Chereads / My psychiatrist's love / Chapter 2 - Rasa Penasaran

Chapter 2 - Rasa Penasaran

Haewon tak bisa berlama-lama dengan Seunghan, karena jadwal praktek kliniknya sudah tiba. Dia berpamitan pada anak laki-laki itu dan berjanji bahwa mereka akan bertemu kembali. Gadis itu meninggalkan Seunghan bersama terapis lainnya.

Hari ini lumayan banyak pasien yang datang, beberapa anak dengan gangguan trauma. Ada yang disebabkan oleh bullying, ada pula yang disebabkan oleh broken home, dan juga sebuah kecelakaan atau kehilangan orang terkasih.

Dunia ini memang sangat berat untuk anak-anak seusia mereka. Di saat yang lainnya tertawa bahagia dan bermain dengan bebas, beberapa dari mereka justru terjerat oleh trauma, dan dihantui oleh ketakutan dan mimpi buruk.

Salah satunya adalah gadis kecil di hadapan Haewon sekarang. Namanya Chaerin, kedua orang tuanya bercerai dan dia sekarang dirawat oleh bibinya. Chaerin memiliki gangguan dalam bersosialisasi, dan sedikit terlambat dari anak seusianya dalam hal berbicara.

Hari ini Haewon memberikan sebuah kertas putih polos untuk gadis kecil itu, dia juga memberikan beberapa pensil warna dan crayon. Haewon meminta gadis kecil itu untuk menggambarkan apa yang sedang ia rasakan.

Chaerin mulai menggambar di atas kertas itu, yang dia gambar adalah seorang anak kecil dengan seekor kucing. Haewon lalu bertanya pada gadis kecil itu, " Wah, gambar yang bagus Chaerin-aa… kalau aku boleh tau, siapa gadis yang ada di dalam gambar itu?"

"Ini adalah aku, dan ini adalah Uyu," ucap gadis itu sambil menunjuk gambarnya. Haewon sedikit terkejut karena ini adalah pertama kalinya gadis itu berbicara panjang.

"Apa perasaan Chaerin saat bersama Uyu?" Haewon kembali bertanya.

"Uyu adalah keluarga Chaerin. Tidak ada eomma dan appa, tapi Uyu selalu ada untuk Chaerin," ucap gadis kecil itu.

"Ahh, begitu… Uyu pasti sangat manis dan selalu ada untuk Chaerin. Kalau begitu, apa teman Chaerin hanya Uyu?" tanya Haewon.

"Ya, hanya Uyu. Teman-teman yang lain tidak mau berteman dengan Chaerin karena Chaerin tidak punya eomma dan appa," kata gadis itu.

"Apa dokter boleh berteman dengan Chaerin?" Haewon mengacungkan jari kelingkingnya.

"Dokter mau berteman dengan Chaerin?" Gadis kecil itu malah bertanya balik.

"Tentu. Setiap kali kita bertemu, kita akan bermain bersama. Bagaimana? Apa Chaerin mau berteman denganku?" Haewon kembali mengajukan pertanyaan. Gadis kecil itu lalu menautkan jari kelingkingnya pada jari Haewon.

Setelah beberapa sesi konseling selesai, Haewon keluar dari ruangannya, dia sedikit memijat lehernya yang kaku. Betapa terkejutnya dia saat mendapati Seunghan yang berlari memeluknya, di belakang anak itu terlihat ayahnya mengikutinya.

"Seunghan-aa… apa sudah selesai bermain dengan kakak lainnya?" Haewon mensejajarkan tingginya dengan bocah kecil itu. Sedangkan Seunghan mengangguk semangat, dia lalu menarik tangan Haewon dan mengajaknya menemui ayahnya yang tak jauh dari sana.

"Appa sudah bilang, dokter itu sibuk Seunghan-aa. Ayo kita pulang." Ayahnya merunduk dan siap untuk menggendong bocah kecil itu, tapi Seunghan menolak dan membuka tasnya. Dia mengeluarkan sebuah permen lolipop dan memberinya pada Haewon.

Haewon menerimanya dengan senang hati, lalu meminta Seunghan untuk mematuhi ayahnya. Haewon menjelaskan bahwa dia perlu pulang ke rumah dan beristirahat. Seunghan menuruti permintaan Haewon, bocah kecil itu menggandeng tangan ayahnya dan sebelah tangannya dia lambaikan pada Haewon.

Sebelumnya Haewon sempat berkenalan dengan ayah Seunghan, namanya Lee Yonghwa. Pria itu juga memberikan kartu namanya, sebelum akhirnya pergi.

