Kondisi Hanin sudah mulai baik-baik saja, pagi ini keduanya, disibukkan dengan telepon sang mertua yang menyuruh Galang dan Hanin untuk datang ke rumah mereka.
Entah ada apa yang jelas mertuanya itu meminta mereka untuk segera datang. Mendapatkan perintah seperti itu, membuat keduanya segera pergi, meninggalkan rumah mereka.
"Mas. Pelan pelan aja. Aku tahu, kita harus ke sana buru buru, tapi keselamatn kita juga penting," bentak Hanin. Galang mengendarai mobil dengan kecepatan yang sanh tinggi, Hanin juga tahu bahwa suaminya itu begitu menyayangi ibu mertuanya Hanin, itulah kenapa Galang bisa bersikap demikian.
Mendapatkan bentakan seperti itu membuat Galang segera memelankan mobilnya. Pria itu sadar dengan apa yang sudah dirinya lakukan, ucapan yang dilontarkan oleh Hanin memang benar mereka panik dengan apa yang terjadi namun, jika dirinya mengendarai mobil seperti itu bukan hanya nyawanya tapi nyawa orang lain juga terancam.
Tidak ada pembicaraan diantara keduanya, hanya suara mobil yang terdengar. Hingga dua puluh lima menit berlalu, keduanya sudah sampai di sebuah rumah mewah. Rumah yang terlihat sederhana namun, sangat mewah bahkan lebih mewah lagi.
Keduanya turun, dari dalam mobil dengan tergesa-gesa. Galang hanya takut, jika terjadi hal yang serius atas mamanya. Atau penyakit yang diderita oleh sang mama tiba-tiba kambuh dan hal itu tidak mampu Galanh bayangkan. Begitu juga dengan Hanin, wanita itu tahu bagaimana penyakit sang mertua yang kapan saja bisa kambuh dan menyebabkan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
"Assalamualaikum," ucap keduanya dengan bersamaan.
Dari arah dalam terdengar suara balasan dari sapaan mereka berdua, saat masuk ke dalam Galang bisa melihat sang mama duduk dengan baik-baik saja. Bahkan mamanya itu tersenyum, bahagia ke arahnya.
"Nah mereka akhirnya datang juga. Ayo duduk di sini," ajak Anita. Hanin dan juga Galang saling bertatapan satu dengan lainnya hingga akhirnya keduanya, pun duduk di salah satu sofa yang tersedia.
"Mama kenapa minta kami cepat-cepat ke sini? Mama sakit?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Galang, mendengar pertanyaan seperti itu membuat Anita tersenyum dengan lebar. Melihat reaksi dari Anita membuat keduanya semakin bingung.
"Ini apa Ma?" tanya Galang.
"Dibuka atuh. Ini hadiah dari Mama dan Papa buat kalian berdua, jangan serius serius deh kalian, santai saja," balas Anita.
Galang semakin bingung pria itu lalu segera membuka amplop cokelat tersebut, kedua matanya melotot tajam ketika melihat isi dari amplop tersebut. Sebuah tiket pesawat dan juga penginapan. Galang lalu menoleh ke arah Hanin, wanita di sampingnya itu, sudah terdiam di sana. Namun, senyum tipis tercetak dengan jelas.
"Itu hadiah honeymoon kalian berdua. Mama dan Papa tidak menerima penolakan. Kamis harus pergi, cukup pernikahan saja yang sederhana ya. Dan untuk itu Mama dan Papa sudah setujui, tapi untuk masalah ini gak kami mau kalian berdua menghabiskan waktu bersama."
"Tapi Ma. Urusan di kantor, sedang banyak. Dan juga Hanin belum tentu bisa...,"
"Aku bisa," potong Hanin dengan cepat. Mendengar ucapan itu membuat Galang kesal dan pria itu berusaha menahan emosinya, wanita di sampingnya saat ini benar-benar membuat darahnya mendidih.
"Itu Hanin nya bisa. Ya sudah kalian pokoknya harus bulan madu. Mama gak mau tahu, pulang bulan madu harus segera bawa kabar gembira."
"Ayo Hanin, ikut Mama. Ada sesuatu yang mau Mama kasih untuk kamu," ajak Anita. Hanin pun, segera mengikuti sang mertua sedangkan Galang masih setia di sana bersama dengan sang papa di ruang tamu.
Pria paruh baya itu berdehem, membuat Galang yang menundukkan kepalanya sembari melihat tiket tersebut, mengangkat kepalanya dan menatap ke arah sang Papa.
