Sofia dan ibunya telah mendengar jeritan bahagia Beno di lantai atas. Membuat dua wanita yang sedang bersedih itu berhenti menangis.
"Abangmu kenapa, Sof?" Menyusut air mata yang membekas di setiap sisi pipi.
"Enggak tahu. Mungkin kerasukan setan," sahut Sofia bercanda. Dia terkekeh tak lama setelahnya.
"Hus! Kamu jangan sembarangan!" tegurnya, tetapi akhirnya ia juga ikut terkekeh.
Mau bangaimana lagi? Kata-kata Sofia terdengar begitu lucu.
"Ya udah, Bun. Aku turun dulu, ya. Coba-coba semoga aja bisa sedikit nurunin gengsi dan mau mulai bicara sama bang Beno," izin Sofia. Dia memegang punggung tangan ibunya, berharap ia akan mendoakan semua berjalan lancar.
Pasalnya, untuk membunuh gengsi dalam hati ini sungguh sulit sekali. Sofia saja tidak yakin apakah benar-benar bisa melakukammya atau tidak.
"Iya, Sofia. Terima kasih karena kamu mau mengalah. Bunda sangat bangga sama kamu," balasnya tanpa melunturkan semy yang nampak menghias wajah.