Pelatihan yang kembali dilaksanakan itu membuat Dea sudah mulai terbiasa dengan tempat dan juga semua teman-teman barunya. Dilihat dari latar belakang pendidikan, sepertinya hanya Dea satu-satunya yang menyandang gelar sarjana, serta usianya yang paling tua diantara para gadis lainnya yang kini mengikuti pelatihan. Tapi, tak mengecilkan niatannya untuk tetap menggapai keinginannya. Dea tak ingin uang sang ibu yang sudah digunakan untuk biaya kuliahnya harus terbuang sia-sia, lantaran dirinya yang tidak bersungguh-sungguh dalam bekerja.
Baru berjalan selama lima belas menit, secara mendadak salah seorang pegawai dari salon ada yang menghampiri ruang pelatihan ini dengan wajah yang sedikit kelelahan akibat berlari. Seluruh atensi terarah padanya, seorang wanita berambut cokelat sebahu tengah memegang kusen pintu, menyembulkan kepalanya seraya berbicara pada instruktur. "Apa ada yang bernama Dea?" tanya wanita itu disisa nafas tersengal.
Kontan gadis itu segera mengangkat tangan kanannya, kendati dengan raut wajah yang kebingungan, Dea berdiri dari kursinya. Atas izin dari instruktur itu, Dea menghampiri wanita yang masih menunggunya. Sepatunya saja baru berhenti di depan ruangan pelatihan, pergelangan tangannya langsung ditarik meninggalkan tempat itu. Entahlah, Dea juga tidak tahu mau dibawa kemana dirinya ini, dan lagi, mereka sedikit berlari ketika menuju salon.
Tak ada suara dari mereka berdua saat Dea dibawa menuju salon. Pun Dea sendiri juga tidak berani untuk bertanya, karena dia lebih memilih untuk melihatnya langsung. Yang tadinya sudah merasa lebih baik, sekarang dia kembali berdegup, masih penasaran dengan apa yang akan terjadi padanya setelah ini.
Begitu membuka pintu salon itu, Nara langsung mendapat lambaian tangan dari pemilik salon ini. Dengan senyuman ramah, dia berjalan menghampiri wanita itu, berdiri didekat meja besar yang terdapat keran air dibelakang meja itu. Dea memperhatikan dengan teliti apa yang tengah dilakukan oleh pemilik salon ini.
"Dari semua peserta pelatihan, hanya dirimu yang memiliki ijazah kuliah. Kurasa kau yang memiliki banyak pengetahuan dibidang kecantikan," ucap wanita itu. Dia mengeluarkan beberapa kotak yang berisikan semua kuas serta beauty blender yang kotor. Gadis itu disuruh untuk membersihkan semua benda itu. "Kau tahu 'kan cara membersihkannya? Tolong jangan sampai tercampur, ya," kata wanita itu lagi.
Dea hanya mengangguk seraya mengambil alih tempat yang sebelumnya digunakan oleh pemilik salon ini. Dengan helaan nafas panjang, Dea segera membersihkan semua kuas dan beauty blender sesuai dengan perintah. Sejujurnya, sedikit gugup karena hari pertamanya langsung dikejutkan dengan hal seperti ini. Maklum, Dea belum memiliki pengalaman bekerja, jadi cukup terkejut dan gugup diwaktu yang bersamaan. Seutuhnya dia memberikan semua fokus pada pekerjaan ini, walaupun terbilang tidak menyulitkan Dea, tetapi dirinya tak ingin ada barang yang tertukar tempatnya. Jangan membawa kesan buruk pada seseorang yang telah memberikan kepercayaan.
Kedua tangannya telah bergerak untuk melakukan pekerjaan pertamanya. Mungkin belum bisa dikatakan sebagai pekerjaannya, karena seharusnya dia masih harus ikut pelatihan. Bisa jadi, tugasnya ini karena ketidakhadiran pegawai yang biasanya menangani. Intinya, Dea melakukan tugas ini tanpa mengharapkan apapun. Namun, jika memang membuatnya mendapat keuntungan, Dea akan sangat berterima kasih. Misalnya seperti sekarang, dia bisa melihat para artis yang duduk manis di depan cermin, ditangani oleh beberapa pegawai.
