Chereads / Surrealistic Lucelence (Andrea den Svard) / Chapter 6 - Tiga Belas dari Dua Satu

Chapter 6 - Tiga Belas dari Dua Satu

Lucelence Art Technology

Gothenberg, Swedia

21 Maret 2058

02.11 PM CEST

Andrea memarkirkan sepeda di shelter terdekat sesampainya di pelataran gedung utama Lucelence Art Technology siang itu. Lumayan lelah juga, karena Andrea memilih untuk langsung menemui Mark Odhern, calon pembeli lukisannya, alih-alih beristirahat sejenak di apartemen usai menempuh perjalanan darat selama hampir tujuh jam dari Visby. Mark sudah mengatakan lewat pesan singkat bahwa tidak masalah jika Andrea terlambat sedikit, namun Andrea tidak mau kehilangan kesempatan atau sekedar mengurangi disiplinnya di hadapan calon pembeli.

Sekali lagi Andrea memeriksa pesan singkat dari Mark, memastikan bahwa ia berada di tempat yang benar.

"Di lobi. Celana jeans hitam, kemeja putih, dan jas biru dongker. Seperti apa orangnya?" Andrea memperbesar foto profil Mark, mengingat parasnya sebelum melangkah masuk ke dalam gedung besar futuristik itu.

Sejujurnya Andrea sedikit canggung, ia tak terbiasa dengan kemewahan, bahkan untuk sekedar masuk ke gedung perusahaan teknologi yang memang sewajarnya bergaya seperti itu.

Setelah sepuluh menit berjalan dan mencari sosok yang sekiranya terlihat seperti Mark di lobi, akhirnya Andrea mendekat pada seorang pria yang tengah sibuk dengan ponselnya di pojok kanan dekat dinding kaca. "Permisi, apakah kau adalah Mark Odhner?" tanyanya sopan.

Pria berkacamata itu terkesiap, lantas tersenyum dan beranjak berdiri, "Ya, aku Mark. Kau pasti Andrea Stenstorm, bukan? Silakan duduk."

Andrea tersenyum simpul, menarik kursi besi di hadapan Mark selagi pria itu meminta seorang barista yang kebetulan melintas dekat mereka untuk membawakan beberapa kopi dan makanan.

"Senang bertemu denganmu, Andrea. Apakah kau benar-benar datang dari Visby hari ini?"

"Ah, ya. Kebetulan aku sedang berlibur disana dan lekas kembali setelah kau menghubungi untuk bertemu. Ngomong-ngomong, apakah kau sedang membutuhkan lukisanku?" tanyanya langsung pada poin inti. Maklum, Andrea tidak pandai berbasa-basi, sekaligus tidak mau berlama-lama di tempat itu.

Mark lantas mengangguk, "Ya, tentu saja. Karena itu aku mengundangmu datang kesini, bukan?" ujarnya, lebih lanjut beramah tamah. Di matanya Andrea terlihat sangat kaku dan terburu-buru. Itu bukan gaya yang disukai Mark.

"Ah, ya. Benar juga."

"Aku sangat menyukai lukisanmu, Andrea. Jika kau ingat, aku juga pernah membeli satu, mungkin sekitar... tahun lalu?"

Andrea mengerutkan dahi, berpikir dan mengingat-ngingat, "Benarkah? Aku lupa. Apakah kau sangat menyukai lukisan surealisme sebagai hobi?"

Mark mengangguk, "Ya, tetapi sebenarnya temanku lebih menyukainya. Dia seorang kolektor, dan dia juga yang membayar lukisan-lukisanmu. Seharusnya dia ikut menemuimu siang ini, tetapi dia ada pekerjaan lain," ceritanya panjang lebar.

Andrea hanya mengangguk sebagai respon, lanjut menerima secangkir americano hangat dari barista tadi yang baru saja datang mengantar pesanan. "Terima kasih," ucapnya.

Barista itu balas tersenyum, "Terima kasih kembali, Nona. Apakah Svard membeli lukisan lagi?" tanyanya, pada Mark yang sudah lebih dulu menyesap kopi.

Mark mengangguk, "Ya, bosmu yang gila seni itu sepertinya akan membeli satu geleri secara utuh kali ini."

Andrea hampir saja tersedak usai mendengar perkataan Mark barusan. Ia tidak tahu siapa itu Svard, bos, dan galeri apa yang dimaksud dalam percakapan dua pria itu. Tapi itu terkesan tertuju padanya, jika boleh ia percaya diri.

