Soraya perlahan membuka matanya yang ia pejamkan rapat-rapat. Dia mencoba mengintip sebuah alat deteksi kehamilan yang ada di tangannya. Dua garis merah menyala tepat di depan matanya saat ini.
Soraya hamil!
Wanita itu tersenyum begitu bahagia. Akhirnya buah hati yang ia dan suaminya impikan selama lima tahun terakhir membuahkan hasil. Dia sudah tak sabar untuk memberi tahu suaminya perihal kehamilannya ini.
Jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Dan suami Soraya biasanya pulang dari kantornya pukul lima sore. Terpaksa Soraya menyimpan kabar bahagianya ini beberapa jam lagi karena dia ingin memberi tahu langsung pada suaminya nanti.
Sembari menunggu Soraya melakukan pekerjaan rumah seperti biasanya. Dia juga memasak makanan yang disukai oleh suaminya karena perasaanya yang sedang baik saat ini.
Setelah cukup lelah akhirnya Soraya tertidur di ruang tamu rumahnya. Dan tidak terasa jam sudah menunjukkan hampir pukul lima. Soraya bangkit ketika mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumahnya.
"Itu pasti mas Arman," gumam Soraya tak sabar untuk segera bertemu dengan suaminya.
"Mas Ar—" Sapaan Soraya terhenti ketika melihat yang berada di balik pintu ternyata bukan Arman suaminya. Melainkan itu Leo supir di kantornya.
"Sore bu," sapa Leo dengan sopan pada istri atasannya tersebut.
"Di mana suami saya Leo?" tanya Soraya.
"Pak Arman sudah terbang ke Belanda tadi pagi bu."
"Ya?" Soraya terkejut mendengarnya. Kenapa suaminya tiba-tiba pergi ke Belanda? Bahkan ia tak memberikan kabar apa-apa pada Soraya sebelumnya. Ketika berangkat pun, Arman hanya pamit untuk pergi ke kantor bukan ke luar negeri bahkan Belanda.
"Pak Arman hanya meminta saya untuk memberikan ini pada bu Soraya. Dan mengantar bu Soraya sampai ke bandara."
Soraya menerima uluran tiket pesawat yang diberikan oleh Leo padanya. Dia masih tak mengerti dengan maksud dari suaminya. Apakah Arman sengaja memberikan kejutan ini padanya?
Soraya mencoba mengingat-ingat hari apakah saat ini. Dan ternyata ia baru ingat jika lima hari lagi adalah hari ulang tahunnya.
"Tapi—kalau ini kejutan ulang tahunku, bukankah ini terlalu dini?" batin Soraya. Namun karena rasa percaya dan cinta Soraya pada Arman, laki-laki yang selama ini memperlakukannya bak ratu. Soraya berpikir jika ini memang kejutan untuk ulang tahunnya nanti.
"Kalau begitu saya siap-siap dulu Leo. Tunggu sebentar ya," kata Soraya pada Leo yang masih berdiri di depannya tersebut.
"Baik bu. Silahkan."
Soraya bergegas masuk ke dalam rumahnya dan mengemasi beberapa pakaiannya. Koper besar yang sudah lama tak ia pakai pun diturunkannya dari atas lemari baju dengan susah payah. Soraya begitu bersemangat karena ini liburannya ke luar negeri setelah tiga tahun terakhir.
Setelah selesai, Soraya segera kembali menemui Leo dan mengunci pintu rumahnya karena tak ada orang lain selain dirinya dan juga Arman yang menempati rumah tersebut. Rumah besar yang mereka beli tiga tahun yang lalu. Soraya dan Arman menyatukan uang tabungan mereka untuk membeli rumah impian tersebut.
"Mari bu," ucap Leo. Dia mengambil koper Soraya dan membawanya masuk ke dalam bagasi mobil.
"Oh ya, kata pak Arman kunci rumahnya minta titipkan ke saya saja bu. Biar tidak hilang atau barangkali ibu bisa lupa menaruhnya nanti."
"Benar juga. Ini." Soraya memberikan kunci rumahnya pada Leo. Kemudian mobil mulai berangkat menuju ke bandara.
