"Jadi siapa namamu?" tanya Ethan Sharos masih menunggu, bahkan pertanyaannya seketika mengejutkan Elleanor Allmora yang masih larut dalam lamunan.
"Ha?"
"Maaf, aku ingin mengetahui namamu? Bolehka?" tanya Ethan Sharos yang bahkan langsung mengulurkan tangan namun kembali di tariknya.
"Clementi Nerine," jawab Elleanor Almorra.
"Kau memiliki nama yang indah, kau juga memiliki mata yang indah, bisa aku memanggilmu dengan sebutan Azurri?" tanya anak pria itu tersenyum, hingga deretan gigi putih terpampang di sana, lengkap dengan lesung pipi. Mata Hazel bersinar terang di sana, begitu juga dengan rambut pirang coklatnnya.
"Azurri?" tanya Elleanor Allmora memiringkan kepala sambil menatap wajah sang anak dengan kernyitan di alisnya.
"Yah, Azurri. Itu berarti biru." jawab anak pria tersebut kembali tersenyum. "Apa kau tidak keberatan?" tanya anak pria tersebut saat melihat Elleanor Allmora yang masih terdiam.
"Tidak! Aku menyukainya," balas Elleanor Allmora tersenyum.
"Baiklah, aku Ethan Sharos,"
"Nama yang bagus, Sharos." puji Elleanor Allmora.
"Yah, kata ibuku aku lahir tepat pada saat gernana bulan?" balas anak tersebut yang bernama Ethan Sharos.
"Yah, kata ibuku aku lahir tepat pada saat gernana bulan?" balas anak tersebut yang bernama Ethan Sharos.
"Nona muda... anda di sana?" panggil seseorang yang dari balik bongkahan batu besar.
"Sepertinya kau harus pulang, ini, aku berikan untukmu sebagai hadiah pertemanan kita. Bisakah kita bertemu lagi?" tanya Ethan Sharos meletakkan seikat kembang liar ke atas rerumputan.
"Yah, " angguk Elleanor Allmora.
"Terima kasih, aku pergi Azurri," balas Ethan Sharos melambaikan tangan dan langsung berlari memasukki pepohonan pinus masuk kedalam hutan.
Dan di situlah awal pertemuan mereka. Hingga berakhir Ethan Sharos yang menjadi seorang guru les, sahabat, dan dewa penolongnya. Beberapa hal kecil yang di lakukan Ethan Sharos padanya sangat membekas, dan tidak mudah untuk di lupakan oleh Elleanor Allmora. Bahkan diam diam ia merasa jika tak sanggup berpisah dengan pria tersebut, seseorang yang yang sudah banyak mengajarinya tentang banyak hal. Hingga ia sampai melupakan jika hidupnya bukanlah miliknya.
"Tidak apa apa Azurri. Kau tidak perlu bersedih." ucap Ethan Sharos mengusap rambut Elleanor Allmora yang bahkan langsung menitikkan air mata. Tak mampu berucap apapun, meski rasa sakit dan kecewa sudah memenuhi hati hingga membuatnya sesak nafas. Ia benar benar membenci Vincenzo Squire dan tak ada yang mampu membuatnya untuk menyukai pria dingin itu.
Hingga Elleanor Allmora berakhir di dalam pelukan Ethan Sharos yang hanya bisa menghiburnya dengan beberapa tepukan pelan di punggung. Sedang Reberta yang bisa melihat kesedihan Elleanor Allmora saat ini hanya bisa terdiam. Ia bahkan gak punya kuasa untuk menolak semua perintah, hingga membuatnya terus berdoa agar Vincenzo Squire bisa menyayangi Elleanor Almorra dan membuat gadis itu bahagia satu saat nanti.
"Aku akan sangat merindukanmu," ucap Elleanor Allmora masih terisak.
"Apa kau sadar jika kalimat itu sangat membuatku bahagia Azurri?" balas Ethan Sharos lekas berbunga sekaligus cemas, saat mendapati dirinya yang terlihat seperti sudah jatuh cinta kepada Elleanor Allmora, gadis berusia 17 tahun, dan berbeda dengan dengan usianya yang sudah menginjak 21 tahun.
"Apa kau akan mengunjungiku di sana?" tanya Elleanor Allmora.
