Chereads / The Devil Boss Beside Me / Chapter 21 - Sneaker Baru

Chapter 21 - Sneaker Baru

Kirana sedang sibuk di atas sofa ketika seseorang datang. Kirana sontak mengangkat wajah dari berkas yang sedang dia sortir. Hari ini dia bisa mengerjakan semua tugas dengan santai karena Gama sedang keluar. Pria itu tidak ingin dia temani seperti biasanya dan memberi tugas kepada Kirana yang harus selesai satu jam ke depan.

"Maaf, Pak. Pak Gamanya tidak ada di tempat," ucap Kirana ketika pria itu mendekat.

"Saya mau mengantar ini." Pria itu tampak melihat ke kotak yang di bawanya lagi. "Buat Ibu Kirana Ardani."

Kirana mengerjap dan menatap pria itu dengan seksama. "Iya itu saya, ada apa ya, Pak?"

Pria itu tersenyum lalu maju. Dia meletakkan sebuah kotak di atas meja sofa dekat dengan berkas yang menumpuk. "Ini kiriman dari Pak Gama buat Mbak Kirana."

Mulut Kirana sedikit terbuka. Lalu mata bulatnya bergulir ke kotak yang berbungkus cantik di atas meja.

"Saya cuma mau mengantar itu. Permisi." Pria itu lantas beranjak mundur. Kirana bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih. Dia masih sedikit bingung campur heran dengan kiriman yang pria itu bilang dari Gama. Kalau memang CEO itu mau mengirimkan sesuatu padanya, kenapa tidak memberinya langsung saja?

Pelan kedua tangan Kirana mengambil kotak itu yang lumayan agak berat. Lalu meletakkannya persis di atas pangkuannya sendiri seraya berpikir apa isi di dalamnya. Tatapnya lantas mencari sesuatu. Dia menemukan sebuah cutter kecil dan dengan alat itu Kirana membuka bungkus cantik yang menyelimuti kotak tersebut.

Setelah dia membuka bungkusnya dengan sempurna, sebuah kotak dengan logo merek sepatu yang Kirana tidak terlalu asing pun terlihat. Dengan tidak sabar Kirana membuka penutup kotak tersebut. Matanya kontan berbinar ketika melihat sepasang sneaker tersimpan rapi di sana. Sepatu. Gama memberinya sepasang sepatu.

Kirana baru akan mengambil sepatu itu dari tempatnya ketika ponselnya berdering, nama si bos muncul di layar ponselnya yang masih ketinggalan jaman itu. Senyum kecil Kirana lantas muncul. Dia dengan segera menerima panggilan dari Gama.

"Kamu sudah terima sepatunya?" tanya Gama di ujung sana.

"Sudah, Pak. Terima kasih," ucap Kirana masih terus mempertahankan senyum.

"Tidak ada alasan malas olahraga karena sepatu lagi sekarang."

Senyum yang tadi mengembang perlahan surut. Bibir tipis Kirana maju seketika. Setelah mengatakan itu Gama langsung mematikan panggilan. Sementara Kirana, mendesah seraya menurunkan ponsel dari telinganya.

"Dia niat sekali membuatku cinta olahraga," gerutu Kirana mencebik. Niatnya melihat sepatu itu menguap begitu saja. Dengan malas dia menutup kotak sepatu kembali. Lalu beranjak menuju ruangan Gama. Dia berjalan menuju meja kerjanya dan menyimpan kotak tersebut di atas meja. Kirana tidak sadar, sesosok makhluk di balik tirai tengah mengintipnya. Makhluk tersebut melempar kaki Kirana dengan sesuatu hingga membuat wanita itu terpekik pelan.

Kirana menolehkan kepala ke kiri-kanan. Tidak cukup hanya itu, dia pun berputar mencari sesuatu yang mengenai kakinya tadi. Lalu matanya membesar ketika menemukan sebuah benda bulat memantul-mantul.

"Bola karet itu lagi," gumam Kirana sembari menyentuh belakang lehernya. Kuduknya sedikit meremang, lantas dia bergegas keluar dari ruangan Gama. Penunggu ruangan Gama cukup usil, beruntung Kirana menemukan yang usil seperti itu hanya di ruangan si bos, bukan di rumah pria itu. Kirana tidak akan bisa tidur jika makhluk-makhluk di rumah Gama mengganggunya. Seperti asisten-asisten Gama sebelum dirinya.

"Gama ada, Kirana?"

Baru saja dia menutup pintu, suara lembut dan merdu terdengar. Kirana menoleh dan mendapati Silvana, wanita dengan tampang secantik Kim Mi So itu sudah berdiri tidak jauh darinya. Wanita yang tingginya bak peragawati itu tersenyum. Bibirnya berwarna brown sugar, tampak lebih pekat namun terasa pas di sana.

"Mbak Silvana?" Kirana tersenyum, dan berjalan mendekat. "Pak Gama sedang tidak ada, Mbak. Beliau keluar kira-kira setengah jam lalu."

