"Sofiaaa! Sofiaaa! Buka!"
Tanpa rasa tahu malu, Naran terus saja menekan bel yang ada di samping pintu. Dia juga tak berhenti menggedor daun pintu setelah merasa panggilannya diabaikan begitu saja.
Ah, bukan. Dia melakukan itu bukan tanpa tahu malu, tetapi memang dasarnya sudah tak punya urat malu, mana sedang berada dalam kondisi mabuk pula.
"Sofiaaa! Aku tahu kamu di dalam. Aku tahu kamu sedang dikurung oleh manusia itu. Orang yang namanya mirip denganku. Tapi asal kamu tahu saja, hanya namanya yang mirip, tapi sifatnya tidak. Aku tahu dia pasti memperlakukanmu dengan kejam, kan? Jadi aku datang untuk menjemput kamu," racaunya tanpa berhenti beraksi.
Lebih parah lagi, Naran melakukannya sambil menangis sekarang. Sungguh menyedihkan.
"Da-dari mana dia tahu tempat tinggal kita, Mas?" Sofia yang takut Nazam akan kebakaran jambang lagi kontan merangkul lengannya erat. Namun, matanya tak bisa lepas memandang pada layar itu.