Nesya menelan ludahnya sambil memandang dada wanita tua itu. Dia yakin jika wanita tersebut tak mengenakan bra, karena dia juga seorang wanita. Dia tahu bentukan barang itu bagaimana ketika tertutup kacamata pengaman atau tidak.
Setelah memandang cukup lama, tangan Nesya terulur dan menyentuh dada induk semang Bobby tersebut. Membuat wanita itu dan juga Bobby menjadi terkejut melihatnya.
"Akkhhhh!" teriak wanita tua tersebut.
"Nesya! Kamu apa-apaan sih?!" Bobby yang marah pun langsung menarik tangan Nesya dengan kasar.
"Dia!" Nesya menunjuk ke arah wajah si induk semang.
"Gak pakae bra! Kenapa dia menagih uang kost tanpa pakai pakaian dalam?!"
Bobby hanya bisa menganga mendengar pertanyaan dari Nesya. Dia tidak tahu jika ibu kostnya yang bernama Mira itu tak sempat memakai pakaian dalamnya.
Ketika Nesya sedang sibuk menanyakan penjelasan dari Bobby, Mira diam-diam mengambil bra miliknya yang ternyata masih tergeletak di atas kasur milik Bobby. Dan saat tangan Mira meraih barang tersebut, Nesya berbalik dan memergokinya.
"Itu dia!" Nesya langsung merampas bra itu dari tangan Mira.
"Ini punya dia kan?" tanya Nesya pada Bobby.
"A—aku gak tahu." Bobby mengangkat tangannya. Bersikap bodoh dan pura-pura tidak tahu itu milik siapa.
"Udahlah Bob, jujur aja. Toh kita akan menikah sebentar lagi." Tiba-tiba Mira angkat bicara.
"Apa?! Kamu mau nikah sama dia? Iya Bob?!" tanya Nesya tak percaya pada kekasihnya tersebut. Dia sudah berpacaran dengan Bobby selama tiga tahun. Dan selama dua tahun belakangan ini Nesya yang selalu mengurus keperluan Bobby, ketika laki-laki itu menganggur.
"Iya Nes, aku mau nikah sama Mira. Jadi kita putus aja ya."
Nesya tiba-tiba tertawa seperti orang gila. Atau mungkin dia memang sudah gila karena baru sadar jika selama ini Bobby hanya memanfaatkan kebaikannya saja.
"Jadi kamu lebih memilih wanita tua ini dari pada aku yang udah nemenin waktu susah kamu selama ini? Selama ini kamu hidup dari uangku Bob!"
"Tapi uang kamu cuma cukup buat aku makan dua kali sehari Nes. Sejak aku sama Mira, aku jadi makan tiga kali sehari. Itupun aku masih bisa jajan yang lain."
"Apa?! Kamu gila ya?" Nesya mengangkat tanganya yang masih memegang bra milik Mira.
"Ada apa ini?" Dudi yang curiga Nesya tak kunjung keluar akhirnya memutuskan untuk melihat ke sana. Dan dia terkejut ketika melihat Nesya sedang memegang barang milik kaum wanita itu.
"Nes—" desis Dudi.
Nesya yang sadar langsung melempar bra itu dan wajah Mira.
"Bukan punyaku!" ucapnya dengan cepat sebelum Dudi salah paham padanya.
"Ada apa sebenarnya? Kenapa ramai sekali di sini?" tanya Dudi pada Nesya.
"Laki-laki ini— dia…" Nesya menunjuk Bobby sambil menangis begitu kencang.
"Dia kenapa? Ngomong dulu yang jelas. Aku nggak ngerti kamu ngomong apa."
"Dia—selingkuh sama wanita tua ini!" Nesya menangis dan menunjuk ke arah Mira. Ini kali pertamanya menangis di hadapan Dudi. Laki-laki yang selama ini begitu menyebalkan baginya.
Dudi menatap Bobby dengan tajam.
"Lagipula kenapa kamu berpacaran dengan laki-laki nggak berguna ini," desisnya. Kemudian melempar bogem mentahnya ke arah Bobby yang berdiri seperti orang bodoh. Bobby yang memiliki tubuh kecil langsung tersungkur ke lantai karena pukulan dari Dudi.
"Ayo kita pulang." Setelah itu Dudi meraih tangan Nesya dan mengajak wanita itu untuk keluar dari sana.