"Berhenti membuat Papa dan Mama kecewa ya, Nak. Kami melakukan semuanya karena ingin memberikan yang terbaik untuk kamu, jadi bersikaplah seperti laki-laki dewasa yang bertanggung jawab." Ucapan yang disampaikan oleh Anggoro memang terdengar biasa saja, tapi Galang sangat tahu bagaimana sikap papanya itu, cukup kejadian kemarin melihat papanya marah besar.
Galang hanya bisa terdiam, pria itu tidak ingin membuat sang papa kembali marah dengannya. Anggoro lalu segera beranjak dari tempat duduknya. Namun, sebelum pergi pria itu kembali menatap ke arah sang putra. "Dan berhenti menyakiti hati istri kami. Dia adalah wanita yang baik, jangan sampai kamu menyesal setelah semuanya terjadi," lanjut Anggoro.
Setelah mengatakan hal itu, beliau berjalan ke arah belakang meninggalkan Galang yang berdiam tanpa berkata sedikitpun. Sang memang sangat jarang berkomentar, sama seperti pernikahan ini Anggoro tidak banyak bertanya tapi pria itu bertindak. Dan hal seperti itu, yang sebenarnya membuat Galang takut, papanya seperti tidak bisa dikontrol.
***
Di dalam kamar, Anita segera meminta sang menantu untuk menunggu sebentar sedangkan dirinya mengambil beberapa barang di dalam lemari. Mata Hanin, melotot dengan tajam ketika melihat Anita mengeluarkan semua koleksi perhiasannya.
Hanin bukan tidak menyukai perhiasan namun, karena dirinya selalu hidup sederhana membuat Hanin sedikit risih dengan semua hal yang terjadi.
"Duduk di sini Nak. Mama mau kamu pilih barang-barang ini, yang kamu pilih itu nantinya akan jadi milik kamu," ujar Anita. Mendengar hal itu membuat Hanin segera menggelengkan kepalanya. "Tidak Ma, Hanin gak biasa menggunakan barang-barang seperti ini, terus Hanin juga gak pantas Ma," ucapnya.
"Tidak ada wanita yang tidak pantas menggunakan perhiasan, Nak. Semua wanita sangat cocok menggunakannya," jawab Anita.
Hanin tetap saja dengan keinginan, Anita terus saja sibuk membujuk, sang menantu untuk bisa memilih sebuah barang yang diinginkan oleh Hanin. Cukup lama Hanin melakukannya, hingga dirinya jatuh cinta dengan sebuah cincin sederhana yang bermata biru tua. Cincin itulah yang menjadi pilihan Hanin, cincin sederhana yang terbuat dari emas putih 24 karat.
"Kenapa kamu memilih itu?" tanya Anita penasaran.
"Dia yang membuat aku jatuh cinta untuk pertama kali Ma, bentuknya yang sederhana membuat aku ingin memilikinya," jawab Hanin.
Mendengar hal itu, membuat Anita tersenyum. Pilihannya terhadap Hanin memang tidak salah, sejak pertama kali melihat Hanin wanita itu sudah yakin bahwa Hanin adalah sosok wanita yang tepat untuk anaknya.
Wanita yang memiliki kepribadian baik, tidak salah jika Anita begitu menyayangi Hanin seperti anak kandungnya sendiri. Apalagi Anita tahu, bagaimana kedua orang tuanya bersikap kepada sang menantu.
***
Malam menjelang, Hanin dan Galang malam ini akan menginap di rumah kedua orang tua Galang. Itu semua juga, karena permintaan dari sang Mama.
"Ayo. Kita makan malam bersama, mbok Ijah sudah masak gurame asam pedas kesukaan kamu loh Lang," ucap Anita. Galang yang mendengar hal itu, segera berjalan menuju meja makan.
"Lihat suami kamu itu. Mendengar makanan kesukaannya saja dia langsung berlari, sampai-sampai dia melupakan istrinya sendiri," ujar Anita. Hanin hanya tersenyum mendengar hal itu, mereka pun segera duduk di kursinya masing-masing.
"Sayang. Buruan sini, aku sudah tidak sabar untuk memakan ini semua," ucap Galang. Hanin terdiam mendengar panggilan yang keluar dari mulut sang suami. Namun, Hanin yakin jika suaminya seperti itu hanya karena mereka berada di depan kedua mertuanya.
Hanin dengan sigap mengambil makanan untuk sang suami, wanita itu juga duduk di samping Galang. Selama makan malam berlangsung, tidak ada hal yang dibicarakan.
Hanya sesekali Anita bertanya kepada Hanin, mengenai masakan apakah cocok dengan lidahnya atau tidak. Selebihnya hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar.
###
Selamat membaca dan terima kasih.