Dwina tersenyum kecut mendengar Azka memuji gadis yang tidak sebanding dengannya itu. Dari segi pendidikan saja sudah jauh apalagi berasal dari Desa. Tentu akan kalah dengannya jika mereka harus bersaing secara terbuka.
'Aku jadi semakin penasaran sama gadis itu. Profesor Azka bukanlah lelaki yang mudah untuk didekati atau apalagi dibuat jatuh cinta. Aku harus melihatnya sendiri." Batin Dwina.
"Boleh lihat fotonya gak?" Dwina tidak bisa menahan diri karena dia memang benar-benar penasaran ingin melihat wanita itu.
"Sayangnya Hp-ku mati. Jadi, aku tidak bisa memperlihatkannya padamu. Tapi, nanti kamu juga akan melihatnya setelah kami bersama. Do'akan, ya!" Jawab Azka.
Dengan terpaksa Dwina mengangguk sambil tersenyum kecut.
"Dua jam lagi kita harus ke Bandara. Jadi, aku pamit duluan ke kamarku karena aku harus mengemas barang-barangku. Aku juga harus membeli beberapa oleh-oleh untuk orang-orang rumah!"