Menjelang ujian semester dimulai, siswa SMK Samudra Jaya dihebohkan dengan rumor yang membahas tentang liburan nantinya. Banyak dari mereka yang menyambut bahagia berita itu, ada juga sebagian kecil yang sedih karena tak bisa menghabiskan malam pergantian tahun baru bersama keluarga tercinta karena bertepatan dengan jadwal keberangkatan.
Beberapa orang siswa jurusan Tata Boga tampak merenung memikirkan rencana yang akan dilaksanakan tersebut. Mereka duduk di kafe yang ada di seberang sekolah sekalian berdiskusi mengenai rencana para guru yang jarang melakukan kegiatan ini kecuali untuk jurusan Pariwisata.
"Menurut kalian gimana tentang rencana tersebut?" Tyo ketua genk sekaligus ketua kelas membuka pembicaraan yang sempat terjadi keheningan di antara mereka.
"Kalau pendapat gue rencana itu bagus, Yo. Itu artinya guru tahu apa yang kita butuhkan," jawab Melvin sembari menyeruput es capucino favoritnya.
"Lo gimana, Put?" Tyo menatap Putri yang masih sibuk dengan novel misteri dari penulis yang misterius.
Gadis itu melipat bagian novel agar tak kehilangan halaman bacaannya, kemudian ia melirik kelima sahabatnya yang dari tadi belum mengeluarkan suara sedikit pun. Mata Putri teralih pada Tyo yang menatapnya tanpa berkedip. Sejak dulu, Tyo mengagumi gadis mungil yang hobby bermain basket itu tanpa diketahui oleh sahabatnya yang lain dan juga Putri. Komitmen dan janji persahabatan yang dipegang teguh, membuat pria itu terpaksa memendam perasaannya sendiri.
"Gue, sih, fine. Tapi sedikit bingung juga dengan rencana yang mendadak seperti ini. Selain siswa Pariwisata, kita 'kan nggak diizinkan untuk melakukan tour class," ujar Putri yang diikuti anggukan Tyo.
"Itu dia yang gue maksud. Kalian merasa ada yang aneh nggak dengan keputusan komite sekolah? Nggak biasanya hal ini terjadi, apa lagi kita sudah kelas XII dan mendekati UN yang notabane nya kita dilarang untuk bepergian."
Keenam sahabat Tyo saling menatap satu sama lain, membenarkan ucapan pria tersebut yang berujar dengan serius.
"Nggak ada yang salah sebenarnya, apa yang lo katakan memang benar. Nggak biasanya sekolah mengizinkan kita untuk tour class, tapi bisa jadi ini dilakukan supaya kita nggak stress sebelum bertempur nantinya. Positif thinking aja," ucap Geniva yang membuat Tyo menatapnya tajam, gadis itu menunduk saat mata elang milik Tyo tak henti melayangkan tatapan maut.
"Apa yang dikatakan Geni itu benar, Yo. Buang pikiran negatif lo itu jauh-jauh, jangan men-judge hal-hal yang belum tentu terjadi. Kita tahu apa yang lo rasakan saat ini." Vano yang sedari tadi diam sembari memainkan botol kecap yang berada di atas meja, membuka suara.
Ketujuh sahabat itu terdiam, Tyo membenarkan posisi duduknya yang semula menyender pada sandaran kursi dengan lebih tegap lagi agar apa yang akan dikatakannya kali ini dapat dipahami oleh mereka.
"Sorry, gaes. Gue nggak bermaksud membuat lo semua khawatir, gue nggak mau lo kenapa-napa nantinya." Tyo mengusap wajahnya kasar sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Gue dapat bisikan yang datangnya entah dari mana. Sudah seminggu sejak informasi itu diberikan, tiap malam gue terus mendengar ada sesuatu yang berbisik di telinga. Meski gue berusaha untuk memfokuskan diri dan berharap itu hanya khayalan saja, tapi bisikan itu terus terdengar bahkan gue mengalami mimpi buruk." Kelima sahabatnya terkejut, kecuali Putri yang nampak biasa saja mendengar penuturan itu.
"Lo serius?" tanya Melvin memastikan.
"Kalian semua tahu 'kan, apa yang gue takutkan selalu menjadi kenyataan. Kali ini nggak cuma takut, tapi gue juga merinding dibuatnya," lanjut Tyo yang membuat Agnia bergidik ngeri.
"Nia nggak ikutan, ah. Takut sama cerita Tyo."
"Yo, kita akan kena denda kalau nggak ikut dalam tour class ini." Lingga angkat suara, gadis tomboy itu memiliki peran penting dalam hubungan mereka. Setiap keputusan yang mereka ambil menemui jalan buntu, Lingga datang sebagai peri penyelamat yang membuat mereka menghargai setiap ucapannya.
"Iya, Ling. Tapi, pasti ada jalan lain agar kita nggak ikut gabung nantinya," ucap Tyo.
Lingga tampak berpikir, begitu pun yang lain. Mereka berharap ada keajaiban yang akan menyelamatkan mereka sehingga perjalanan tersebut tak jadi dilakukan. Putri terus menatap Tyo yang kelihatan gusar sekaligus takut dengan apa yang dialaminya.
"Nanti gue coba usul ke wali kelas agar tour class itu diganti dengan tugas saja," ujar Lingga yang mendapat sambutan baik dari sahabatnya. Mereka tersenyum mendengar itu, semoga usaha Lingga membuahkan hasil.
