Hari ini Aksel dan Anna sudah memiliki jadwal untuk sebuah kunjungan pada salah satu perusahaan milik Aksel yang ada di kota tersebut. Tidak heran, anak perusahaannya sangatlah banyak, maka dari itu harta yang ia miliki pula begitu melimpah. Nmaun, tetaplah pusatnya di Jakarta tempat Aksel berada.
Anna sudah bersiap sejak pagi hari, ia berpakaian seperti biasa, rapi dengan setelan yang dibelikan Aksel tempo lalu, ia mengenakan celana panjang karena jika bekerja speerti itu Aksel tak pernah menyuruh Anna memakai rok, terkecuali pada acara tertentu saja.
"Berkas yang saya suruh siapkan sudah lengkap?"
"Sudah, Pak."
Tanpa basa basi lagi, Anna dan Aksel berjalan menuju lantai bawah.
"Pagi, Pak," sapa receptionist yang bekerja pagi itu.
Aksel berhenti melangkah dan berakibatnya berhadapan langsung dengan Anna yang kaget dengan keadaan seperti itu.
Aksel pun terdengar mendengus kesal, padahal ia juga yang menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.
"Jangan terlalu dekat langkahnya Anna," ucap Aksel yang seolah tak ingin merasa bersalah dan disalahkan.
"Tapi, ah iya maaf pak, kenapa pak?"
"Ikuti saya dulu, jangan langsung pergi."
Anna mengernyitkan keningnya, ia hanya berjalan mengikuti langkah Aksel dengan jarak yang tidak dekat seperti semula.
Namun saat itu mereka ternyata naik mobil yang sudah ada di depan hotel, padahal awalnya Aksel mengatakan akan ke lantai basemen.
Mobil yang ada di depan pun juga bukanlah mobil yang waktu pertama kali menjemputnya di kota ini.
"Masuklah," perintah Aksel dengan cepat Anna mengikutinya dengan duduk di depan.
"Pak bukannya ini mobil yang semalam?"
"Ingatan kamu bagus juga."
"Bukannya bapak bilang kalau ke mana pun kita sama Pak Frans?"
"Kenapa kamu cerdas dalam mengingat An?"
'An, kenapa dia manggil aku dengan itu,' Anna hanya membatin sendiri.
Kening Anna berkerut, pertanyaan yang ia ajukan malah diberi pertanyaan kembali padahal yang dia inginkan adalah sebuah jawaban.
"Pak, kalau Bapak enggak mau kasih tahu ya sudah," jawab Anna sedikit ketus.
Aksel tak protes dan tak ada jawaban apa pun, ia melajukan mobik tersebut dan begitu fokus. Lalu, berhenti lah mereka pafa sebuah kafe yang sudah buka di pagi hari.
"Turun."
Kini Anna memasuki kafe tersebut, dan mereka duduk dalam ruangan tersebut, dengan memilih tempat yang cukup bagus tampaknya untuk ditempati pagi hari, pemandangannya cukup bagus dinikmati.
"Pesankan saya kopi saja dengan roti atau apa pun yang bisa dicerna," Aksel menunjukkan sebuah menu pada Anna karena memilih kopinya.
Namun, Anna sedikit bingung dengan makanan yang bisa dicerna manusia itu bukan hanya satu. Memang sepertinya Akael selalu menguji kesabaran Anna.
"Kak, pesan minuman ini 2, lalu makanannya yang bisa dicerna apa sih kak di sini?"
"Maksudnya?"
"Kan, kakak juga bingung, sama saya juga kak, bingung mau pesan apa untuk atasan saya."
Pelayan tersebut sedikit tertawa, "Bukannya pacar sendiri ya kak, makanan apa pun yang kakak pesan pasti dimakan sama pak Akselnya."
"Hah? Enggak gitu juga kak. Ah ya sudah ini saja," Anna yang bingung pun akhirnya menunjuk makanan yang mungkin menurutnya akan enak, ia hanya memilih roti panggang dengan toping cokelat, greentea, dan telur.
Anna kembali duduk di hadapan Aksel, ia tak bersuara apa pun. Hingga akhirnya Aksel bersuara kembali.
"Kalau mau pergi ke mana-mana, kamu hubungi saya jangan hubungi orang yang kemarin."
"Pak Frans itu maksud bapak?"
Aksel mengangguk.
"Loh kenapa pak?"
"Kemarin itu hanya formalitas saja dijemput oleh Frans, agar orang tahu jika saya bersama Frans, setelah itu pun tadi malam Frans meninggalkan kota ini."
