Chereads / Suami Dingin Tapi Kaya / Chapter 9 - Jika Ingin Mati, Lunasi Hutangmu Dulu

Chapter 9 - Jika Ingin Mati, Lunasi Hutangmu Dulu

Tepat ketika mobil hendak menabraknya, sepasang tangan yang kuat tiba-tiba melindunginya kemudian melemparkannya ke rerumputan.

Mobil sport yang melaju kencang melintas. Di bawah langit malam, Mu Wan mendongak kaget saat melihat wajah dingin itu.

"Jika kamu ingin mati, lunasi hutangmu dulu!" Ada sedikit kemarahan dalam suaranya yang dingin.

Mu Wan mendongak. Sebelum dia bisa melihat wajah Gu Tingyuan dengan jelas, dia sudah berdiri lalu berjalan menuju kediaman tanpa melihat ke belakang.

Mu Wan berdiri terpaku di tanah menyaksikan sosok tinggi itu menghilang di kejauhan.

Bukankah dia sudah pergi?

Dia memikirkan kata-kata yang Gu Tingyuan ucapkan. Bahkan jika dia meninggal, dia harus membayar hutangnya dulu. Sejak dia menikah dengannya, kehidupan ini bukan lagi miliknya. Bahkan jika dia ingin mati, dia harus mendapat persetujuan Gu Tingyuan!

Tiba-tiba, Mu Wan merasa seperti mayat berjalan. Selain jiwanya, tidak ada lagi yang menjadi miliknya.

Dia melihat villa di kejauhan. Sepertinya dia baru bisa menyelidiki Gu Han setelah Gu Tingyuan pergi.

Kemudian, dia memegang perutnya. Dia sejenak lupa tentang rasa sakitnya karena shock tadi. Sekarang saat dia sudah tenang, dia tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi.

Sudah sangat larut ketika dia kembali ke kediamannya. Jadi, para pelayan sudah pergi.

Mu Wan menahan rasa sakitnya sambil mencari-cari di dapur. Dia ingin mencari gula merah dan jahe tetapi dia tidak dapat menemukan apa pun setelah mencari untuk waktu yang lama.

Karena Gu Tingyuan tidak pergi, dia seharusnya berada di kamar tidur utama sekarang. Dia tidak ingin naik ke atas, jadi dia meringkuk di sofa dan membungkus dirinya dengan selimut. Sambil diam-diam menunggu rasa sakitnya mereda.

Namun, rasa sakitnya tidak berkurang seperti yang dia harapkan. Sebaliknya, itu menjadi semakin menyakitkan, hingga menyebabkannya mengeluarkan keringat dingin.

--------------------------------------------------

Larut malam.

Gu Tingyuan, yang berada di kamar tidur utama, sedang menunggu Mu Wan kembali ke kamar. Tetapi dia tidak juga kembali setelah lama menunggu. Akhirnya, dia meninggalkan ruangan karena tidak bisa menahannya lagi.

Ketika setengah jalan menuruni tangga, dia melihat sosok ramping meringkuk di sofa sendirian dengan kerutan di kening.

Apakah dia tadi terluka?

Di sofa, Mu Wan menutup matanya dan tidak memperhatikan kedatangan pria itu.

"Ada apa denganmu?"

Dia membuka matanya ketika tiba-tiba suara yang dalam dan menggoda itu terdengar.

Melihat pria itu menatapnya dari atas, Mu Wan duduk di sofa secara refleks. Wajahnya pucat keringat dingin pun menetes di wajahnya.

Di depannya, dia selalu acuh tak acuh dan dingin.

Saat ini adalah musim gugur, udara di ruangan itu sepertinya turun hingga bibirnya seolah membeku saat dia berbicara..

"Aku baik-baik saja." Jawabnya dengan tenang sambil menundukkan kepalanya.

Dia berkata tanpa ekspresi, "Aku sudah mengatakan sebelumnya, bahkan jika kamu ingin mati, kamu harus melunasi hutangmu terlebih dahulu."

Mu Wan menarik napas dalam-dalam dan mencoba sebisanya untuk membiasakan diri dengan sisi dingin dan acuh tak acuhnya.

Kemudian, dia mendongak, tatapan mereka pun bertemu, "Jangan khawatir, aku tidak akan mati."

"Bagus jika begitu." Dia berbalik kemudian pergi.

Mu Wan tiba-tiba berdiri dari sofa, "Tunggu."

Gu Tingyuan berhenti tapi tidak berbalik.

Di bawah cahaya, punggungnya terlihat lebar dan tampan.

Mu Wan mengerucutkan bibirnya lalu ragu-ragu selama beberapa detik sebelum bertanya, "Uh, para pelayan telah pergi untuk beristirahat. Tahukah kamu… dimana mereka menaruh gula merah dan jahe?"

Dia merasa kesakitan. Untuk 'bertahan hidup' dengan baik, dia hanya bisa berbicara dengan Gu Tingyuan. Meskipun dia tidak berharap Gu Tingyuan akan menjawab pertanyaannya.

Namun, selalu ada harapan jika dia bertanya.

Gu Tingyuan menoleh sedikit. Matanya yang gelap menatap lurus ke wajah pucatnya.

Dia tidak nyaman bukan karena dia terluka, tetapi karena menstruasinya?

Setelah memastikan bahwa dia tidak terluka, beban di dadanya terasa sedikit lebih lega.