Ujian hari terakhir telah selesai di laksanakan, artinya Claire bisa memulai misinya untuk mencari tahu keberadaan perempuan yang sudah Kepala sekolah targetkan. Jelasnya aksi Claire kali ini jangan sampai di ketahui oleh siapapun, termasuk Vero.
Akhir-akhir ini cowok itu selalu saja mengejutkan Claire yang sedang tidak pokus pada jalanannya sendiri. Padahal Claire pun hapal sekali kalau Vero itu terlalu ingin tahu masalah hingga urusannya. Yang kemarin saja memaksa sekali sampai mengejar Claire tanpa berhenti.
Beruntungnya ketika Vero mengejarnya ada taksi yang melewati Claire hingga ia segera masuk dan langsung pulang. Claire bukannya tidak kasihan, hanya saja saat itu dirinya sedang dalam kepungan penjahat. Claire tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya jika sampai Vero yang kena.
"Claire."
Cewek itu menolehkan kepalanya saat mendengar sapaan untuknya.
"Kamu mau kemana?" tanyanya saat sudah dekat.
Panjang umur sekali. Claire tidak perlu susah untuk mencari. "Kantin." Balasnya singkat.
"Oh, ya? Kalau begitu …"
BRUUKKKK!!!
Atensi Claire teralih, sedangkan ucapan itu terhenti ketika mendengar suara seperti ada yang jatuh.
"Suara apa itu?"
Claire berkedip dan berjalan mendahului. Kakinya sedikit berlari saat melihat kerumunan yang melingkari sesuatu di sana. Ia mencoba untuk menerobos murid-murid yang sedang melihatnya sambil meringis keras.
"Ada apa ini?!" Kepala sekolah mendorong kecil anak muridnya karena ingin melihat juga.
Claire menatap nanar.
Perempuan yang ada dalam bayangannya kini tergelatak dengan gumpalan darah yang tembus dari bajunya di sertai kepalanya yang bocor. Tubuhnya seketika di kelilingi darah segar yang membuat bau amis itu tercuak ke dalam hidung seluruh murid yanh masih menyaksikan.
"Pak! Ada yang bunuh diri!" seru siswa pada Kepala sekolah yang turut hadir menyaksikannya.
Claire menelan ludah. Sepertinya ada hal lain yang sudah di rencanakannya. Apa Kepala sekolah itu tahu kalau Claire sedang mengintainya? Menyelidiki hal yang sedang di sembunyikan di dalam sekolahan itu.
Claire sudah terlambat. Perempuan itu mati dengan keadaan yang tidak sepatutnya. Bagaimana bisa Claire lamban untuk mencegah Kepala sekolah itu kian nekad? Sekarang justru ucapan Ryan benar.
Nyawa baru yang sudah di sabotase oleh orang.
"Ambulance segera datang." ucap guru matematika.
Claire memundurkan tubunya menjauh dari sana. Seketika teringat sapaan sebelum akhirnya ada kejadian. Kepala sekolah untuk apa menyapanya? Tidak mungkin akan membahas persoalan kemarin yang sempat tidak sengaja menabrak bahunya, kan?
"Claire!"
Cewek itu menutup kedua matanya. Lagi-lagi Vero yang mengejutkannya. Apa tidak bisa cowok itu memanggilnya dengan suara yang tidak keras? Sepertinya hobi Vero sekarang ini adalah mengejutkan Claire.
"Itu ada apaan rame-rame?"
"Iya, perasaan tadi biasa aja."
"Lo tahu mereka kenapa sampe bisik-bisik gitu ga?"
Claire di berondongi pertanyaan oleh tiga cowok di depannya saat ini. "Lihat aja sendiri." balasnya ketus.
Tiga cowok itu saling memandang tidak heran. Kalau begitu percuma saja mereka bertanya jika tidak ada jawaban langsung.
"Lah, ada ambulance segala itu." tunjuk Doni semakin penasaran. "Apa ada yang celaka, Claire?" tanyanya kini menatap Claire.
"Bunuh diri."
"WHAT?! Seriusan lo?!" kebiasaan Bagas memekik di depan Vero, membuat cowok itu menjauhkan kepalanya.
Claire hanya mengangguk samar. "Barusan."
Vero melihat mobil ambulance yang mulai menjauh dari tempat kejadian. "Kira-kira siapa yang loncat dari lantai dua?" ia dapat memahami cepat dengan tragedi baru di sekolahannya.
"Syukur-syukur kalau si, Lidia." celetuk Bagas sebagai harapan.
