Tiara tidak menyangka takdir begitu misterius dan dia mulai penasaran ke mana takdir akan membawanya.
Ketika hendak memejamkan mata, Tiara kembali merasa terganggu dengan suara ponselnya, dia dengan kesal membuka pesan yang masuk.
Ekspresi Tiara sangat buruk ketika melihat nama pengirim pesan. Ia lupa menghapus nomor itu dan dia sangat menyesal.
Ferdinan : Ra, aku tahu kamu masih marah padaku, aku juga sudah mendapat pelajaran dari keluargaku akibat batalnya pernikahan kita, tapi kali ini aku mohon maaf dengan tulus, dan kamu harus tahu aku dan Rina sudah putus!
Tiara merasa jijik membaca pesan Ferdinan, dia langsung menghapusnya tanpa membalas. Namun ternyata Ferdinan tidak menyerah begitu saja, dia terus mengirim pesan ke Tiara, hingga kesabaran Tiara menghilang dan akhirnya dia melepas kartunya dan mematahkannya.
'Dengan begini kamu tidak akan bisa menghubungiku lagi!' Batin Tiara dengan kesal.
Di suatu tempat yang berbeda, Ferdinan tampak frustasi, dia membanting ponselnya karena Tiara tidak membalas pesannya, bahkan nomornya juga tidak aktif, hingga Ferdinan nekat untuk datang kembali ke rumah Tiara. Karena kebetulan dia sedang berada di Lombok Timur.
"Ngapain kamu ke sini lagi?" Tanya Pak Andi yang kebetulan membuka pintu, adapun Tiara sedang tidur nyenyak di kamarnya.
Dengan tidak tahu malunya, Ferdinan berkata, "Paman tolong maafkan apa yang Ferdi sudah perbuat, tapi kali ini tolong izinkan Ferdi bertemu Tiara karena ada hal yang ingin saya bicarakan!"
"Maaf kamu tidak diterima lagi di sini, jadi silahkan pergi!" Kata Pak Andi dengan sinis.
Ferdinan mencoba memohon agar dipertemukan kembali, tapi sayangnya Pak Andi tetap tidak mengizinkannya lalu menutup pintu dengan rapat.
"Enak saja mau ketemu putriku yang berharga setelah dia menyakitinya." Kata Pak Andi dengan kesal. Untung saja dia tidak mengikuti emosinya sehingga ia tidak jadi memukul Ferdinan.
Karena tidak berhasil bertemu Tiara, Ferdinan akhirnya pergi dengan perasaan hancur. Ferdinan hanya mampu menatap rumah Tiara seraya berharap Tiara tiba-tiba keluar dan memanggil namanya, tapi dia segera tersadar kalau itu tidak mungkin, akhirnya dia segera pergi meninggalkan rumah Tiara.
Kedatangan Ferdinan dirahasiakan oleh Pak Andi karena ia tidak ingin anaknya mengingat Ferdinan lagi.
Keesokan paginya, Tiara sedang menikmati pemandangan belakang rumahnya, tiba-tiba saja dia dikagetkan oleh salah satu sepupunya dari jalur Ibu. Dia adalah Mbak Mia.
"Selamat pagi gadis!" Mia berjalan pelan dan berdiri tepat di belakang Tiara yang sedang duduk memandang ke arah depan.
Mendengar suara yang sangat akrab itu, Tiara langsung berbalik. Ia tersenyum saat melihat gadis tinggi dan cantik itu berdiri sambil tersenyum ke arahnya.
"Mbak Mia, kapan datang?"
Mia tersenyum dan melepas pelukan Tiara lalu menjawab, "Kemarin sore, tapi aku nginepnya di rumah tante Rara. Ngomong-ngomong bagaimana kabarmu?"
"Alhamdulillah baik, kamu sendiri bagaimana sekarang, apakah udah ada tanda-tanda kehamilan?" Tanya Tiara dengan semangat, karena dia benar-benar berharap Mbak Mia hamil, sebab pernikahan Mia sudah lebih dari empat tahun.
