"Baiklah Bunda ... abang akan jaga adik-adik," ucap anak sulung Lira yang langsung keluar kamar sang bunda ketika mendengar perintah itu.
Setelah sulung keluar Lira kembali membuka berkas hasil di rumah sakit tadi dengan air mata yang tidak tertahankan lagi.
"Apa dosaku sehingga aku harus mengalami penyakit yang mengerikan seperti ini? Aku tidak mau mati ... aku masih mau terus menulis, dan cita-citaku menjadi seorang penulis terkenal belum tercapai sama sekali," batin Lira dengan berderai air mata.
Lira sangat terpukul sekali mendengar berita yang disampaikan oleh Dokter, karena dalam satu bulan terakhir ini sudah dua kali Lira mendengar berita yang tidak mengenakkan di telinganya.
"Kenapa bunda menangis? Apa adik nakal?" tanya si bungsu.
"Tidak apa-apa sayang, adik tidak nakal kok. Adik mau apa? Apa adik mau sesuatu?" tanya Lira, karena biasanya jika si bungsu mendekatinya pasti dia akan meminta sesuatu.
"Mm ... Bunda apa boleh adik minta uang mau jajan?" tanya si bungsu dengan tersenyum kecil, lalu Lira tanpa berkata lagi langsung mengeluarkan uang dari dalam dompetnya, dan memberikannya pada si bungsu.
"Ini sayang ambillah," jawab Lira.
"Terima kasih banyak Bunda," sahut si bungsu lalu dia berlari keluar rumah, dan kembali bermain lagi.
"Tidak terasa sekarang sudah jam tiga sore, dan aku belum daily hari ini, padahal biasanya setiap jam dua aku sudah daily. Aku harus tenang agar bisa terus menulis, tapi kenapa aku sama sekali tidak bisa berpikir sama sekali? Aku tidak bisa menulis, dan memikirkan satu kata pun." Lira menghapus air matanya berkali-kali, dan berusaha untuk tenang, tapi air matanya masih tetap terus mengalir deras, bahkan dia sama sekali tidak bisa menulis, walaupun sudah dicoba berkali-kali.
"Sebaiknya aku mandi saja mungkin dengan begitu aku bisa lebih tenang." Lira lalu berdiri, dan masuk ke dalam kamar mandi membersihkan dirinya, setelah selesai dia segera melaksanakan kewajibannya kepada sang pencipta yang telah memberikannya penyakit.
"Abang ... kakak mandilah sudah sore, Nak jangan lupa ajak adik kalian." Lira mengingatkan ketiga anaknya, setelah dia selesai beribadah.
"Iya Bunda," jawab anak keduanya yang berjenis kelamin perempuan.
Setelah ketiga anaknya makan malam Lira mencoba untuk fokus menulis, karena dia sekarang adalah seorang penulis jadi, apapun yang terjadi pada masalah pribadinya, dia tetap tidak boleh melupakan semua tugasnya sebagai seorang penulis.
"Akhirnya aku bisa menyelesaikan dailyku untuk hari ini juga, walaupun dengan perjuangan yang sedikit berat, tapi aku tetap bisa juga melakukannya dengan baik. Aku juga tidak boleh asal menulis, karena aku tidak boleh merusak namaku sebagai seorang penulis," gumam Lira setelah dia menyelesaikan dailynya untuk hari ini.t
Waktu semakin lama semakin cepat berlalu, dan tidak terasa sudah jam delapan malam yang artinya waktunya suaminya Lira pulang dari bekerja.
Lira sudah menyiapkan kopi untuk suaminya, karena sang suami biasa minum kopi seduh siap saji.
"Bagaimana hasilnya Bunda? Apa kata Dokternya? Dan bagaimana dengan hasil dari operasi pertama Bunda?" tanya sang suami yang bernama Bagas, ketika mereka sedang duduk santai berdua, dan ketiga anak Lira juga sudah pada tidur.
"Dokter bilang sudah ada bibit kanker servik di rahim Bunda, dan jika dalam 4, atau 5 tahun lagi tidak dioperasi maka akan menjadi kanker servik," terang Lira yang membuat sang suami membulatkan matanya karena terkejut.
"Apa aku tidak salah dengar? Kenapa harus dioperasi lagi? Enggak sayang pokoknya aku nggak setuju kau dioperasi lagi," tegas Bagas ketika mendengar penuturan istrinya.