"Jangan terkejut, Andrea. Itu memang benar. Calle Svard, pemilik perusahaan ini juga sangat menyukai lukisanmu. Aku menunjukkan galeri seni online milikmu padanya, dan dia ingin membeli lebih dari setengah lukisanmu. Dari dua puluh satu, ia ingin membeli tiga belas."

Andrea membulatkan matanya sempurna. Penjumlahan dan perkaian angka yang mengasilkan ribuan dolar dan krona seketika muncul di benaknya. "Yang benar saja, Mark? Aku bahkan tidak pernah menemukan seseorang yang membeli lukisanku lebih dari sekali," ujarnya, menyangkal sebelum terlalu berhalusinasi.

"Sepertinya tidak juga, buktinya aku mewakili Svard telah membeli lukisanmu kembali, bukan?" Mark menaikkan sebelah alisnya, mengeluarkan sedikit kemampuannya menggoda wanita.

Andrea menghela, mengangguk kemudian, "Baiklah, aku sangat berterima kasih. Bisa kalu pilihkan lukisan mana saja yang ingin kalian beli?"

"Tentu saja. Aku sudah membuat daftarnya. Oh ya, ngomong-ngomong, sering-seringlah memeriksa galeri onlinemu, Andrea. Calon pelanggan mungkin pergi begitu saja karena kau jarang berpromosi. Itu juga memberi kesan bahwa studiomu tidak lagi aktif," sarannya seraya menunjukkan daftar lukisan yang ingin dibeli.

"Ah, benar juga ya. Jujur saja, aku sangat tidak percaya diri dengan galeri itu, maka aku terkesan mengabaikannya. Aku juga minta maaf karena meresponmu lambat."

"Tidak masalah. Yang penting Svard akan segera mendapatkan koleksi lukisan surealisme terbarunya. Apa kau akan mengantarkan lukisan-lukisan itu dari Visby, atau darimana?"

"Ya, galeri fisiknya ada di Visby meskipun aku lebih aktif bekerja disini."

"Kau bekerja disini? Sebagai apa?" Mark mendadak antusias. Bukankah ini kesempatan bagus untuk merekrut talenta baru perusahaan?

"Ya, aku masih bekerja sebagai asisten dosen di universitas tempatku kuliah. Aku belum... menemukan pekerjaan lain setelah lulus," jawab Andrea canggung, merasa malu dan menganggap dirinya pengangguran.

"Ah, jadi kau sedang butuh pekerjaan juga?" tanya Mark. Ia lantas menunjuk layar besar di belakang Andrea, dekat pintu masuk lobi. Tampak iklan seputar Glimms, LUBEL, dan wacana Digital Art Galery terputar disana. "Apa kau sudah tahu bahwa sebentar lagi Lucelence akan membuka kesempatan besar untuk para pelukis? Jika belum, biar kuberitahu sedikit bocorannya."

Andrea mengangguk usai melihat iklan yang ditunjuk Mark, "Aku sudah mendengarnya, kemarin aku juga datang dalam presentasi peluncuran Glimms."

"Oh ya? Lalu bagaimana? Apakah kau tertarik untuk menjadi kontributor?" Mark langsung pada tujuannya. "Percaya padaku, menjadi kontributor di Lucelence dan LUBEL akan sangat menguntungkan dibanding melukisa seperti biasa. Kau juga berbakat."

"Ya, orang-orang mengatakan seperti itu. Tapi sampai saat ini aku belum menemukan alasan lain kenapa aku harus bergabung selain karena insentifnya yang besar, dan status sebagai karyawan tetap di Lucelence." Andrea jujur-jujur saja dengan pendapatnya saat ini, padahal jelas-jelas terlihat bahwa Mark adalah orang berpengaruh di Lucelence yang bisa saja merekrutnya dari jalur belakang.

Namun Mark sepertinya tak mau menyerah, malah ia mengeluarkan kartu namanya, "Pikirkanlah lagi, dan hubungi aku di nomor ini jika kau berubah pikiran, Andrea."

"Ah, tapi..."

"Jangan menolak. Aku buru-buru hari ini, semoga kita bertemu lagi nanti. Aku sudah mengirimkan bayaran untuk tiga belas lukisan yang Svard beli sesuai harga yang tercantum di galeri online ke rekening pembayaranmu. Bisakah kau mengirimkannya dalam tiga hari?"

Andrea gelagapan, Mark mendadak berbicara sangat tergesa, "Ya, aku akan mengirimnya segera. Tapi kemana? Apakah ke kantor ini?"

"Bukan, tapi ke Malmo. Aku akan mengirimkan alamatnya padamu nanti."