Doni mengangguk setuju. "Gue bakal syukuran kalau itu dia." ucapnya dengan kekehan pelan.
Vero menghela napas. "Ga mungkin itu dia. Karena di sini tujuan dia mau musnahin semua orang yang terlibat."
Claire menatap Vero. Cowok itu cepat mencerna sesuatu yang bersangkutan. Menurut Claire itu lebih dari cukup untuk bisa melindungi dirinya dari segala kelicikan Lidia. Tetapi kenapa cowok itu tidak bisa melawan? Padahal dari pandangan Claire cowok itu pandai bicara dan menyimpulkan.
"Claire, apa lo tahu siapa yang loncat tadi?"
>>>>>
'Apa lo ga ngerasa jadi pembunuh juga?'
Hari ini Claire sudah banyak menarik napas panjang. Rasanya sulit sekali untuk mengistirahatkan otaknya setelah terus bergulat dengan berbagai soal ujian di sekolahnya. Claire manusia biasa yang juga membutuhkan banyak rehat. Ryan pikir apa Claire itu robot? Atau makhluk sejenisnya?
Seolah banyak waktu yang Claire luangan hanya untuk kepentingan hantu itu saja.
"Kalau dari awal tahu akan begitu. Aku ga akan biarin!" sanggah Claire yang tidak suka di tuding sembarang.
Ryan yang berada di pintu balkon memerhatikan. 'Lo harus bisa buat kepsek itu celaka.' peringatannya sama sekali tidak di gubris oleh Claire. Bagaimana pun juga Ryan itu adalah sosok hantu yang tidak patut untuk selalu di percayai apalagi sampai di turuti terus kemauannya.
Claire termenung melihat kejadian yang sontak membuatnya tak terbayangkan. Pertama kali dalam hidupnya ada orang yang jatuh dari lantai atas hingga tewas. Claire tidak bisa membayangkan bagaimana keluarga si korban jika tahu kejadian yang menimpa perempuan itu.
'Kalau engga, gue yang bakal turun tangan.'
Claire melirik. "Gunanya apa? Sebagai sosok arwah harusnya kamu tenang di alam kalian. Jangan ada dendam yang terus buat kamu makin ga tenang!"
Ryan menghilang seketika ketika pintu kamar cewek itu terbuka.
"Claire, kamu bicara dengan siapa?"
Claire membalikan badannya, menatap Leon yang sudah mendekati kasurnya.
"Kamu bicara sama … arwah? Sejak kapan, Claire?!" Leon menjeda sejenak. "Apa selama ini kamu memang bicara dengan para makhluk gaib?"
Bagai di sambar petir. Claire terhenyak, degupan jantungnya yang bergetar hebat serta napasnya yang tercekat. Rahasianya saat ini telah di ketahui langsung oleh Kakak nya tanpa Claire berkata jujur. Apa saatnya Leon tahu semuanya?
"Kakak, selama ini diam karena berpikir kalau kamu menerima telfon dari teman sekolah. Tapi buktinya sekarang? Justru di luar dugaan." desis Leon menatap tidak menyangka.
Claire kini berdiri di depan Kakak nya. "Aku menutupi ini karena takut ga percaya. Kemaren aja, Kakak, ga langsung percaya soal, Wisnu. Kalau menyangkut pautkan sama makhluk tak kasat, mungkin makin di ketawan dan bilang aku … aneh."
Leon menelan ludah. "Kakak, ga mungkin akan berpikir kamu seperti itu. Tapi yang menjadi masalah, kenapa kamu tidak pernah bercerita? Apa, Kakak, tidak begitu penting untuk kamu?!"
Claire menghela napas. "Sebenarnya hari itu aku ketakutan karena melihat … mereka."
Leon memijat pangkal hidungnya saat di rasa pening. Adiknya sama sekali tidak berterus terang mengenai dirinya sendiri padanya. Harusnya Claire bicarakan hal itu pada Leon detik itu juga. Karena bagaimana pun Leon adalah orang yang sudah menjadi tanggung jawab adiknya.
"Claire, kamu sendirian menghadapi perihal ini? Artinya kamu tidak menganggap, Kakak, masih ada!" Leon melenggang pergi dari kamar adiknya dengan perasaan kecewa.
"Baru aja kemaren malem baikan." gumam Claire menatap kepergian Kakak nya.
Apakah Leon akan membencinya setelah tahu hal apa yang telah di sembunyikan oleh Claire selama ini? Atau menghiraukan seperti kemarin? Leon sudah di kecewakan padahal kepercayaannya semakin bertambah atas kejadian kemarin.
"Kak Leon, kalau udah marah pasti akan lama."