Ada suara 'klik' singkat sebelum berlanjut ke dalam keheningan. Pintu tertutup. Gadis itu bersandar di pintu, lalu menghela nafas. Gaun panjangnya mencapai betis, berwarna cokelat muda namun bukan pirang. selaras dengan warna rambutnya.
Gadis dengan rupa elok itu melangkah, tapi suara membuatnya berbalik. Suara yang begitu ia kenal, berasal dari luar kamar.
"Kau akan beristirahat, Diora?"
"Iya Bu,"
"Ibu paham. Kau pasti lelah mempelajari hal susah. Apa Madam Ela memberimu banyak tugas?"
Gadis itu, Diora namanya. Dia menunduk menatap buku tebal ditangan. Lalu sedikit berteriak. "Tidak. Aku hanya capai."
Setelahnya Diora menyesal mengatakan demikian. Pintu kamarnya terbuka. Di ambang pintu ibunya berdiri dengan raut cemas. Wanita cantik berambut hitam panjang.
"Lelah?" tanya ibunya. "Perlu ibu panggilkan dokter?"
"Ibu!" Diora mengerang. Kakinya dihentak kesal, lalu membaringkan tubuh di kasur. Dia tak habis pikir. Ibunya terlampau khawatir. "Lelah itu normal. Aku tidak akan mati hanya karena itu."
"Ibu hanya ..." Ibu Diora menghela nafas. Kasur berderit. Ibunya duduk di tepi kasur. "Ibu mengaku terlalu khawatir. Tapi dua hari lagi rasa khawatir ibu akan berkurang."
Diora membalikkan tubuhnya. Matanya yang berwarna layaknya emas menatap ibunya. Heran. "Maksud ibu?"
Ibunya tersenyum lembut. Dia membantu putrinya duduk. "Akhirnya ibu mendapatkan donor jantung ... untukmu," ucapnya.
Mulu Diora membulat. Matanya melebar. Dia sungguh tidak percaya apa yang di dengarnya. "Donor jantung ... ibu sungguh-sungguh?"
"Tentu sayang," Ibu Diora mengecup dahi putrinya. Dirinya juga sama tidak percaya ketika mendengar kabar bahagia ini.
Ibu Diora berdiri. "Dua hari lagi kau akan menjalani operasi. Istirahatlah."
Pintu tertutup. Namun Diora masih membeku. Tangannya meraba dada sebelah kiri. Bibirnya tersenyum lebar, penuh kebahagiaan. "Akhirnya," bisiknya.
Diora bangkit. Ia mengambil bangku lalu meletakkannya di dekat jendela. Diora duduk di sana. Jendela dibuka separuh. Angin berhembus menerbangkan anak rambut.
Diora Ambrose, gadis yang mengidap penyakit jantung bawaan. Penyakit mematikan sejak ia lahir. Tapi dia dapat hidup hingga umur 16 tahun, ini suatu keajaiban.
Kepala Diora menunduk. Di jalanan, anak hingga remaja berjalan berurut memakai seragam. Orang yang pulang dari sekolah. Selama ini Diora selalu home schooling karena penyakitnya. Saat operasi selesai dia juga akan sekolah, di sekolah sungguhan! Dengan seragam dan tas, tertawa bersama teman-teman.
Bibir Diora terus tersenyum. Dia tidak sabar melakukan semua yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Diora akan berjalan-jalan ke banyak tempat.
"Aku akan mengunjungimu," gumam Diora. Matanya menatap menara tinggi yang bahkan terlihat dari rumahnya, dengan jarak yang jauh. Madam Ela bilang itu menara milik keluarga besar. "Sebesar apa keluarga itu hingga memiliki menara setinggi itu?" lanjutnya.
Diora tersenyum. kepalanya keluar dari jendela. Menikmati angin sepoi.
Setelah sembuh nanti, dia akan pergi ke bioskop. Mengunjungi mal untuk berbelanja sepatu, tidak buku. Diora sudah lelah membaca buku. Juga akan mendekati pemuda atau mungkin menjalin hubungan dengan salah seorang mereka.
Diora punya banyak rencana!
Rasa senangnya terlampau banyak hingga tak sanggup untuk teriak atau melompat heboh. Kemudian matanya menangkap sebuah potret dalam balutan bingkai biru muda.
Diraihnya foto itu. Rautnya berubah pilu. "Ayah," lirihnya. Diora memeluk erat potret sang ayah. Ayahnya sudah tidak tujuh tahun lalu. Sudah sangat lama tapi hingga sekarang, dia belum bisa merelakan.
Ayahnya meninggal karena penyakit. Kelainan jantung bawaan, penyakit yang sama dengan dirinya.
"Ayah, aku akan sembuh. Aku tidak akan berakhir seperti dirimu,"
Gadis itu akan terus berandai kalau tidak teringat ucapan ibunya. Deora harus istirahat. Dengan bingkai foto ayahnya, Diora berbaring di kasur. Dipeluknya foto sang ayah. Menjadikan bukti betapa ia menyayangi dan merindukan sang ayah.
•••
Ruangan operasi begitu mencekam. Ruangan cenderung gelap namun di sekitar dokter terang. Ada cahaya yang menyorot sehingga dokter bisa fokus pada pasien.
Pasien kali ini, gadis berambut cokelat muda menjalani operasi transplantasi jantung. Terbaring di brankar tidak sadarkan diri setelah diinfus.
Operasi sudah berjalan sejak satu jam yang lalu. Dokter yang memimpin jalannya operasi mulai kelelahan sekaligus ketakutan. Darah terus keluar dari tubuh pasien. Meski mereka sudah berusaha keras namun tetap darah merembes. Dalam sekejap pasien kekurangan darah setelah terus menerus mengeluarkan darah.
"Lakukan pertolongan cepat!"
Mereka bekerja keras. Sedangkan suster mulai putus asa. Mereka semua tau akhir operasi ini. Namun mereka tidak boleh lepas tangan. Dokter harus berjuang hingga titik darah penghabisan.
Alat dengan grafik cahaya mengeluarkan suara 'bip' berulang gali. Garis vertikal terbentuk. Semua tenaga medis di ruangan itu angkat tangan. Perlahan mereka mundur.
Dokter terkulai di lantai. Nafasnya tersengal dan air matanya keluar. "Aku gagal." ucapnya penuh luka.
Rekannya mulai memberesi sisa operasi. Seorang suster keluar dan menyampaikan hasil operasi. Dan terdengarlah tangis keras penuh pilu. Tangisan menyayat hati.
•••
HAI! INI AUTHOR JERNIATI. SEMOGA KALIAN SUKA KARYA PERTAMAKU DI WEBNOVEL. TOLONG BERITAHU BILA ADA TYPO AGAR SEGERA DIPERBAIKI.
JANGAN LUPA MAMPIR KE AKUN WATTPAD KU:
@Jerniati_silalahi (fiksi remaja)
@Jerniati_silalahi (fantasi)
Juga akun Instagram :
@Jerniatisilalahi
TERIMAKASIH ❤️