Tak perlu menunggu lama, begitu sampai di bandara Soraya langsung naik ke pesawat. Karena memang jam keberangkatan pesawat di tiketnya hanya selang satu jam setelah Leo menyerahkannya padanya.
Sementara itu Leo yang sudah menyelesaikan tugasnya mengantar Soraya sampai ke bandara dengan selamat, dan memastikan wanita itu sudah naik ke dalam pesawat kemudian menghubungi atasannya.
"Pak Arman. Bu Soraya sudah naik ke pesawat lima menit yang lalu," kata Leo di telepon.
"Baiklah, kerja bagus. Kamu bisa kembali ke kantor."
"Baik pak."
***
Selama hampir delapan belas jam berada dalam pesawat, akhirnya pesawat yang ditumpangi Soraya mendarat di bandara internasional Amsterdam. Dan kata Leo sebelumnya, sudah ada seorang supir yang akan menjemputnya begitu keluar dari bandara.
Soraya melihat papan nama bertuliskan namanya dipegang oleh pria tua yang sudah menunggunya di depan sebuah mobil. Soraya langsung menghampirinya dan masuk ke dalam mobil taksi tersebut.
Sepanjang perjalanan Soraya sibuk mengangumi pemandangan kota Amsterdam malam itu. Dia juga tidak sabar untuk bisa segera bertemu dengan suaminya. Soraya tak menyangka jika Arman sudah menyiapkan hal sampai sedetail ini untuk memberikannya kado di hari spesialnya.
"Aku juga akan memberimu kado spesial mas," gumam Soraya sambil tersenyum dan mengusap perutnya yang sudah berisi calon buah hatinya dengan Arman.
Setibanya di hotel, Soraya langsung masuk ke dalam kamar hotel di mana Arman suaminya sudah menunggunya sejak kemarin. Namun ketika ia membuka pintu kamar hotelnya. Soraya tak menemukan siapa-siapa di sana.
"Mas Arman?" panggil Soraya. Dia masuk ke dalam dan mencoba mencarinya di seluruh penjuru kamar vvip tersebut.
Di kamar mandi, tidak ada. Di kamar utama, tidak ada. Di ruang santai, juga tidak ada.
Soraya lalu mencoba menghubungi nomor Arman saat itu juga. Tak peduli saat ini jam di Indonesia pasti sudah menunjukkan waktu tengah malam. Soraya butuh kepastian tentang di mana suaminya saat ini.
Namun ketika ia menghubungi nomor Arman, nomor suaminya tersebut tidak aktif. Dan hal itu membuat Soraya menjadi cemas dan bertanya-tanya dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Dan saat Soraya akan menghubungi Leo, dia melihat sebuah amplop yang tergeletak di meja. Soraya yang penasaran menghampiri meja tersebut dan membuka amplop yang ternyata berisi surat dari Arman.
"Soraya sayang… Maaf aku harus langsung kembali ke Jakarta begitu aku sampai di sini karena ada sesuatu yang mendesak di kantor dan aku harus menyelesaikannya sendiri. Maaf kalau liburan kita jadi berantakan, padahal niatnya aku ingin memberikan kejutan ini padamu. Tapi apa boleh buat, ternyata Tuhan berkehendak lain. Setelah selesai aku akan langsung menyusulmu. Jadi bersenang-senanglah di sana selama kamu menungguku. Dari suamimu tercinta, Arman."
Soraya menghela napasnya. Bagaimana dia bersenang-senang sendirian di negara orang dan berada jauh dari suaminya?
"Aku tidak boleh manja. Aku akan menuruti apa kata mas Arman dan menunggunya di sini sampai dia datang. Tapi—kenapa nomornya tidak aktif? Apa dia sedang tidur?" gumam Soraya yang masih gusar karena tak tahu kabar suaminya saat ini.
Beberapa jam yang lalu.
Arman memang datang ke Belanda pagi itu. Dia langsung menuju hotel yang sama seperti yang Soraya pakai saat ini.
Ketika Arman membuka pintu, seorang wanita menyambutnya dengan senyum merekah dan ciuman yang liar, tangannya menarik tubuh Arman masuk ke dalam hotel tersebut.