Hari ini setelah jadwal kliniknya selesai, Haewon pergi ke sebuah toko roti yang cukup terkenal di daerah itu. Gadis itu bersemangat, karena sekarang ia sangat lapar dan ingin sekali memakan roti bawang putih kesukaanya.

Di toko itu terlihat Seongeun tengah melayani beberapa pelanggan di kasir. Haewon melambaikan tangan dari balik kaca bening itu, tapi sesaat kemudian dia ingat bahwa tadi pagi bukankah dia sedang marah pada Seongeun karena mempercepat jam? Gadis itu segera menurunkan tangannya, lalu masuk kedalam toko itu. Sedangkan Seongeun terkekeh melihat kelakuan Haewon. Dia tau bahwa gadis itu sadar akan apa yang dilakukan olehnya pagi tadi.

"Nunaa…" Anak remaja laki-laki datang dan merangkul Haewon.

"Wah, aku tak menyangka nuna akan datang dan membantu di toko," ucapnya.

"Huh, siapa yang bilang aku akan membantu? Aku kemari untuk makan tau!" kata Haewon sambil mengambil sebuah roti bawang putih lalu pergi mencari meja kosong di pojok ruangan.

"Ya! Jangan ganggu kakakmu! Dia pasti sudah lelah seharian menghadapi pasiennya." Seorang wanita paruh baya muncul dan memukul remaja laki-laki itu.

Ya, toko roti ini milik keluarga Haewon, remaja laki-laki itu adalah adik Haewon, Kim Haein. Sekarang dia tengah menjalani pendidikan sebagai programmer dan yang pasti dia juga merupakan seorang pro-gamer.

Toko roti ini telah berdiri sejak Haewon dan Haein kecil, toko inilah yang membesarkan mereka sampai menjadi seperti sekarang. Awalnya ayah dan ibunya yang menjalankan toko ini, lalu toko ini berkembang dan mereka dapat menggaji karyawan. Sampai akhirnya ayahnya meninggal karena sakit, dan toko ini diteruskan oleh ibunya.

Haewon sedikit tersedak ketika melihat seorang pria berjas masuk ke dalam toko. Ya, itu adalah Lee Yonghwa. Pria itu membeli beberapa roti dan pergi setelahnya tanpa melihat Haewon.

"Apa kau mengenal pria itu, Haewon-aa?"

Seongeun menghampiri Haewon dan bertanya padanya.

"Dia adalah wali dari salah satu pasien," jawabnya.

"Yang ku tau dia adalah CEO dari perusahaan Hwa Group. Pria yang terkenal dingin dan misterius," jelas Seongeun.

"Tunggu, kau bilang apa tadi? Wali dari pasien? Bukankah pasienmu hanya anak-anak dan remaja?" Seongeun sedikit terkejut dengan pernyataan Haewon.

"Ya, dia adalah ayah dari salah satu pasien. Memangnya kenapa eonni?" tanya Haewon.

"Apa? Ayah? Ya! Bukankah selama ini dia bilang belum memiliki keluarga?" Seongeun terkejut.

"Apa maksudnya? Dia memiliki seorang anak bernama Seunghan," ujar Haewon.

"Lalu kenapa selama ini dia selalu berkata bahwa dia belum berkeluarga?" Seongeun heran.

"T-tunggu, apa eonni bilang tadi? CEO perusahaan Hwa Group? Dia pria yang terkenal itu?" Haewon baru menyadari perkataan Seongeun.

Gadis itu segera mencari kartu nama yang diberikan oleh Yonghwa tadi, dan benar saja, betapa terkejutnya dia saat melihat apa yang tertulis di kartu nama itu sama persis dengan apa yang Seongeun katakan "CEO Hwa Group."

"Mengapa dia berbohong pada publik kalau dia belum berkeluarga? Apa dia malu dengan keadaan anaknya?" Haewon masih menutupi mulutnya dengan tangannya tanda tak percaya.

"Kalau memang itu alasannya, pria itu benar-benar pria yang jahat," kata Seongeun.

"Tapi, kita tidak tau apa alasannya menutupi keberadaan anaknya." Seongeun sedikit memberi pembelaan.

"Benar juga." Haewon mengiyakan.

Setelah selesai membantu ibu Haewon, mereka berdua kembali ke apartemen. Karena tadi pagi Seongeun sudah menyiapkan sarapan, maka malam ini giliran Haewon yang memasak.

Simpel saja, gadis itu memasak nasi goreng kimchi dengan spam dan telur setengah matang di atasnya.

Hari ini mereka tutup dengan rasa penasaran terhadap Lee Yonghwa. Haewon juga berharap agar tidak terlibat dengan pria itu, dan semoga saja mereka tidak bertemu kembali.