Chereads / Terjerat Istri Tetangga / Chapter 19 - Pesona Tetangga

Chapter 19 - Pesona Tetangga

Gisel duduk merenung di ruang tengah usai berbincang dengan Clarine. Wanita iitu tetap menggunakan pakaian yang kekurangan bahan meskipun sudah banyak pasang mata yang menatapnya dengan pandangan berbeda. Ia sudah sempat membahas hal ini dengan Bass, tapi suaminya itu memintanya untuk tidak ikut membicarakan orang lain.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Bass yang melihat istrinya termenung sendirian.

"Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya," aku Gisel membuat Bass menghela napas pelan.

"Aku sudah pernah katakan untuk tidak memikirkan tentang orang lain, apalagi hal itu tidak ada hubungannya denganmu, dalam hal apapun." Bass mengusap pelan puncak kepala Gisel.

"Aku tahu, tapi melihat pandangan orang terhadapnya membuatku merasa kasihan," kata Gisel lagi. Ia benar-benar ingin memberitahu Clarine tapi belum menemukan cara yang tepat.

"Untuk apa? Dia saja tidak masalah dengan hal itu. Sudahlah, biarkan saja. Kalau sudah saatnya dia pasti akan merubah penampilannya sendiri," kata Bass. "Sudah fokus saja pada kehidupan kita sendiri, lagipula kita baru mengenal mereka," sambungnya membuat Gisel ikut menghela napas.

"Baiklah, kau ingin sesuatu?" kata Gisel mencoba mengganti topik pembicaraaan agar tidak menjadi perdebatan antara dirinya dengan Bass pada akhirnya.

"Ingin kamu saja," sahut Bass mencoba menghibur Gisel. Ia pun mengajak Gisel ke kamar sebentar sementara kedua buah hatinya sedang sibuk menonton serial kartun favoritnya.

Mereka melakukan peregangan singkat karena yang sempat tertunda sebelumnya membuat Bass sedikit gerah setiap kali melihat Clarine yang menyapa mereka saar akan berangkat ke kerja. Gisel memang menyadari jika tetangga barunya itu akan selalu menyapa jika melihat dirinya dan Bass ada di teras rumah pagi hari. Gayanya pun sangat manja dengan pakaian seperti biasanya. Awal ia ingin menegur, tapi merasa tidak enak hati. Tapi, beruntung Bass tidak menghiraukan hal itu dan memintanya untuk tetap berpakaian seperti biasanya agar tidak menjadi buah bibir tetangga. Toh selama ini hubungan mereka juga baik-baik saja bahkan terkenal harmonis di seluruh komplek perumahan. Jadi sangat kecil kemungkinan ada percikan api jika memang tidak ada niat kurang baik dari orang lain.

Usai peregangan itu, Gisel menatap layar ponselnya yang menyala. Disana ada pesan melalui aplikasi berwarna hijau dan menampakan nama Clarine. Ia menghela napas kemudian meminta ijin kepada Bass untuk melihatnya.

"Ada apa?" tanya Bass saat melihat Gisel nampak ragu untuk berbicara dengannya.

"Hmmm, Clarine mengajakku pergi bersama akhir pekan nanti karena Anton kabarnya akan pergi," cerita Gisel yang syarat akan permintaan ijin agar Bass segera memberikan jawaban.

"Bukankah minggu lalu kalian sudah pergi bersama? Minggu ini luangkan waktu untuk kita," pinta Bass yang di angguki oleh Gisel. Ia tersenyum saat melihat istrinya membalas pesan Clarine sesuai dengan permintaannya. Perasaannya selalu tidak enak dan tidak tenang setiap kali melepas Gisel dan anak-anaknya untuk pergi bersama tetangga baru mereka itu. Bukan berpikiran tidak baik, tapi menurutnya pasangan muda yang belum di karuniai keturunan itu memang sedikit aneh menurutnya.

Gisel beranjak menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar tidak tersisa peluh ataupun yang lainnya di wajah juga tubuhnya. Ia tidak menyangka kalau Bass akan benar-benar mengajaknya peregangan padahal hari masih terbilang siang. Lelaki itu memang sedikit agresif kalau sudah berurusan dengan yang satu itu.

"Aku ingin minum kopi," kata Bass saat melihat Gisel keluar kamar.

"Tunggulah di ruang tengah sembari mengawasi anak kita menonton," sahut Gisel dengan senyum manis menghiasi wajahnya. Perasaan bahagia yang tidak bisa ia sembunyikan karena sampai saat ini Bass tetap menjadi lelaki romantis, meskipun sudah memiliki dua anak.