"Tentu saja, aku masih guru privatku. Mana mungkin tak mengunjungi anak muridnya di sana. Lagi pula aku memiliki banyak family di Manhattan. Jadi, bisakah kau tidak bersedih? Aku tidak ingin melihatmu menagis di saat terakhir, setidaknya senyumlah untukku." balas Ethan Sharos mencoba membujuk hati Elleanor Allmora agar gak larut dalam kesedihan.
"Baiklah, kau harus berjanji untuk itu. Kunjungi aku, aku akan menunggumu!" balas Elleanor Allmora mengusap air mata di hadapan Ethan Sharos yang tengah berusaha tersenyum untuk menyembunyikan kesedihan hatinya.
"Yah, aku berjanji, aku pasti akan mengunjungimu." ucap Ethan Sharos. "Kapan kau akan pergi?"
"Malam ini," jawab Reberta yang masih di sana. Bahkan jawaban tersebut kembali membuat air mata Elleanor Allmora kembali menitik.
Padahal baru saja ia bertemu Vincenzo Squire siang ini, hingga ia merasa tak harus melihat pria itu lagi selama mungkin, dan memilih untuk mengurung diri di pondok. Namun apa yang terjadi, bahkan mulai dari malam ini dan entah sampai seterusnya, ia akan terus melihat pria itu, bernafas di dalam satu rumah dengan berbagai oksigen yang sama, makan bersama, dan saling menatap satu sama lain. Bahkan Elleanor Almorra tak menjamin jika akan betah berada di sana, mengingat Vincenzo Squire pria seperti apa.
"Kamu hanya bergantung pada keputusan yang aku ambil Clementi, setiap bagian dari dirimu adalah milikku! Kamu bisa mati dan hidup hanya atas keinginanku. Kamu seharusnya tidak pernah melupakan itu."
Kalimat Vincenzo Squire yang kembali terlintas di pikiran Elleanor Allmora, pria itu jelas menginginkannya dan sepenuhnya mengambil kendali akan hidupnya, bahkan ia bisa dengan terang terangan mengatakan hal demikian, seolah merasa jika hidup Elleanor Allmora adalah miliknya, hingga membuatnya semakin prustasi. Dan hal tersebut cukup membuat Reberta semakin berduka.
"Aku akan menyiapkan segala keperluan yang kau butuhkan," ucap Reberta beranjak dari duduknya, dan membiarkan Elleanor Allmora dan Ethan Sharos hanya berdua saja di sana.
Elleanor Allmora mengalihkan pandangannya ke arah danau, ada banyak hal yang sudah terjadi di danau sana, baik kenangan kenangan indah, atupun menyedihkan. Elleanor Allmora bahkan nyaris menghabiskan waktunya di tepi dana tersebut, menciptakan banyak kenangan indah yang akan terus ia ingat, namun ada satu kenangan yang paling menyakitkan, meski ia sudah berusaha untuk tak mengingatnya, namun kenangan itu seolah melekat di dalam memorinya, hingga membut hatinya sangat sulit untuk tak membenci Vincenzo Squire.
Ia bahkan kembali merasakan sesak saat mengingat dinginnya air di dasar danau, hingga ia bisa melihat dirinya sendiri di atas balkon kamarnya 10 tahun lalu, di mana waktu itu ia terlihat berdiri sambil menatap seseorang yang juga tengah berdiri menatapnya di tepi danau tersebut, ia bisa merasakan perasaan bahagianya saat itu.
Elleanor Allmora berlari menuju keluar rumah pondok ke arah danau saat itu, ketika ia yakin jika sosok yang tengah berdiri di tepi danau sambil menatapnya dari kejauhan tersebut adalah Vincenzo Squire. Sosok yang sudah lama sangat dirindukannya.
Bahkan saat berpaling pun, Vincenzo Squire sudah mendapati Elleanor Allmora yang kini tengah berdiri di hadapannya dengan senyuman manis menawan.
"Kak Vincent, " sapa Elleanor Allmora nampak bahagia. Akhirnya ia bisa bertemu dengan Vincenzo Squire sekali lagi. "Senang bisa melihatmu!" lanjut Elleanor Allmora hendak mendekati namun ekspresi Vincenzo Squire yang datar tanpa senyum membuat Elleanor Allmora kembali mengurungkan niatnya.
Vincenzo Squire tidak menyambutnya dengan baik, bahkan anak itu terlihat tak suka dengan pertemuan mereka, berbeda dengan Elleanor Allmora yang nampak bahagia setengah mati. Sebab sudah sangat lama ia menunggu momen tersebut.
* * * * *
Bersambung...