"Bagaimana jika aku tidak mau memaafkanmu?"
Kening Fatimah berkerut dalam. "Kamu tidak mau memaafkan kesalahan kecil seperti ini? Aku hanya tidak sengaja menabrakmu. Ayolah, aku harus ke kelas sekarang!" Fatimah mencoba melepaskan cekalan tangan Radinka, namun tidak bisa.
"Kamu ingin aku maafkan? Ada syaratnya." Radinka mendekatkan wajahnya pada Fatimah dan berbisik. "Makan malam denganku malam ini."
Fatimah pun tertawa canggung mendengar bisikan Radinka. "Apa seperti ini caramu mengajak seorang wanita makan malam?"
"Asal kamu tahu aku belum pernah mengajak seorang wanita makan malam bersama. Jadi kamu adalah wanita yang beruntung."
"Maaf, silahkan cari wanita beruntung lainnya untuk menggantikanku! Aku tidak tertarik makan malam denganmu. Sekarang lepaskan aku atau aku akan berteriak?!" ancam Fatimah.
Radinka malah tersenyum yang tidak tahu apa artinya, kemudian ia melepaskan cekalan tangannya pada lengan Fatimah.
Fatimah segera berlari dan meninggalkan Radinka. "Apa dia tidak waras? Kasihan sekali, rupanya tampan tapi otaknya bermasalah!" oceh Fatimah.
Dia tak lagi memikirkan soal Radinka, untuk apa juga memikirkan pria itu. Makan malam bersama hanya karena tidak sengaja menabraknya? Sungguh tak masuk akal.
Mana ada wanita yang mau diajak makan malam jika cara mengajaknya seperti itu.
Sementara Radinka masih diam mematung di tempatnya, temannya yang bernama Jonathan menghampirinya.
"Kamu sudah punya incaran?" Rupanya Jonathan melihat dari kejauhan interaksi antara Fatimah dan Radinka.
"Jangan ganggu wanita itu. Dia milikku," jawab Radinka.
"Wanita itu memang cantik, apalagi jika tersenyum menunjukkan lesung pipinya. Bukankah dia yang berjalan bersebelahan denganmu di bandara?"
Jonathan ingat sekali saat dia menjemput di bandara, Radinka dan Fatimah berjalan beriringan walau tak menunjukkan interaksi apapun.
"Sepertinya ini takdir. Aku bahkan duduk bersebelahan dengannya di pesawat."
"Takdir? Itu hanya kebetulan, Radinka. Maksudmu wanita itu takdirmu begitu?"
Lagi-lagi Radinka hanya tersenyum misterius. Bahkan Jonathan yang berteman sejak lama dengan Radinka, masih sulit menebak apa yang ada di dalam pikiran sahabatnya itu.
***
Radinka kembali mencegat Fatimah yang hendak pulang setelah menyelesaikan perkuliahannya.
"Jadi kamu mau aku jemput jam berapa makan malam nanti?" tanya Radinka dengan senyum misteriusnya.
"Kamu itu aneh sekali. Waktu itu di pesawat kamu sama sekali tidak menganggapku ada, tapi sekarang kamu mengangguku. Apa maumu?"
Radinka tertawa mendengar dirinya dianggap aneh oleh Fatimah. "Waktu itu aku belum tertarik padamu, tapi sepertinya sekarang aku sudah jatuh cinta."
Fatimah menahan napasnya beberapa detik. Sepertinya pria di depannya memang sedikit tak waras.
"Jatuh cinta? Jangan bercanda. Bagaimana bisa jatuh cinta bahkan kita baru saja bertemu beberapa kali? Bahkan berkenalan pun belum!"
Dalam hatinya Fatimah menggerutu andai saja dia punya pacar, dia bisa mengatakan hal itu pada Radinka agar pria itu tak menganggunya.
"Kalau begitu kenalkan." Radinka mengulurkan tangannya. "Namaku Radinka. Siapa namamu?"
"Fatimah." Fatimah menyambut uluran tangan Radinka. "Tapi maaf aku sudah punya pacar." Akhirnya ia memilih berbohong daripada terus terlibat dengan Radinka.
"Benarkah? Siapa dia, Fatimah?"
"Kenapa kamu mau tahu?"
"Karena aku ingin merebutmu darinya."
"Jangan ganggu aku, Radinka! Aku tidak tertarik padamu!"
Fatimah memilih berlalu dan melanjutkan niatnya untuk pulang ke apartemen, daripada meladeni orang tampan tapi tak waras seperti Radinka.
"Fatimah! Aku jemput jam tujuh malam!"
Teriakan Radinka membuat langkah Fatimah terhenti dan berbalik menatapnya.
"Sudah ku katakan aku tidak mau!"
