ekspresi wajah. Untuk menghadapi wanita jahat, ia harus menampilkan wajah jahat juga, kan?
Benar, sih. Tapi bukan begitu juga konsepnya. Dasar Nazam.
Melirik sebentar ke sofa, melihat Naran sudah ganti posisi. Yang tadinya berbaring lurus, kini kepalanya sudah melorot ke sisi sofa, bahkan hampir jatuh. Bibirnya masih komat-kamit bagai dukun. Tak jelas.
"Haih, ingin rasanya kucekik leher itu!" desis Nazam seraya melanjutkan langkahnya menuju pintu utama.
Dia membuka pintu dengan malas setelah memastikan memanglah Ify yang datang. Terlihat jelas di layar samping pintu.
Nazam menyambut kedatangan Ify dengan dengan muka masam. Sebenarnya dia tak suka dengan wanita ular di depan matanya ini. Namun, bagaimana lagi? Jika tak dibiarkan masuk, siapa lagi yang akan membawa Naran yang terkapar di atas sofa itu.
"Naran ...."