Chapter 2 - Satu

Istana Putih adalah istana yang ditinggali oleh Ratu kerajaan Himmel secara turun-temurun semenjak kerajaan itu dibentuk.

"Hei Adrey! Aku tau kau mengkhawatirkan adikmu, tapi kita tidak perlu berlarian seperti ini!" Tutur Brian kesal karena diseret temannya ikut berlari dikoridor istana.

Adrey menengok kebelakang meski tetap berlari, "suruh siapa kau ikut denganku."

Brian mengendus kesal, "dasar kau menyebalkan."

Akhirnya mereka tiba di ruangan yang mereka tuju, ruangan itu pusat dari istana putih, ini adalah kamar Ratu Ezlyn.

Pintu kayu besar yang berlapis emas perlahan-lahan dibuka oleh Adrey, ia kemudian masuk kedalam ruangan dan tidak lupa menarik tangan temannya untuk ikut masuk juga.

"Selamat siang ibunda." Sapa Adrey sambil menunduk.

Ratu Ezlyn tampak terkejut dengan kedatangan putranya beserta tamu yang dia bawa.

"Putraku kenapa kamu pulang? Dan kenapa kamu mengajak Pangeran Brian?"

Ratu Ezlyn memberikan salam pada Brian yang merupakan anak dari kaisar Florierend. "Pangeran, anda datang bukan karna diajak kabur oleh Rey bukan? Kalau ia katakan biar saya akan mendidik langsung anak itu."

Brian melirik temannya yang tampak kelabakan. Ia berfikir sejenak, mungkin ini kesempatan bagus untuk mengerjai Adrey.

"Hemm bagaimana yah. Bisa dibilang begitu sih."

Ezlyn menatap tajam kearah putranya yang kini wajahnya memucat. "Tidak ibunda bukan begitu!"

Brian tersenyum penuh kemenangan, ini balasan karena menarik ia seenaknya berlarian dikoridor tadi.

Ketika Ratu Ezlyn hampir mengintrogasi Adrey lebih lanjut, Adrey menatap ke arah temannya dengan tatapan memohon. Hampir saja Brian tertawa dibuatnya, jika ia tidak menahannya.

"Ahh! Saya hampir saja lupa, Yang Mulia Ratu Ezlyn ini bunga untuk putri anda yang sedang sakit. Aku dan Adrey datang karna ingin menjenguknya."

Selamat. Adrey menghela nafas lega. Ibunya memang sosok yang lembut dan penyayang namun ia tegas dalam mendidik anak-anaknya.

"Ughh! Ibu ada apa? Kenapa berisik sekali." Suara seorang anak perempuan membuat perhatian mereka beralih kearah ranjang besar di ruangan itu.

Ratu Ezlyn segera menghampiri putrinya dan diikuti Adrey dan Brian. Ezlyn kemudian mengecek suhu tubuh putrinya dengan menaruh telapak tangannya di kening sang putri.

"Panasmu sudah turun, syukurlah." Ratu Ezlyn lalu menyuruh pelayannya untuk memanggilkan dokter istana.

Dengan mata masih tertutup, Emmely bertanya pada ibunya. "Ibu, sepertinya tadi aku mendengar suara kak Rey. Apa aku bermimpi?"

"Tidak Emmely, bukalah matamu. Kakakmu memang ada disini."

Emmely kemudian membuka matanya, meski wajahnya amat pucat ia tersenyum lebar saat melihat sosok kakaknya.

Andrey kemudian memeluk adik perempuannya. Sungguh hubungan kakak beradik yang sangat harmonis. Namun justru Brian bergidik geli melihat kakak beradik itu.

Mungkin karena Brian lahir sebagai anak tunggal atau mungkin juga karena temannya itu hanya bersikap baik pada Emmely dan Ratu Ezlyn. Karena setahunya Adrey adalah orang yang sangat dingin terhadap perempuan, sama dengan dirinya.

Pintu kayu besar itu diketuk, lalu Ratu Ezlyn mempersilahkan dokter Morgan untuk masuk. Dokter Morgan adalah orang yang selalu merawat Emmely ketika sakit, dan hubungan keduanya cukup dekat.

Usianya masih terbilang muda diantara dokter-dokter istana yang lain, tapi Morgan berhasil menjadi dokter kepala karena kepintarannya.

"Dokter Morgan! Kata ibunda demamku sudah turun, jadi bisakah aku dapat permen itu?" Tutur Emmely saat Morgan mulai memeriksa keadaannya.

Morgan tersenyum kecil, "anda belum pulih sepenuhnya Tuan Putri, jika keadaan anda sudah lebih baik lagi baru saya akan memberikannya."

"Yah! Tapi kamu kan sudah janji." Emmely tampak kecewa, tapi malah membuat semua orang di ruangan itu tersenyum kecil kecuali Brian sih.

Saat Emmely menyadari keberadaan teman dekat kakaknya yang berasal dari kekaisaran Florierend gadis itu lantas mendekati Brian ke sisi ranjang yang lain.

"Kak Brian, bisakah kamu memberikanku permen kapas seperti punya Dokter Morgan? Aku dengar permen itu dibuat di Florierend." Emmely menatap Brian penuh harap, sedangkan Brian melirik orang-orang disekelilingnya meminta jawaban.

Dokter Morgan menggeleng dengan wajah cemas kearahnya, begitu pula Adrey dan Ratu Ezlyn yang tampak khawatir.

"Hemm, aku bisa memberikannya sebanyak mungkin kalau kau mau."

Perkataan Brian sontak membuat ketiga orang dihadapannya tampak gusar. Namun Emmely bersorak kegirangan.

"Kak Brian memang paling bisa diandalkan!"

"Tapi—" sambung Brian.

"Ya?" Emmely menatap Brian kebingungan.

"Aku tidak bisa membawamu ke negaraku jika keadaanmu seperti ini. Kamu harus sehat terlebih dahulu."

Emmely menunduk, ia kecewa, matanya mulai berkaca-kaca. Melihat itu Adrey segera memeluk adiknya, "jangan sedih, kamu pasti cepat sembuh kok! Emmely kan adikku, setelah kondisi kamu lebih baik kita akan ke Florierend dan memakan semua permen kapas yang ada disana."

"Wahh! Benarkah?" Tanya Emmely penuh harap.

Adrey mengangguk dan kemudian suara tawa adiknya terdengar bagai alunan musik yang menyenangkan hati.

Adrey memang sangat menyayangi adiknya. Ia bahkan tidak bisa tenang di akademi ketika mendengar Emmely sakit.

Makanya ia memutuskan izin ke akademi hanya demi menjenguk adiknya yang sakit demam, namun malah Brian ikut-ikutan izin dengan alasan ingin menemaninya. Padahal Adrey tahu, temannya itu hanya beralasan agar ia bisa keluar dari akademi.