Fatimah mempercepat langkahnya dan buru-buru menjauh sejauh mungkin dari Radinka.
"Pertama mengajak makan malam, lalu mengatakan dia jatuh cinta? Yang benar saja! Kasihan sekali, tampan tapi sepertinya otaknya bermasalah." Fatimah bersungut-sungut sendiri.
***
"Fatimah, awas ...!" Terdengar seseorang memanggil namanya dan kemudian tubuhnya terasa ditarik.
Mereka terjatuh bersama, degub jantung Fatimah terasa lebih cepat karena terkejut.
"Radinka." Fatimah baru menyadari dirinya hampir saja tertabrak motor jika Radinka tak dengan cepat menyelematkannya.
Mereka pun bangkit dan menepuk-nepuk pakaian mereka yang sedikit kotor.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Radinka.
"I-iya. Terima kasih."
"Lain kali hati-hati jika mau menyeberang!"
"Iya-iya, maaf. Sekali lagi terima kasih."
"Hanya terima kasih? Sepertinya tidak cukup. Aku ingin bayaran."
Fatimah pun terkejut mendengar Radinka meminta bayaran. "Hah? Bayaran?"
"Iya bayarannya adalah makan malam denganku."
Keesokan harinya, Radinka masih saja menagih makan malamnya pada Fatimah. Dia melihat wanita itu hendak menyeberang, namun sibuk dengan ponselnya. Gegas Radinka berlari dan menyelamatkan Fatimah.
Fatimah yang merasa tak enak hati karena sudah ditolong oleh Radinka pun akhirnya menerima ajakan makan malam Radinka.
"Baiklah."
Fatimah dan Radinka pun berjalan bersama memasuki kampus. Jonathan, teman dekat Radinka terlihat langsung menghampiri. Ia merangkul pundak Radinka.
"Kamu baru dapat wanita rupanya! Padahal banyak yang menaksirmu, ada Catherine, Zara--"
"Ssstt!" desis Radinka, temannya itu benar-benar tidak peka malah membeberkan deretan wanita yang menyukainya.
"Ternyata kamu cukup terkenal ya? Sampai-sampai sudah banyak wanita yang menaksirmu," sindir Fatimah halus. "Kalau begitu aku duluan!" Ia mengangguk tersenyum pada Radinka dan Jonathan lalu berjalan cepat meninggalkan mereka.
"Kamu mau menggagalkan rencanaku, Jo?" tuduh Radinka kesal, saat Fatimah sudah tak terlihat.
"Sebenarnya apa rencanamu? Kenapa harus Fatimah?"
"Memangnya kenapa kalau Fatimah?"
"Karena sepertinya aku juga menyukainya."
"Bukankah sudah aku katakan dia milkku?! Jangan ganggu Fatimah!"
"Kalau begitu katakan padaku kenapa kamu menginginkannya?"
Radinka mendengus. Dia ingin menyimpannya untuk dirinya sendiri alasan kenapa ia mendekati Fatimah. Namun daripada menyembunyikan dari Jonathan dan mereka malah berebut Fatimah, akhirnya Radinka memberitahukan alasannya pada temannya itu.
"Kamu benar-benar sudah gila, Radinka!" pekik Jonathan.
Mengetahui rencana Radinka membuat Jonathan terkejut, namun ia tahu tak mungkin bisa menghentikan Radinka.
"Karena kamu sudah tahu alasanku, berhenti menyukai Fatimah!" Radinka kemudian meninggalkan Jonathan yang masih menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Radinka! Aku sarankan kamu berhenti dari rencana konyolmu ini!" teriak Jonathan, namun tak diindahkan oleh Radinka yang terus berjalan semakin menjauh.
"Radinka tak waras. Untuk apa membawa Fatimah dalam kehidupannya jika hanya untuk itu?!" Jonatahan mencoba tak peduli, namun ia memikirkan nasib Fatimah.
***
Malam yang dijanjikan Radinka tiba. Fatimah meminta makan di restoran dekat kampus, padahal Radinka berniat mengajaknya makan di tempat lain. The Royals Bistro menjadi pilihan Fatimah karena memiliki tag halal.
"Padahal aku ingin mengajakmu makan di tempat lain. Disini hanya sampai jam delapan malam." Radinka melirik jam tangannya. "Dan sekarang sudah jam tujuh lewat sepuluh menit."
"Aku ingin cepat pulang lagi dan beristirahat makanya memilih tempat yang dekat dengan kampus. Apartemenku dekat disini," jawab Fatimah.
Radinka hanya mengangguk mengerti, pantas saja Fatimah tak mau ia jemput dan memilih bertemu langsung disini.
Setelah memilih menu dan memesan makanan, Radinka pun membuka obrolan. "Apa kamu punya pacar, Fat?"