"Eh, tunggu! Uangku masih ada di dia." Nesya menangis lagi setelah mengatakannya.
Dudi terpaksa kembali untuk mengambil uang Nesya lagi.
"Balikin uang yang udah dikasih Nesya," kata Dudi sambil mengulurkan tangannya. Namun Bobby justru semakin memegang erat amplop uang itu, dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya.
"Balikin atau aku bikin kamu masuk rumah sakit sekarang juga!"
Bobby yang ketakutan pun langsung melempar uang itu ke arah Dudi.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Mira sambil menyentuh wajah Bobby.
"Aku nggak apa-apa kok, selama kamu masih di sisiku," jawab Bobby begitu menjijikkan.
***
"Udah jangan nangis terus," kata Dudi ketika dia dan Nesya pulang bersama.
Tapi Nesya tak memedulikannya, dia terus menangis sejak pergi dari kostan Bobby. Hubungan asmaranya bersama laki-laki itu selama bertahun-tahun ternyata bisa dengan mudah dikalahkan oleh wanita tua yang memiliki banyak uang itu.
Tangan Dudi terulur untuk membelai kepala Nesya, namun dia ragu dan pada akhirnya dia menepuk bahu wanita itu untuk menenangkannya.
"Udah, lupain aja laki-laki nggak berguna kayak dia. Masih banyak laki-laki lain yang lebih baik."
Nesya menoleh ke arah Dudi dengan wajah yang masih basah.
"Tapi nggak ada yang mau sama aku," ucapnya dengan menyedihkan.
"Benar."
Wajah Nesya yang tadinya sedih berubah menjadi marah, dan mengetahui hal itu Dudi lantas berjalan lebih cepat dan meninggalkan Nesya yang sudah mengeluarkan tanduknya.
"Awas kamu ya!" teriak Nesya ketika melihat Dudi yang kabur begitu mematahkan harapannya. Padahal dia pikir laki-laki itu akan menghiburnya, namun ternyata dia salah. Seharusnya Nesya sadar bagaimana sifat laki-laki itu.
Nesya melihat Dudi yang sudah menunggunya di halte seberang jalan. Laki-laki itu masih menunggunya meski sudah dengan jelas meledeknya beberapa menit yang lalu.
"Cepetan! Busnya udah mau lewat!" teriak Dudi dari kejauhan.
Nesya yang mendengarnya pun sontak berlari agar tidak ketinggalan bus terkahir malam itu. Hingga dia tidak melihat jika ada sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam melaju dengan kencang.
"Akhh!!" Nesya berhenti dan menutup matanya. Dia sudah berpikir jika dirinya akan mati saat itu. Nesya rela, dia pasrah. Karena baginya langit sudah runtuh ketika mengetahui Bobby menghianatinya.
"Apa aku udah di surga?" batin Nesya ketika keadaan begitu sunyi.
"Minggir! Kamu menghalangi jalan!" teriak seorang laki-laki.
Dan ketika Nesya membuka matanya, dia masih berada di tengah jalan. Laki-laki yang berada di dalam mobil sedan hitam itu mengeluarkan kepalanya dan menatapnya aneh.
Nesya terdiam dan linglung. Hingga Dudi menghampirinya dan membawanya untuk minggir.
"Maafkan teman saya." Dudi berkali-kali minta maaf sambil menarik Nesya ke pinggir. Dan kemudian mobil itu melewati mereka berdua.
"Kamu kenapa sih? Kenapa tiba-tiba berhenti di tengah jalan?" tanya Dudi pada Nesya ketika mereka sudah berada di pinggir jalan.
"Mobil tadi mau menabrakku," jawab Nesya yakin.
Dudi menghela napasnya.
"Kayaknya kamu butuh istirahat deh. Besok nggak usah masuk kerja."
"Kenapa?"
"Mobil tadi masih jauh. Kamu yang tiba-tiba berhenti di tengah jalan kayak orang gila."
"Oh ya?"
"Oh ya?" Dudi mengikuti ucapan dari Nesya.
"Aneh," desis Nesya.
"Kamu yang aneh."
Nesya dan Dudi masih terus berdebat siapa yang aneh sampai bus terakhir datang dan mereka masuk ke dalam bus tersebut.
Sementara laki-laki dalam mobil sedan hitam tadi sedang mencoba mengingat-ingat sesuatu.
"Di mana aku pernah lihat wanita tadi?" gumamnya penasaran.