Davin masih mondar-mandir kesal di ruangannya karena Naran sungguh belum datang. Dia berteriak memanggil sekretarisnya. Sekali lagi menyuruh untuk menghubungi anak lelakinya.
"Tunggu, lebih bagus lagi hubungi Desti dan sampaikan padanya bahwa dia dipecat!" bentak Davin emosi. Dia menarik dasi yang terasa mencekik leher sedari tadi.
Sekretarisnya melongo diam. Tak percaya bahwa bos-nya akan semarah ini. Tanpa tahu tentang apa permasalahannya. Berpikir jika Davin sangatlah pemarah.
"Cepat! Malah diam!" berangnya hampir saja melemparkan vas kosong yang disimpan di dinding ruangan sebagai hiasan.
Kontan sekretarisnya berlari ke luar ruangan sambil melindungi kepalanya dari hantaman itu. Beruntung saja ia cepat menghindar, jadi kepalanya masih terselamatkan.
"Astaga, kalau sudah marah. Dia bisa jadi serigala dan harimau di waktu bersamaan. Menyeramkan," gumamnya sambil membenarkan kacamata. Sebelah tangannya kini sibuk menekan nomor telepon. Ia hendak menghubungi Desti.