***
Matahari tepat berada di atas kepala, panasnya kali ini tak dapat ditoleransi lagi dan membuat siswa bermalas-malasan. Hari ini siswa SMK Samudra Jaya tidak ada kegiatan belajar-mengajar dikarenakan seluruh guru dan staff tengah melakukan rapat dengan komite sekolah mengenai keputusan final tentang tour class setelah ujian semester nantinya.
Tyo duduk di taman belakang sekolah sembari menyender pada pohon beringin besar yang ada aura mistisnya. Pria itu tertidur dengan earphone terpasang di telinga. Putri menghampiri dan duduk di samping Tyo tanpa diketahuinya, gadis itu membuka earphone tersebut dan membuat Tyo membuka mata.
"Put, lo ngapain di sini?" tanyanya kaget sekaligus gugup.
"Lo sendiri ngapain di sini? Masih memikirkan tentang bisikan itu?" tanyanya balik. "Santai aja kali, Yo, nggak usah terlalu dipikirkan."
"Lo nggak akan ngerti gimana rasanya dibisikin sesuatu yang entah dari mana."
"Gue tahu gimana rasanya, bahkan gue lebih paham dan mengerti apa yang lo rasakan saat ini." Tyo menatapnya serius. Pria berkulit sawo matang dengan senyum yang menawan itu mengerutkan kening saat Putri tersenyum tipis yang membuatnya semakin terlihat ambigu.
"Bukan lo aja yang dapat bisikan itu, gue juga." ucapan Putri berhasil membuat Tyo mengalihkan pandangan seratus persen padanya. Ia tak menyangka jika ada orang lain yang merasakan hal misterius itu selain dirinya.
"Jangan becanda, Put. Nggak lucu." Tyo memalingkan wajah sejenak.
Hal yang paling ditakutkan Tyo adalah ketika orang yang paling dia sayangi, merasakan apa yang seharusnya dia sendiri yang merasakannya. Tyo tidak ingin sahabatnya yang lain bisa mendengar pesan yang berupa bisikan aneh itu.
"Gue serius, Yo. Semalam gue menerima pesan itu yang mengatakan kita nggak boleh ikut dalam tour class." Putri menatap Tyo lama, raut wajahnya menampilkan keseriusan.
Tyo terdiam sejenak. Bukan hanya dirinya yang bingung dengan bisikan ghaib itu, tapi dia juga tidak mengerti maksud dari bisikan tersebut. Apa dan kenapa dia dan Putri bisa merasakan dan mendengar pesan ghaib itu? Apa mungkin ini berhubungan dengan keselamatan? Atau hanya perasaan mereka saja?
"Jadi, bukan cuma gue yang bisa mendengar pesan itu." Tyo bergumam pelan, tapi masih bisa di dengar oleh Putri. "Selain kita berdua, apa teman yang lain juga mendapat pesan itu?" tanyanya yang kembali menatap Putri.
Putri berusaha mengingat sesuatu. Saat di kelas bahkan berkumpul tadi pun, tak satu pun dari sahabatnya yang menyatakan dapat bisikan itu. Hanya Tyo yang memang dari dulu sudah bisa merasakan kehadiran dari makhluk halus. Tyo juga sering mendapat bisikan, tapi tak pernah dihiraukannya.
"Kayaknya nggak ada, cuma kita berdua," ujar Putri.
Tyo mengangguk pelan, kemudian bangkit dan berjalan beberapa langkah. "Jangan beritahu siapa pun mengenai bisikan yang lo dapat itu, Put. Gue nggak mau sahabat kita menjadi penakut nantinya."
"Maksud lo?" tanya Putri bingung. Gadis itu berdiri dan menghampiri Tyo yang masih membelakanginya.
"Gue nggak bermaksud apa-apa. Gue cuma ingin mereka tidak berpikir yang aneh-aneh nanti. Kita harus cari tahu dulu mengenai bisikan itu. Siapa tahu hanya perasaan kita saja," ucap Tyo berbalik dan menatap Putri lama.
Putri menggeleng. "Nggak, Yo. Gue yakin ini pertanda akan terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan nantinya. Ini bukan pesan biasa, Yo. Kita bahkan tahu bahwa kita hidup berdampingan dengan mereka. Ini merupakan petunjuk agar kita membatalkan perjalanan itu."
Tyo menarik napas berat. Pria itu tak mengerti lagi cara memberitahu Putri yang sebenarnya. Gadis itu terlihat pendiam dari yang lain, tapi dia juga yang paling sensitif. Tyo tahu dari dulu perkataan Putri tak pernah salah. Namun, dia bingung harus bagaimana? Menentang keputusan komite sekolah bukanlah ide yang bagus.
"Gue tahu, Put. Kita tunggu keputusan Lingga dulu, dia akan menemui wali kelas kita. Siapa tahu Bu Devi bisa mengerti dengan apa yang diucapkannya nanti." Tyo berujar sangat lembut, membuat Putri tak bisa berkata-kata lagi.
Mereka berdua sama-sama terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Baik Putri maupun Tyo lebih memilih beranjak dari sana dan bergabung dengan yang lain di kelas. Semoga saja Lingga membawa kabar yang baik untuk mereka semua.
Bukan pesan misterius itu yang aku takutkan, tapi aku khawatir kamu sampai kenapa-napa.