"Nggak bisa gitu dong. Gue juga butuh waktu buat sendirian." Keluhanku ingin menolak kasar kepada pria itu.
Akan tetapi, pria itu terlalu tegas hingga senyumannya tidak pernah terlihat di mataku.
"Ini pilihan anda karena telah menjadi artis." Pria itu menyudahi ucapannya. Muncullah dua tangannya menepuk paha dengan lega. Matanya melirik ke setiap langit-langit ruangan, lalu berpindah ke arahku.
"Apa Baron yang merintah bapak buat ganti Oslan?" Pertanyaanku mulai mengintrogasi pria itu.
Lantas, apa aku harus memekik ke arah pria itu? Atau hanya menerima saja apa yang sudah menjadi kehendak kepala bagian atas.
"Ini sudah menjadi ketentuan kami bersama." Pria itu pun beranjak, menjejalkan dua tangannya di balik saku celana.
Semua pria nyaris melakukan hal yang sama.
Akan tetapi, permasalahan ini menjadi aturan yang mendesak. Baru saja dua bulan berjalan, tetapi mereka seakan ingin merajalelaku.