Bass beranjak mengikuti perintah istrinya. Ia merasa puas karena hal yang sempat tertunda karena Gisel tertidur di kamar kedua anaknya kini sudah terbayar lunas. Ia melihat ke uar jendela dan mendapati Clarine sedang menyiram tanaman di halaman depan. Ia pun nmenghela napas. Wanita itu benar-benar bisa membuatnya panas dingin hanya dengan melihat penampilannya saja. Dengan segera menutup tirai juga pintu agar tidak terlihat sedang berada di dalam rumah dan bisa melihatnya. Ia tahu Clarine akan langsung datang dan mengajaknya berbicara jika tahu ia sudah kembali. Bukan tidak mau, tapi dengan penampilannya yang seperti itu ia tidak ingin di salah pahami oleh Gisel ataupun orang lain yang dengan tidak sengaja melihatnya.

Sementara Gisel yang merasa heran karena mendadak pintu dan tirai jendela tertutup. Ia ingat betul kalau semua itu terbuka lebar sejak pagi. "Kenapa menutup pintu dan tirai?" tanya dengan penasaran sembari menyajikan kopi juga pisang goreng dadakan buatannya.

"Aku tidak ingin penglihatanku ternoda dengan pemandangan tidak sehat tetangga kita," kata Bass sembari menyesap kopinya dengan semangat. Ia melirik Gisel yang menyingkap tirai sedikit untuk memeriksa dan memastikan maksud ucapannya.

"Astaga," kata Gisel sembari mengusap wajahnya kasar. "Kenapa dia suka sekali berpakaian seperti itu, apa dia tidak tahu selalu menjadi tontotan gratis?" gerutunya kemudian. Ia mendelik saat Bass terkekeh pelan.

"Kau sebaiknya tidak terlalu dekat dengannya mulai saat ini," peringat Bass. Ia masih sibuk mengunyah pisang goreng yang di goreng dadakan oleh Gisel. Ia pun sudah membaginya dengan Kean dan Kayla yang tetap dengan fokusnya menonton film kartun.

"Bagaimana bisa? Kau tahu dia bahkan sering kemari dan mengajak ngobrol," kata Gisel dengan frustasi. Bass ini kadang kalau memberi ide tidak melihat situasi. "Apa kita harus pindah rumah agar tidak bertemu dengannya?" tanyanya lagi. Bagaimana bisa menjauhi Clarine tanpa alasan apalagi terkesan mendadak?

"Tidak perlu, hanya batasi saja komunikasi dengannya. Kau masih boleh pergi dengannya tapi tidak terlalu sering." Bass tersenyum saat Gisel memperhatikan setiap ucapannya tanpa suara. "Menjauh tidak harus dengan pindah rumah, kau bisa melakukannya dengan membatasi interaksi dan bepergian dengannya," sambungnya.

"Akan aku coba," sanggup Gisel kemudian beranjak menuju dapur untuk mengecek persediaan makanan di dalam kulkas. Ia ingin menyiapkan makan malam juga sarapan esok hari agar tidak buru-buru karena harus mengantar kedua anaknya bersekolah.

Suasana tenang yang Gisel dan Bass idamkan buyar seketika setelah bek berbunyi beberapa kali dan menampilkan sosok yang sudah membunyikannya. Mereka menghela napas tak kentara demi menjaga kesopanan.

"Apa kalian sibuk? Aku kesepian karena Mas Anton belum juga pulang," kata Clarine yang langsung merangsek masuk ke dalam rumah tanpa menunggu pemiliknya mempersilakan.

"Kami sedang mempersiapkan makanan untuk makan malam nanti," kata Gisel begitu sampai di ruang tengah rumahnya. "Kau sudah selesai masak?" tanyanya kemudian pada Clarine yang sibuk memperhatikan hal apa yang sedang dilakukan Bass.

"Ah belum. Aku akan memasakan kalau Mas Anton sudah mengabari," jawabnya sembari tersenyum ke arah Gisel yang tepat berada di hadapannya. "Kau ingin aku bantu menyiapkan makan malam?" tawarnya kemudian.

"Tidak perlu. Aku masih sanggup melakukannya," cegah Gisel. Ia tidak akan semudah itu membiarkan wanita lain ikut menyiapkan hidangan untuk keluarga terutama suaminya begitu saja. Ia melirik Bass bermaksud meminta bantuan agar Clarine segera kembali ke rumahnya sendiri.

"Sudah jangan sungkan begitu, kebetulan aku tidak ada kerjaan. Ayo." Gisel ingin sekali mengumpat karena Clarine kali ini sudah berani masuk rumah dan menyentuh isi rumahnya tanpa sungkan. "Kau ingin masak ayam?" tanya Clarine yang juga tak merasa Gisel marah dan tidak suka.

"Aku bisa melakukannya sendiri."