Chereads / Istri yang Selalu meremehkanku / Chapter 3 - Bertengkar Lagi

Chapter 3 - Bertengkar Lagi

Jam 4 sore aku pun sampai rumah. Seperti biasanya selalu di suguhkan dengan mulut mulut jahat istriku Lisa.

"Gimana perkembangan di kantor, mas?" Tanya Lisa yang masih fokus dengan hape nya di tangan.

"Apa yang gimana Lis?"

"Kamu tuh ya mas pura-pura gak paham atau bodoh sih?"

"Bisa ngomong yang baik gak kamu Lis? Kok kamu seperti tidak menghargai aku sebagai suamimu? Mana Lisa ku yang dulu?" aku menatapnya sendu.

"Ckk apa katamu Lisa yang dulu? Lisa yang dulu sudah gak ada sudah mati mas! Kamu mau aku menghargai mu berikan aku uang sebulan 6 juta dan buat rumah ini sebesar melebihi tetangga kita itu!" Lisa berteriak .

"Astaghfirullah istighfar Lis" aku terus mengelus dadaku, sesak rasanya tidak dihargai seperti ini.

"Istighfar-istigfar terus capek aku mas"

Ketika Lisa ingin beranjak meninggalkan ku, aku cepat menarik tangannya.

"Lis semua butuh proses, kamu bisa kan sabar nunggu aku? Aku sayang dan cinta sama kamu Lis, apakah kamu sudah tidak mencintaiku Lis?"

"Aku kan sudah bilang aku tunggu kamu dalam setahun ini. Jujur aku sudah hilang respect sama kamu aku udah gak cinta sama kamu, cintaku sudah hilang denganmu, hidup itu butuh uang, uang bukan segalanya tapi hidup butuh uang kalau tidak makan apa hah? makan cinta? Dulu aku bodoh memang aku kira makan cinta kenyang eh ternyata aku tolol gak kenyang mas!"

"Astaghfirullah jadi kamu menyesal menikah denganku? "

"Iya lebih tepatnya seperti itu"

"Astaghfirullah dosa Lis berbicara seperti itu kepada suami, jangan sampai kamu menjadi istri yang durhaka Lis"

"Bodo amat, kalau kamu belum bisa bikin rumah sebesar tetangga kita lah minimal aku gak akan menghargai mu mas, gak Sudi!"

Hardiknya kepada ku lalu Lisa pergi meninggalkan ku di ruang tamu.

Aku terduduk di sofa sambil memijit kening ku, lelah rasanya, ingin menangis saja seperti ini. Seharusnya sebagai istri ia bisa bersabar, memberikan semangat kepada suaminya, bukan malah memarahi dan membentak ku seperti ini.

Aku seperti tidak ada harga diri di depannya.

Rumah ini seperti neraka saja, seharusnya rumah adalah surga dunia namun tidak denganku.

Istriku Lisa memang sering mendatangi rumah Dirman dan istrinya sering terlihat mengobrol akrab, aku tidak tahu mengapa mereka akrab sekali apalagi dengan Dirman. Padahal kan aku dan Lisa baru tinggal di sini , hanya sebulan.

Selama sebulan semenjak pindah ke sini istriku benar-benar hilang bukan seperti Lisa yang aku kenal. Lisa yang selalu marah-marah dan merendahkan ku dan selalu membandingi diriku dengan tetangga sebelah yaitu Dirman.

Aku kecewa pada Lisa, baru sebulan sudah dapat pengaruh besar dari Dirman dan istrinya.

Malam ini aku bersujud dan bermunajat kepada Allah, aku mencurahkan segala kegundahan ku.

"Ya Allah aku sangat lelah menghadapi ini semua, aku tidak sanggup ya Allah, beri aku kekuatan menghadapi istriku, aku pasrah ya Allah, beri aku keikhlasan ya Allah dalam menerima ujian ini".

Air mata yang kutahan daritadi akhirnya menetes juga, sungguh aku tidak kuat.

Tiba-tiba Lisa membuka pintu kamar.

"Sholat terus gak juga kaya ckk" tersenyum sinis .

"Astaghfirullah jangan ngomong begitu Lis, rejeki, jodoh, maut itu sudah Allah yang atur, kita hanya disuruh untuk menjalankan kewajiban 5 waktu, ikhtiar, doa dan ber husnuzon kepada Allah."

"Ceramah terus mas, capek telinga aku dengar kamu mas!"

"Aku gak ceramah itu hanya mengingatkan mu Lis bahwa jod...." belum selesai aku berbicara istriku sudah memotongnya.

"Jodoh maut dan rejeki udah di tangan Allah" sambil memeragakan cara bicara mas Rendi.

Aku memegang tangannya, ingin sekali aku menamparnya jika tidak ingat ia istriku.

" Kamu bisa tidak kalau aku berbicara jangan dipotong Lis? Aku sudah menahan sabarku dari tadi" aku menaikkan suaraku dan mencengkeram tangan Lisa.

"Apasih mas? Sakit nih tangan ku! Lepas gak!" Lisa berteriak.

Aku yang sadar langsung melepaskan cengkraman tangannya. Aku khilaf sungguh Lisa selalu memancing emosi ku.

"Maaf kan aku Lis aku tidak sengaja" aku berusaha menyentuh tangann yang aku cengkram tadi.

"Gak usah pegang-pegang, kamu jahat mas!" Dia menepis tanganku lalu melempar guling dan bantalku di hadapanku.

"Kamu tidur di sofa aja, gak Sudi aku tidur dengan mu yang miskin, sudah miskin kasar lagi"

Lisa mendorongku hingga aku terjerembab ke lantai, lalu Lisa menutup pintu kamar dengan keras.

Sungguh sakit perlakuan Lisa terhadapku. Aku memunguti bantal dan gulingku lalu aku mulai merebahkan badan ku di sofa ini.

"Sampai kapan aku harus sabar?" aku bergumam.