Silvana mengerutkan bibir, telunjuknya menyentuh dagunya sendiri. "Dia meeting?"

"Tidak, Mbak. Dia pergi ke..." Lalu Kirana ingat Gama tidak mengatakan apa pun tentang tujuannya pergi. "Pak Gama tidak bilang mau ke mana, Mbak. Mungkin Mbak Silvana bisa menelepon."

Silvana mendesah. Alih-alih pergi dia malah duduk di sofa yang ada di sana. Tas jinjingnya dia simpan di atas meja berdampingan dengan tumpukan berkas yang sedang Kirana sortir. Kedua lengannya melipat di dada.

"Aku sebal dengan dua pria itu. Selalu saja tidak ada kalau aku sedang butuh mereka,"omelnya kesal. "Tidak Raja, tidak Gama keduanya menyebalkan."

Kirana yang mendengarnya hanya meringis. Dia lantas beranjak mendekat, tepatnya mendekati pekerjaannya yang masih menumpuk.

"Kirana." Silvana menoleh kepada Kirana yang sudah duduk di sampingnya menghadap setumpuk pekerjaan. "Apa Gama sudah punya pacar sekarang?" tanya Silvana dengan raut penasaran. Dia kesulitan menghubungi pria itu lagi bisa saja karena Gama sudah memiliki pacar posesif. Saat bertemu di hotel kemarin juga Gama tampak tidak terlalu responsif seperti biasanya.

Sekarang giliran Kirana yang berpikir. Satu-satunya wanita yang sempat dia sangka pacar Gama adalah Silvana, selain itu dia belum pernah lagi melihat Gama berinteraksi dengan wanita lagi. Ada sih satu wanita, tapi itu tidak termasuk yang Kirana perkirakan sebagai pacar bosnya. Karena wanita yang Kirana maksud adalah si Mbok. Hihi.

"Saya tidak pernah mengatur jadwal kencan si bos sih, Mbak. Jadi sepertinya Pak Gama belum memiliki pacar." Kirana menyahut apa adanya. "Atau Mbak Silvana bisa bertanya langsung pada Pak Gama."

"Sampai aku merengek pun Gama tidak akan pernah memberi tahu siapa gebetannya. Dulu juga pernah begitu. Dia itu penuh misteri."

Misteri. Kirana menghentikan pekerjaannya sesaat. Silvana saja yang sudah lama mengenal Gama bisa bicara begitu, apa kabar dengan Kirana yang satu bulan bekerja padanya pun belum ada? Tapi, dibanding misteri, Gama cenderung horor. Pria itu gemar berbicara dan emosi sendirian.

"Apa lagi sama saya, Mbak. Yang ada saya dibentak-bentak karena terlalu kepo."

Silvana tertawa mendengarnya. Bukan hal baru kalau Gama suka membentak. Meski dirinya tidak pernah diperlakukan seperti itu, Silvana kerap melihat Gama melakukan hal itu kepada orang lain yang mengusiknya.

"Jangan dimasukkan ke hati kalau dia lagi marah. Sebenarnya Gama itu baik kok. Selama aku berteman dengannya dia tidak pernah melakukan hal buruk. Padahal aku sering membuatnya kecewa."

Di ujung kalimat wanita itu, Kirana mendengar ada nada penyesalan yang kental. Dan, tunggu. Ini aneh. Kirana baru mengenal Silvana kemarin-kemarin, tapi teman Gama itu mau berbicara banyak dengannya. Orang-orang yang mengelilingi Gama sepertinya baik. Tapi kenapa bosnya memilliki temperamen buruk?

"Berhubung Gama dan Raja sibuk, apa kamu mau menemaniku makan siang?" tanya Silvana kembali menyandang tasnya.

Kirana melirik tumpukan berkas yang belum selesai disortir, lalu menengok jam tangannya. Lima menit lagi jam istirahat siang tiba, tidak salah kan kalau dia menunda pekerjaannya? Kirana yakin Gama paham.

"Oke, Mbak. Tapi saya simpan berkas ini dulu sebentar ya."

Silvana mengangguk lantas menyandarkan punggung ke sandaran sofa, menunggu Kirana yang menyimpan setumpuk berkas ke ruangan Gama.

"Siapa pun yang ada di sini, tolong jaga berkas ini baik-baik sebelum aku kembali," ucap Kirana sembari mengedarkan pandang ke seluruh penjuru ruangan Gama. Dia lalu sedikit membungkuk untuk mengambil dompetnya di dalam tas yang tersimpan di kabinet bawah. Saat itulah matanya bersirobok dengan makhluk kecil berkepala botak, berwajah pucat, tengah menjulurkan lidah meledeknya. Sontak Kirana menjerit. Kakinya bergerak mundur hingga punggungnya membentur dinding di belakangnya.

_________________

Ada si botak gangguin Kirana. Yuk ramaikan! jangan lupa simpan cerita ini di library.