"Wirawan Rizky. Benar itu nama Anda?" aura Shayna hari ini sangatlah kuat. Terlebih, dia yang sedang duduk di kursi kebesarannya itu mengenakan pakaian serba hitam yang membuat dirinya tampak lebih menawan. Tampak seperti wanita yang tidak bisa digapai.
Dan tepat di hadapan Shayna, seorang pria berumur duduk manis tanpa banyak bicara. Dia adalah karyawan baru di sini. Seorang Manager IT.
"Ya, benar itu nama saya Mbak. Ehm, saya lulusan Universitas Ind—" baru saja pria bernama Wirawan itu hendak memperkenalkan dirinya, Shayna langsung mengangkat tangan tanda berhenti.
"Saya tidak buta, Pak Wirawan. Saya bisa melihat semuanya di CV. Jadi, Anda tidak perlu memperkenalkan diri." Katanya dengan tegas.
Shayna saat di perusahaan jauh berbeda saat di depan orang-orang terdekatnya. Shayna di perusahaan adalah sosok CEO tegas yang jarang tersenyum. Justru, lebih banyak ketusnya. Tetapi, Shayna di depan orang-orang terdekatnya justru berbanding terbalik. Dia adalah sosok yang ramah dan manis. Kecuali di depan Sagara. Yang mana Shayna berubah menjadi seperti harimau.
Sebagai seorang pemimpin wanita, Shayna merasa dirinya tidak boleh lengah. Karena, jika dia lengah sedikit saja, perusahaan ini bisa hancur dalam hitungan menit. Dan dia tidak menginginkan hal itu. Apalagi jika sampai mengenal yang namanya cinta.
Shayna, gadis itu bertekad tidak akan menemukan cinta di kantor. Bukan hanya karena dia sadar bahwa takdirnya sudah tertulis hanya milik Sagara. Tetapi, karena dia tidak bisa mempercayai siapapun di tempat kerjanya. Siapapun, tidak terkecuali dengan Abi. Sekretarisnya.
Dia menjadi sosok berhati dingin seperti ini karena ditempa keadaan pahit berkali-kali. Mulai dari ditinggalkan kedua orang tuanya, dicaci maki keluarga besarnya, dijuluki anak haram, sampai harus mati-matian belajar siang malam demi membanggakan Kakek Dome. Semua alasan itu tampaknya lebih dari cukup mengapa Shayna bisa tumbuh menjadi pemimpin yang baik, bijak, dan tegas.
Dan sebagai seorang pemimpin wanita, banyak orang meremehkannya. Menganggap Shayna tidak akan mampu memimpin perusahaan ini. Perusahaan yang tidak bisa dikatakan besar, namun juga tidak bisa dikatakan kecil. Bahkan, saat awal pengangkatannya sekitar dua tahun yang lalu, banyak anggota dewan direksi tidak menyetujuinya.
Mereka menolak dengan macam-macam alasan. Dari mulai menganggap Shayna terlalu muda sampai ke menganggap seorang wanita tidak akan bisa membawa perusahaan ini kearah yang lebih baik. Dan semua keraguan itu Shayna bayar lunas dengan naiknya saham perusahaan sampai ke banyaknya penjualan.
Hanya dalam dua tahun dan perusahaan ini berkembang pesat di bawah kepemimpinan Shayna. Alhasil, mereka yang dahulu meragukannya sekarang mulai menjadi penjilat. Berpura-pura baik agar bisa bertahan di posisinya.
"Riwayat pekerjaan Anda cukup menarik. Tetapi, ada satu hal yang ingin saya tanyakan." Sejak detik pertama Wirawan duduk di hadapan bosnya ini, tak sekalipun Wirawan lihat Shayna meliriknya. Shayna fokus dengan kertas di tangannya. Dan itu menjadi kesempatan Wirawan untuk menjalankan rencananya. Yaitu, memanipulasi dna berbohong.
"Boleh, Mbak. Silahkan ingin bertanya apa." Ujar Wirawan.
"Apa niat kamu sesungguhnya masuk perusahaan ini?" tanya Shayna dengan nada mengintimidasi dan tatapan mata yang begitu intens.
Wirawan seketika gugup. "M-maksud Anda?"
"Suara kamu bergetar setiap menjawab pertanyaan saya. Selain itu, saya bisa lihat kosa kata yang kamu gunakan juga kurang tepat. Kau terlihat jelas sedang berbohong." Tembak Shayna tanpa basa-basi.
Seketika itu juga, Wirawan langsung ingat pada ucapan tuannya. Tentang Shayna yang selalu teliti dalam hal mendengar. "Saya tidak ada niat jahat sama sekali kok Mbak. Pihak HR saja meloloskan saya." Ucapnya.
"Itu pihak HR bukan saya. Semua manajer, direktur, sampai ke kepala divisi adalah pilihan saya. Jadi, lolos dari HR bukan berarti kamu bisa lolos dari saya." ucapnya.
Wirawan menggigit bibir bawahnya, mulai ketakutan.
Menyadari hal itu, Shayna yang merasa kesal sekaligus muak melihat wajah pria di depannya ini memutuskan untuk mengusirnya. "Abi, masuk ke ruangan saya sekarang." Ucapnya di telepon kantor.
Abi masuk ke ruangan Shayna tanpa menunggu lama. "Ada apa Mbak?" tanya Abi yang kini berdiri persis di samping Wirawan.
Mendengar suara Abi, Shayna mendongakkan kepalanya, "Bawa dia keluar. Dia gak sesuai dengan ekspektasi saya." katanya.
Wirawan menunduk pasrah, mengikuti Abi keluar dari sana. Sampai di dekat lift turun, Abi diam-diam berbisik di telinga Wirawan. "Saran saya kamu menemui dia dan berlutut di depannya daripada berniat kabur. Karena kemanapun kamu pergi, dia bisa menemukan kamu."