Hari berlalu begitu cepat. Waktu sore hari biasanya sebelum Aaron pulang, Vania akan berdandan semenarik mungkin, agar terlihat cantik dimata suaminya. Namun hal diluar dugaan telah terjadi pada Vania.
Ketika Aaron datang, berjalan dengan tergesa memasuki rumah minimalis berlantai dua itu, hanya ditinggali dua orang, yaitu sepasang suami istri Aaron dan Vania.
"Mau mandi dulu mas?" tanya Vania dengan cekatan mengambil tas ditangan Aaron.
"Akan aku siapkan air hangatnya mas." Vania berjalan membuntuti suaminya, tak ada jawaban apa pun dari Aaron.
"Buatkan aku kopi, aku sangat lelah sekali." perintahnya.
"Baiklah tunggu sebentar." Vania berjalan kearah dapur untuk membuatkan kopi pesanan suaminya tadi.
Membuat kopi tentu saja tidak memakan waktu banyak, hanya beberapa menit saja menunggu air dipanaskan, dan menggiling kopi di mesin penggilingan.
Ketika Vania kembali lagi dengan secangkir kopi ditangannya, betapa terkejutnya dirinya, saat melihat suaminya yang sudah wangi sehabis mandi, dengan menggunakan baju rumahan. Namun masih tak menghilangkan kesan ketampanannya.
"Loh mas kok sudah mandi,"
"Kapan mandinya?"
Tanya Vania yang terheran-heran melihat Aaron, sambil meletakkan secangkir kopi pesanan Aaron tadi di atas meja.
"Ini mas kopinya, ayo silahkan diminum dulu."
"Aku sudah tak berselera lagi meminum kopinya, kau membuatnya terlalu lama." ketus Aaron sambil mengambil tas kecil dada, dan berjalan keluar kamar.
"Tapi mas, bukankah tadi kamu sendiri yang meminta kopinya." Vania menjawab setengah berteriak. Berjalan mengikuti langkah suaminya yang menuruni tangga satu persatu itu.
"Aku tak suka mengulangi perkataanku lagi, kau menyingkirlah." kesal Aaron, ini seperti bukan dirinya.
Vania berusaha mengambil hati Aaron, "Mas, mas Aaron tunggu dulu mas,"
"Dengarkan aku berbicara dulu mas, kamu mau kemana? ini sudah malam."
"Menyingkirlah jangan menggangguku,"
Namun naas, Vania tak mendengarkan suara Aaron, bahkan Vania masih terus saja berusaha untuk membujuk suaminya itu, ini tidak seperti mas Aaron yang ia kenal dulu, yang lembut dan murah hati.
"Tidak mas, sebelum kamu mendengarkan aku berbicara dulu,"
"Sekali lagi kau berusaha menghalangi jalanku, aku tak akan segan-segan untuk memberimu pelajaran." teriak Aaron tak kalah nyaring juga.
Hingga pertengkaran suami istri itu terjadi lagi, akibat Vania yang terus menahan langkah kaki Aaron yang ingin berjalan keluar rumah.
Namun bukankah suami istri itu saling terbuka dalam berbagai hal, termasuk kemana saja, istri bahkan berhak atas dirinya dan apa yang dilakukan suaminya.
Satu tamparan telah mendarat di muka Vania, dan juga stempel tangannya telah mendarat di lengan kiri Vania, hingga meninggalkan merah kebiru-biruan.
"Aduhhh mas, ini sakit, kenapaaa kamu begitu kejaam." teriak Vania begitu nyaring, Vania tak kuasa untuk menahan air matanya, bahkan tangisan itu terdengar pilu, tak ada yang tahu kejadian ini, karena mereka hanya tinggal berdua, dan tempat tinggalnya dikawasan elit, jarak rumah satu dengan rumah satunya lagi sekita setengah kilo meter baru sampai.
Aaron menjadi buta hati dan buta matanya akibat pengaruh guna-guna yang menempel pada tubuhnya. Aaron yang sudah ingin bertemu dengan Icha sahabatnya Vania itu tak bisa di bendung lagi, keinginan untuk segera bercinta dengan sahabatnya yang bernama Icha.
Aaron bahkan tak mendengarkan teriakan pilu Icha yang begitu menyayat hati di telinganya ini. Dirinya berlalu begitu saja dari sana, mengendari mobil mewahnya dan membelah jalanan menuju apartemen tempat tinggal Icha, yang baru saja ia belikan untuk tempat tinggal istri sirihnya.
"Kenapa sifat kamu menjadi berubah seperti ini mas?"