"Aku dan suami sudah berusaha tapi Allah masih belum ngasih." Jawab Mia dengan ekspresi sedih.
Tiara merasa tidak enak lalu menatap lekat wajah Mia dan berpikir kalau hidup ini sangat unik, ada yang jodohnya dimudahkan tapi rizkinya tidak stabil, ada juga yang menikah muda tapi susah punya anak, dan banyak lagi kisah yang tidak terjamah olehnya.
Tiara pun semakin penasaran kisah seperti apa yang akan dia miliki suatu hari nanti, tapi apa pun itu dia tetap meyakinkan hatinya kalau suatu hari yang indah itu pasti ada.
"Sabar ya Mbak Mia, semoga Allah secepatnya memberikan anak!" Ucap Tiara dengan tulus.
Mia mengangguk. "Aamiin, oh iya sekarang sebaiknya kamu siap-siap deh, aku akan mengajakmu ke suatu tempat!"
Tiara mengerutkan alisnya. Ia benar-benar tidak ingin kemana-mana saat ini. Tapi, ia tidak mungkin menolak Mia.
"Memangnya kita mau kemana?"
"Ada deh, pokoknya aku ingin kamu menemaniku karena itu syarat dari suamiku sehingga dia mengizinkanku ikut!"
"Tapi aku malas kemana-mana kalau hari libur!" Jawab Tiara dengan malas.
"Jangan begitu dong, kita kan jarang banget ketemu, masak kamu tidak mau nemenin aku jalan-jalan sih?" Mia memohon kepada Tiara, walaupun sebenarnya selain alasan itu dia juga diminta oleh Bu Jeny untuk mengajak Tiara jalan-jalan agar dia tidak di rumah terus.
Tiara tampak berpikir, "Mmmmmm baiklah, aku akan siap-siap sekarang!"
"Begitu dong, ya udah aku tunggu di ruang tamu ya!"
Tiara hanya mengangguk dan segera berbalik menuju kamarnya.
Beberapa saat kemudian dia sudah siap dan langsung saja mereka berdua berangkat menuju salah satu hotel di Mataram.
Tiara merasa bingung kenapa Mia tiba-tiba mengajaknya ke hotel. Dan buat apa Mia jauh-jauh ke Lombok Timur hanya untuk mengajaknya. Padahal rumah Mia ada di Mataram. Tapi, Tiara malas untuk bertanya sehingga ia patuh saja mengikuti kemana Mia membawanya.
Setelah selesai memarkir motornya, Mia langsung menarik tangan Tiara untuk memasuki hotel.
"Ngapain kita di sini?" Tanya Tiara dengan bingung.
"Nanti kamu juga tahu!" Jawab Mia sambil tersenyum.
Tiara cemberut meski begitu dia tetap mengikuti Mia dari belakang.
Sesampainya di Aula hotel yang cukup luas itu, Tiara terkejut melihat banyak orang di ruangan itu, semuanya memiliki penampilan yang mewah dan glamor, sedangkan Tiara hanya menggunakan jilbab biasa dengan baju biasa. Seketika itu Tiara merasa ingin melarikan diri karena berpikir kalau ini bukan lingkungannya.
"Kenapa Ra?" Mia benar-benar bingung melihat gelagat Tiara.
Tiara menatap Mia dengan ekspresi yang aneh, "Mia, sebenarnya ini acara apa?"
Mia tersenyum, "Sebenarnya ini itu acara reuni SMA-ku, dan aku hanya boleh hadir apabila aku bersama kamu!"
"Reuni?" Tiara benar-benar terkejut.
"Iya. Memangnya ada apa?"
"Kamu ini bagaimana sih, aku kan bukan alumni SMA-mu. Aku tidak seharusnya ada di sini. Oleh karena itu aku ingin pulang sekarang!" Tiara benar-benar merasa tidak enak dan tidak nyaman.