Arabella memakan makan malamnya dengan tenang, meski pandangan menusuk dari tiga putri Rose terus menargetkan dirinya.
Dengan gerakan penuh keanggunan, Arabella mengelap mulutnya dan menoleh ke arah Welia—si pelaku paling utama yang sejak tadi tidak berhenti memelototinya.
" Ada apa, Adik ketiga? Aku jadi tidak berselera makan karena kamu terus menatapku dengan tatapan tajam sejak tadi, " celetuk Arabella tanpa ragu.
Semua orang yang sedang makan pun menghentikan gerakan mereka, terutama Vivaldi dan Rose. Wanita ular itu tengah merutuk putri keduanya dalam hati, bagaimana bisa Welia terus-menerus melakukan hal yang menunjukkan kebenciannya dengan kentara? Apalagi, posisi Arabella sekarang di rumah ini sedang cukup baik.
Welia berdecih, ia menusukkan garpunya ke daging Steak di depannya dengan gerakan yang asal-asalan. Dan hal itu menimbulkan kekesalan Vivaldi, " mana etika makanmu, Welia?" tanya Vivaldi.
" Eh, " Welia tampak gelagapan, saking kesalnya dengan Arabella, dia sampai tidak menyadari dirinya harus terus memperhatikan etika. Namun, lihat itu! Tampang sombong Arabella yang seolah mengejeknya karena dimarahi oleh Vivaldi.
" Maaf, Ayah. Aku tidak melihat ke arah Arabella tuh, dia saja yang terlalu percaya diri " gerutu Welia.
" Bukankah sudah kukatakan bahwa semua orang harus memanggil Arabella dengan sebutan Nona? Seharusnya kamu malu, Welia. Arabella saja berbicara sopan padaku, kamu malah tidak bisa mencontoh yang baik darinya. "
Welia memutar bola mata kesal, ' mulai lagi. Vivaldi pasti akan terus membanggakan Arabella si anak j*lang itu. '
" Ya. Maaf, Ayah " kata Welia singkat.
" Jadi, katamu, kamu tidak melihat ke arahku, begitu?" lontar Arabella.
" Tentu saja. Memangnya Nona Arabella siapa? Bukan artis, bukan orang penting, kenapa harus ku lihat? Wajahmu juga jelek tuh. Melihatnya membuatku muak!" hina Welia dengan ekspresi tidak suka.
Arabella merapatkan bibirnya, Welia memang orang yang paling mudah dijatuhkan di rumah ini. Semua ketidaksukaannya, dan semua kata-kata Welia itu dikeluarkan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Menambah keuntungan untuk Arabella.
" Dasar anak tidak tau etika! Beraninya dirimu ini menghina Arabella? Jangan lancang kamu, Welia!" bentak Vivaldi.
Seketika semua pelayan yang sedang bergerak menyajikan makanan dan mengangkat piring kotor pun menghentikan pekerjaan mereka. Takut menjadi sasaran amukan Vivaldi.
" Baru berapa hari Arabella di sini, tapi kamu sudah keterlaluan seperti itu. Kamu itu sama sekali tidak tau etika ya? Membuatku kecewa saja!" dengus Vivaldi. Perhatian pria itu beralih ke Rose yang hanya diam, " Rose, aku sudah bilang padamu kan? Didiklah anakmu, jika kalian tidak mau ku usir tanpa sepeser uang pun " tegur Vivaldi dengan nada tajam.
" Ya, Tuan. Maafkan saya. Semua anak-anak saya akan mengikuti kelas etika sekali lagi untuk mendisiplinkan kelakuan mereka " balas Rose pelan.
" Hah, " Vivaldi membuang nafas jengah, " mau berapa kali ikut kelas etika pun percuma saja. Buktinya, sudah tiga kali anak-anak rendahanmu itu mengulang kelas etika kan? Hasilnya? Sama saja! Tetap tidak sopan, dan bersikap seperti gelandangan. Tidak ada etika ataupun sikap yang mencerminkan seorang bangsawan sedikitpun. "
Ya, itu fakta yang diketahui hampir semua bangsawan ibu kota. Seperti rahasia umum, masalah yang diam-diam dibicarakan karena memalukan, tapi tetap tersebar kemana-mana. Tiga putri Rose itu sudah mengulang kelas etika sebanyak tiga kali, dan mereka tetap tidak bisa menerapkannya sedikitpun dalam kehidupan sehari-hari. Jangankan sikap sopan pada orang lain, sekadar cara berdiri, bertegur sapa, ataupun makan saja, mereka nol besar. Sia-sia Vivaldi membayar mahal guru etika yang merupakan seorang Nyonya keluarga Marquess.
Vivaldi memijit kepalanya yang mendadak sakit melihat tingkah putri yang dilahirkan oleh Rose. Mereka bahkan tidak memiliki setengah dari keistimewaan Arabella. Kini, Vivaldi yakin hanya Arabella yang bisa ia jadikan putri kebanggaannya.
" Sungguh sial diriku. Tidak punya putra yang meneruskan gelar keluarga, dan malah punya tiga putri dari wanita rendahan yang tidak berguna, " gumam Vivaldi. Namun semua orang bisa mendengar perkataannya.
" Arabella, tolong jangan kecewakan Ayah, ya? Saat ini, hanya kamu satu-satunya putri yang bisa Ayah banggakan. Hanya kamu, dan selamanya akan tetap begitu. Ayah sama sekali tidak ingin berharap pada tiga anak tak berguna itu," sinis Vivaldi sambil melirik ke arah putri-putri Rose.
Orchidia diam-diam menikmati hal ini. Sudah ia duga, Arabella pasti akan melemparkan batu untuk menjatuhkan salah satu anak Rose. Yah, putrinya memang hebat, kan?
" Ayah, tenanglah. Apakah sekarang kita bisa ke ruang kerja Ayah? Ada yang ingin saya sampaikan, " ujar Arabella.
Vivaldi mengangguk, " ayo, Arabella dan Orchidia. Kita ke ruang kerjaku, " ajak Vivaldi sembari berdiri dan melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan yang menjadi tempat ia menguras emosi.
' Dasar anak-anak tidak berguna. Harusnya sejak awal ku buang saja mereka. Entah untuk apa Rose melahirkan tiga orang putri yang tidak ada kelebihan sedikitpun. Tidak cantik, tidak pintar, tidak beretika, sama sekali tidak ada yang bisa dilihat. Kerja mereka hanya menghabiskan uang dan bersikap manja. Padahal, aku sedikit berharap dengan Riana awalnya, tapi tampaknya dia juga tidak ada apa-apanya. Kepintarannya saat itu membutakanku. Tapi setelah Arabella datang, kepintaran Riana justru terlihat tidak ada apa-apanya. Seujung kuku pun tidak sampai," batin Vivaldi.
*****
Di ruang kerja Vivaldi, yang seharusnya milik Ibu Arabella.
" Ada apa, Arabella? Apa yang ingin kamu sampaikan?" tanya Vivaldi.
Arabella menyeringai, dan Orchidia pun bersiap. Mereka akan menjalankan rencana.