"Aku bahkan seperti tak mengenalmu lagi." tangis pilu Vania, mencoba bangkit dari duduknya, akibat dorongan kuat dari Aaron tadi, bahkan dirinya tadi tak siap jika tiba-tiba saja Aaron akan menyerangnya seperti ini.
***
"Aduuhh, mbk ini sakit sekali." lirihnya.
"Kau tahan dulu, nanti akan sembuh jika kau tahan sedikit saja." Ita adalah teman sewaktu Vania masih kerja dulu, dan selalu ada buatnya, bahkan mereka tak ada ikatan apa pun, tetapi serasa memiliki saudara dengan keberadaan Ita.
Vania meniup pelan luka ditangannya dan menyentuh pipinya yang memerah, akibat perlakuan tak lazim Aaron pada Vania tadi,"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Ita hati-hati, dirinya masih mengompres luka ditangan Vania.
"Besuk saja aku ceritakan sama mbk,"
"Aku sekarang ini beristirahat dulu,"
"Ehmm baiklah, kalau begitu kau bisa rebahkan dirimu jika ini sudah selesai." Ita.
"Tadi mbk Ita dari mana? ini sudah sangat malam."
"Tadi aku habis melayat dari rumah teman, karena sudah malam, jadi tadi aku berniat mampir ke rumahmu."
" Ehhh kamu ini, tak tahunya malah jadi babak belur seperti ini, seperti habis digebukin orang sekampung aja." celetuk Ita asal.
Vania sangat malu untuk saat ini bercerita tentang rumah tangganya pada Ita, dia masih berusaha untuk menutupi kelakuan buruk Aaron dari Ita.
"Apa suami kamu yang melakukannya?" tanya Ita yang sangat penasaran.
Vania hanya diam saja tak menjawab pertanyaan dari Ita, bagaimana pun juga ini rumah tangganya, dan ia merasa tidak perlu memperburuk keadaan.
"Baiklah jika kau masih belum siap untuk bercerita, tapi jangan halangi aku untuk memberinya pelajaran jika ia yang terbukti menyakitimu." tatapan tajam Ita pada Vania membuat Vania merasa terintimidasi.
"Baiklah mbk, besuk saja aku ceritakan pada mbk Ita, sekarang mbk Ita pasti lelah."
"Ck, kau ini..., pintar sekali mengalihkan pembicaraan orang." Ita berdecak malas sambil berjalan keluar kamar, menaruh baskom tadi dan beberapa menit kembali lagi.
"Aku akan ke kamar sebelah, jika ada apa-apa kau bisa memanggilku." perintahnya pada Vania, siapa yang punya rumah siapa juga yang memberikan instruksi.
"Baiklah mbk, selamat malam."
"Hemmm,"
***"
"Kenapa kamu lama sekali, padahal aku sudah menunggumu dari tadi," Icha berpura-pura merajuk, anak-anaknya telah ia tinggalkan di kampung bersama ibunya, ia telah rela menjadi istri simpanan suami sahabatnya ini, walaupun harus menggunakan susuk kecantikan sekalipun.
Aaron bahkan seperti ada yang mengendalikan dirinya, begitu datang dan melihat Icha di depannya, nafsunya menjadi memuncak dan menggebu-gebu.
"Masuklah, akan aku buatkan minuman teh hangat untukmu." ketika di apartemen Icha hanya berdua, Aaron akan di buatkan teh hangat dengan di tetesi darah haidnya, itu merupakan syarat dari mbah dukun yang dikunjungi Icha, agar lelaki incarannya itu menjadi tergila-gila padanya terus menerus dan juga bisa terpikat oleh kecantikannya.
Dalam diri Icha juga sudah dipasangi susuk kecantikan, siapa saja lelaki yang memandangnya akan terkagum, namun bukan untuk menggaet semua lelaki tujuan Icha, tetapi tujuan utamanya untuk menggaet suami sahabatnya, yaitu Aaron.
Dan kini tujuannya sudah berhasil, ia ingin membuat Vania menderita dipukuli oleh Aaron, dan menguras harta Aaron sebanyak mungkin.
Ketika Aaron sedang duduk di ranjang dan bersandar pada pinggiran dipan, ia terlonjak kaget, tak mau di dekati oleh Icha.
"Mas kamu kenapa mas?" tanya Icha yang bingung melihat Aaron.
"Tidak, aku hanya terkejut saja,"
"Terkejut," Icha membeo.
"Iya, aku tadi melihat nenek tua di belakangmu." ucap Aaron sambil begidik ngeri.
dan
Jangan lupa tinggalkan jejaknya iya