Siapa yang akan menyangka Dea kembali bertemu dengan Julio setelah lima tahun berlalu? Gadis itu menyadarinya lebih dulu, dengan segera Dea merendahkan tubuhnya ke bawah meja kala Julio melewatinya. Walaupun hingga saat ini dia masih mengidolakan artis laki-laki itu, Dea masih sedikit takut lantaran ingatan masa lampaunya masih terbayang jelas. Ciuman itu tak pernah lepas barang sedetikpun dari ingatannya. Justru, semakin dilupakan, ingatan itu semakin menempel kuat.
"Apa sudah selesai mencuci semua kuasnya?"
Dea terlonjak, hampir saja kepalanya terbentur meja. Gadis itu terkekeh kecil kala melihat seorang wanita yang menegurnya. Kembali berdiri dengan cengengesan, lantas melanjutkan apa yang sudah tugaskan untuknya. Ritme jantungnya ini tak dapat beraturan, masih merasa was-was jika Julio melihat keberadaannya di salon ini. Dea sendiri juga tak tahu jika ini adalah salon yang didatangi oleh laki-laki itu. Menambah kecepatan adalah cara paling bagus untuk cepat menyelesaikan dan kembali ke ruang pelatihan.
Semua yang diinginkan memang tidak selalu sesuai dengan kenyataannya, yang sebenarnya Dea telah menyelesaikan pekerjaannya, secara mendadak gadis itu dipanggil kembali untuk membantu seorang pegawai yang membutuhkan asisten. Dengan menelan salivanya cukup kesulitan, maniknya sempat melihat ke arah sekitar guna memastikan Julio tak berada di sana. Sepertinya memang Dea saja yang terlalu percaya diri, kejadian itu sudah bertahun-tahun lamanya, bisa jadi Julio juga telah lupa dengan wajahnya ini.
Berkali-kali Dea menghela nafasnya, melakukan semua yang disuruh. Seperti mengambilkan gel rambut, atau peralatan pemangkas rambut yang lainnya. Namun, ditengah-tengah langkahnya yang akan kembali setelah mengambil barang itu, Dea melihat seorang pegawai yang kesulitan membawa alat pengering rambut, lantaran tangan wanita itu penuh dengan peralatan lainnya.
Gadis itu turut berjongkok mengambil beberapa barang lainnya yang juga terjatuh ke lantai. Namun, belum saja Dea berdiri, seorang laki-laki yang sedari tadi dia hindari itu berhenti di depan tubuhnya, suaranya mengalun dan membuat Dea mematung di tempat. Dari ekor matanya, Julio tengah menunjuk ke arahnya.
"Aku rasa kau orang yang kukenal," katanya.
Dengan gerakan pelan, gadis itu membalas tatapan Julio yang tertembak tepat ke arahnya.
"Bukankah terbalik? Kau adalah orang yang aku kenal dari televisi. Mana mungkin artis sepertimu mengenaliku," balas Dea yang berusaha tenang ketika membalas kalimat artis laki-laki itu.
Tak ada balasan apapun dari Julio, Dea membawa tungkainya pergi meninggalkan Julio yang masih terdiam, menuju pegawai yang membutuhkannya. Berbicara dengan Julio untuk yang kedua kalinya tidak membuatnya terbiasa, karena laki-laki itu masih menjadi artis kesukaan Dea. Hanya saja, untuk dimasa saat ini, Dea bisa menanggapi dengan bahasa yang lebih dewasa. Jangan dikira Dea juga tenang setelah selesai melakukan konversasi singkat bersama Julio, dirinya justru semakin khawatir semisal akan kembali bertemu penyanyi sekaligus aktor itu di tempat ini.
Memang seharusnya dia bahagia bisa sering bertemu dengan sang idola, apalagi Dea sangat terpikat pada visual mematikan Julio. Tak peduli seberapa banyak tato yang berada di lengan kanannya, tidak mengubah pandangan Dea pada Julio. Iya, baginya Julio itu tampak seperti bayi, dari wajah dan tingkahnya saja lebih banyak terlihat seperti bayi daripada laki-laki dewasa. Andai kejadian lima tahun lalu tak terjadi, Dea tak akan menghindari pertemuan kedua mereka ini. Kapan lagi dia bisa berada di atap yang sama dengan sang idola?
"Kuharap dia tidak mengenaliku," ucapnya dalam batin.