Pagi itu Anna dibuat bingung dengan Aksel lagi dan lagi ia memikirkan dengan keras, sepertinya begitu banyak yang belum diketahuinya.
"Pak, sebentar maaf ya, jujur saya bingung."
"Frans itu bukan sopir saya, ia hanya seseorang suruhan saya sebagai informan dari mana pun, kalau orang tahu saya bersama dia maka di tempat lain akan ada yang bergerak."
"Hah?" lagi dan lagi Anna tercengang, Anna merasa begitu bodoh tak tahu apa yang dibicarakan Aksel.
Aksel menghela napasnya, akan tetapi ia tidak marah.
"Lain kali saya jelaskan detailnya, kamu ikuti saja apa yang saya perintahkan, lambat laun kamu akan tahu sendiri."
"Apa ini berbahaya pak?"
"Bisa iya dan bisa tidak."
Perasaan Anna menjadi tak karuan,belum lagi memikirkan apa yang dimaksud Aksel, ditambah perkataannya kali in menjadi wawas diri.
Pesanan mereka akhirnya tiba, beesamaan dengan roti yang ia pesan pula. Masih hangat dan cocok untuk disarap pagi hari.
"Kamu pesan ini?"
"Habisnya saya bingung, pak. Semua makanan di sini itu bisa dicerna."
"Sebanyak ini siapa yang mau makan?"
"Hmm kalau bapak enggak mau, saya bisa menghabiskannya kok," Anna mengucapkan itu tanpa rasa canggung sekali.
Ada sedikit tawa yang tertahan dari Aksel, saat itu ia menyeruput kopinya juga menyentuh makanan yang dipesan oleh Anna. Tampaknya makanan tersebut bisa dicerna olehnya.
"Kamu kenapa lihat saya begitu?"
Anna hanya menggelengkan kepalanya saja.
"Makanlah ini, kamu kira saya mau menghabiskannya apa."
"Boleh, Pak?"
"Ya boleh, Anna."
Akhirnya Anna melahap makanan tersebut, meskipun awalnya malu lama kelamaan ja terbiasa, ia begitu lahap. Sebenarnya apa yang dipesan oleh Anna merupakan kesukaan Anna, terkadang ia membuat makanan tersebut di rumah untuknya sendiri.
Tampaknya Aksel tak memakan lagi, ia sudah cukup dengan satu potong saja, dan sisanya dihabiskan oleh Anna.
"Mau kamu habiskan semua?"
Anna mengangguk-anggukkan kepalanya dengan mulutnya yang penuh makanan, "Nggak boleh, Pak?"
"Habiskan saja."
"Soalnya sayang, Pak. Kita enggak boleh menyia-nyiakan makanan, kan belinya pakai uang."
"Kamu mau ceramah pagi begini?"
"Maaf pak, enggak begitu maksudnya."
Tak ada dialog apa pun lagi, mereka sama-sama menyarap bersama. Setelah makanan tersebut habis, tak lama kemudian Anna dan Aksel melanjutkan perjalanannya ke perusahaan yang dituju.
Sesampainya di sana, tentunya mereka disambut dengan hangat dan penuh perhatian, beberapa staff perempuan begitu sumringah melihat kedatangan Aksel.
Anna terua berjalan di belakang Aksel namun, jaraknya tentu saja dekat. Setelah itu Aksel menuju ruangan dan sudah siap beberapa berkas yang akan ia periksa.
Ruangan tersebut cukup luas, itu juga memang ruangan Aksel sendiri, namun jika tidak ada ia di sana maka ruangan tersebut akan ditutup.
"Periksa semua datanya kalau ada yang enggak beres bilang, saya mau istirahat."
Aksel membuka jasnya di hadapan Anna, jelas Anna menutup wajahnya dan heran dengab Aksel.
"Pak Aksel mau ngapain sih!"
"Kamu kenapa? Kan saya sudah bilang mau istirahat."
"Itu kenapa buka-buka segala."
"Saya ini cuma buka jas saja, kamu kira saya mau istirahat pakai jas!"
Anna membuka kedua tangannya, ternyata benar ia memang hanya membuka jasnya lalu merebahkan dirinya di atas sofa empuk yang panjang.
Padahal ini masih pagi, tetapi Aksel sudah istirahat seperti itu.
"Jangan perhatikan saya, perhatikan berkasnya. Saya tidak tidur semalaman, jadi ini gantinya, jangan buka pintunya tanpa izin saya, paham?"
"Baik, paham pak."