"Lalu apa yang harus aku lakukan, Mas? Aku juga tidak mau dioperasi, tapi penyakit yang kuderita mengharuskan aku menjalani operasi," sahut Lira yang tetap menahan air matanya agar tidak keluar.
"Terserah ... aku tidak tahu, tapi yang pasti aku tidak setuju kau dioperasi, dan kalau kau masih kekeh mau dioperasi juga maka aku tidak peduli lagi padamu." Bagas berdiri hendak meninggalkan sang istri di kamarnya, tetapi dicegah lagi sama Lira.
"Mas jangan seperti itu aku juga tidak mau sakit, dan aku juga takut dioperasi, tapi mau bagaimana lagi? Kalau penyakitku yang mengharuskan aku untuk dioperasi."
"Ya sudah, kalau kau sudah memutuskan mau operasi maka silahkan saja aku tidak akan memaksamu malah aku akan mengijinkanmu sudah titik jangan dibahas lagi," bentak Bagas, kemudian dia pergi meninggalkan Lira di kamar sendirian.
Lira menangis sejadi-jadinya ketika sang suami sudah pergi dari kamar mereka. "Kenapa harus seperti ini Mas? Kenapa Mas tidak setuju aku dioperasi? Padahal aku sangat membutuhkan dorongan penyemangat dari Mas Bagas, kalau bukan Mas Bagas yang memberikan aku suport lalu siapa lagi? Kalau orang tuaku masih ada mungkin aku tidak merasa kesepian seperti ini," batin Lira yang masih sangat sedih.
"Sudahlah jangan menangis lagi, ayo tidur saja hari sudah semakin larut. Aku,kan sudah setuju kau dioperasi lalu apa lagi yang membuatmu menangis?" tanya Bagas yang baru masuk kembali ke dalam kamarnya.
Lira tidak membantah, tetapi dia langsung berbaring saja di ranjang setelah itu memejamkan matanya mencoba untuk tertidur, walaupun matanya sama sekali tidak mengantuk.
Ayam jantan sudah berkokok dengan nyaring menandakan hari sudah pagi. Seperti ibu rumah tangga biasa itulah kegiatan yang selalu dilakukan oleh Lira setiap hari, tapi tidak setelah Lira selesai melakukan operasi pertamanya.
"Kakak ... antar Bunda ke kamar mandi, Nak." Anak kedua Lira menoleh, dan mendekati bundanya.
"Iya Bunda ...," sahut anak perempuannya, lalu dia pun membantu bundanya dengan cara menggandenganya ke kamar mandi.
"Terima kasih sayang ... cukup sampai di sini saja ya, kalau untuk berjalan kembali ke kamar Bunda bisa sendiri, jangan lupa buatkan ayahmu kopi" ucap Lira kepada putrinya.
"Baik Bunda," sahut sang putri yang langsung membuatkan ayahnya kopi sachet siap seduh, sedangkan dua puluh menit kemudian Lira sudah selesai mandi, dan dia berjalan sendiri ke dalam kamarnya.
Lira hanya bisa melakukan aktifitas biasa saja, tapi jika mengangkat barang-barang yang berat maka perut Lira akan kembali sakit. Rasa sakit karena mengangkat berat sama dengan rasa sakit ketika obat biusnya habis setelah dia selesai dioperasi.
"Kakak buatkan bundamu susu ... Ayah mau pergi kerja dulu." Bagas yang masih kesal dengan sang istri pergi kerja tidak berpamitan kepadanya, tetapi dia masih tetap memikirkan istrinya dengan menyuruh sang putri membuatkannya susu.
"Iya Ayah," sahut sang putri lagi yang bernama Laura, dia dengan patuh segera membuatkan sang bunda susu agar bundanya bisa cepat sehat lagi.
Laura sosok anak yang penurut, dan suka membantu orang tuanya, tapi kalau sedang marah Laura sama sekali tidak memandang siapa lawan yang dia marahi itu karena Laura anak yang penurut maka satu kali saja sang bunda menasehatinya, Laura akan cepat sadar, dan segera minta maaf.
Jam 7.30 keponakan Lira datang bersama kedua orang tuanya. "Bagaimana keadaan Kakak sekarang? Ingat Kak Lira jangan terlalu banyak pikiran, kalau Dokter bilang Kakak harus dioperasi maka setuju saja untuk operasi," ungkap Mira adik bungsunya Lira.