Tampak dari atas bukit bebatuan, seorang penunggang kuda berbaju dan berjubah hitam sedang bersembunyi memperhatikan rombongan prajurit kerajaan Mahidhara yang melaju ke arah utara yang dipimpin oleh seorang pemuda yang gagah dan tampan. Dia lah Tuan Muda Danuraja, Sang pangeran calon penerus tahta kerajaan, dia berkuda memimpin rombongan prajurit pedang membawa sejumlah emas dan hasil bumi untuk dipersembahkan ke kerajaan Gentala sebagai hadiah untuk kerajaan sahabat.
Danuraja diutus sang Baginda Raja untuk menyampaikan surat kerajaan yang berisi ajakan kerjasama dalam memperkuat pasukan kerajaan.
Pada saat rombongan melewati dua tebing bebatuan yang berhimpit, tiba tiba rombongan mereka dihadang lima orang berkuda lengkap dengan pedangnya masing masing.
"Kalian berhenti semua....! " teriak salah satu penunggang kuda sebagai pemimpinnya seraya menghunuskan pedang dari sarungnya.
"Turunkan dan tinggalkan bawaan kalian.." seru pemimpin perampok sambil mengacungkan pedangnya.
"Kalian perampok yang bodoh, apa kalian tidak menghitung jumlah kalian lebih sedikit dari jumlah kami.." kata Danuraja dengan tenang dan percaya diri.
" Alah jangan banyak bacot ..., kalian belum tau siapa kami, kalian bisa mati kalau berani melawan dan berurusan dengan kami..." jawab kepala rampok dengan sombongnya..
"Ayo serahkan semua barang barangmu dan silahkan pergi..." lanjut kepala perampok itu sambil menunjuk barang barang bawaan rombongan.
"Kalau tidak ?" kata Danuraja menantang sambil turun dari kudanya.
"Kalau tidak, aku akan habisi kau dan seluruh pengikutmu.." kata perampok sambil mengajak teman nya turun dari kuda.
"Begini saja, kalau kau seorang pemberani, itu juga kalau kau tidak takut, ayo kita bertarung. Kalau aku yang kalah, ambil semua barang bawaanku." Kata Danuraja sambil menunjuk barang barang bawaannya.
"Tapi sebaliknya, kalau kau yang kalah biarkan kami pergi dan kau jangan menghadang kami dan siapapun yang melewati jalan ini lagi.'' lanjut Danuraja sambil maju beberapa langkah untuk siap siap bertarung.
Tanpa menunggu lama kepala perampok itu lalu menghunuskan pedangnya dan langsung menyerang Danuraja dengan membabi buta. Danuraja pun melayani nya dengan sigap dan dengan ilmu kanuragan yang ia miliki dan peroleh dari gurunya di istana. Kepala perampok itu terus menyerang mengarahkan pedangnya pada dada dan leher Danuraja. Danuraja pun tidak kalah gesit, dengan keahliannya dia terus menangkis serangan serangan dari perampok itu.
Serangan demi serangan, sabetan demi sabetan pedang pun berkilatan pada pertarungan itu. Injakan dan tendangan terus dilakukan, kedua petarung itu terus saling serang dan saling menjatuhkan.
"Ternyata kau cukup ahli juga dalam bertarung anak muda,.."kata kepala perampok itu seperti mulai prustasi dengan kekuatan lawan yang sulit dilumpuhkan dan dikalahkan.
"Kau siapa sebenarnya ? " tanya perampok sambil menghentikan serangannya.
" Aku Danuraja, Putra makhota dari kerajaan Mahidhara dari wilayah selatan." jawab Danuraja sambil menghentikan gerakan pedangnya.
" Oh...pantas kau lihai berpedang, seorang pangeran rupanya...." Kata kepala perampok sambil memperhatikan penampilan Danuraja yang memang tampak berbeda dengan pakaian dan penampilannya dengan para pengiring kerajaan.
"Bagaimana ? Kau sudah menyerah kalah ? he..he..he... " Danuraja mengejek kepala perampok itu.
Mendapat ejekan seperti itu, kepala perampok tersulut lagi emosinya.
" Kurang ajar....mampus kau..." Teriak kepala perampok sambil melayangkan pedang ke arah kepala Danuraja.
Danuraja yang sudah membaca gerakan pedang kepala perampok itu, dengan mudah menarik kepalanya ke belakang untuk menghindarinya dan
Danuraja pun membalas sabetan pedangnya kepada dada kepala rampok itu. Namun rupanya kepala rampok sudah terbiasa bertarung sehingga dia pun dengan mudah menepisnya.
Pertarungan antara Danuraja dan kepala rampok itu cukup seimbang. Danuraja sering mendapat gemblengan gurunya di istana, dan kepala rampok terbiasa bertarung untuk merampok barang dari rombongan yang lewat ke daerah itu.
Namun sekuat apapun nafsu dan amarah untuk bertarung, rasa lelah dan letih tetap akan mengalahkannya. Kepala perampok itu sudah mulai tampak kelelahan, karena kepala rampok itu usianya lebih tua dari Danuraja, dan itu pasti akan berpengaruh besar. Sementara Danuraja selain masih muda dan gagah, dia juga ahli dalam bertarung dan berpedang.
Setelah sekian lama bertarung, akhirnya kepala perampok itu mulai kewalahan dan keteteran menandingi Danuraja. Dia sering kena pukulan dan sering jatuh. Karena merasa sudah tak sanggup lagi melawan dan mengimbangi gagahnya Danuraja dalam bertarung, Kepala perampok itu akhirnya prustasi juga, dia mulai mundur dan melirik teman temannya.
"Ayo seraaaannng....habisi semuanya." ajak kepala perampok pada temen temannya untuk membantu dirinya menyerang Danuraja.
Mendengar teriakan pemimpinnya, semua perampok itu langsung menyerang Danuraja. Namun Prajurit pedang pengiring kerajaan pun tanpa menunggu perintah dari Danuraja, langsung maju berjibaku melawan dan menghalau serangan para perampok itu. Pertarungan masal pun tak bisa dihindarkan. Dua kelompok itu bertarung memperebutkan apa yang diinginkannya.
"Aaakh....." teriak salah seorang pengiring kerajaan, rupanya dia kena sabetan pedang dari salah satu anggota perampok.
Satu demi satu para petarung itu berjatuhan. Pengiring kerajaan sudah empat orang jatuh dan bersimbah darah. Dari pihak perampok satu orang kena sabetan pedang lehetnya dan tampak terkujur kaku.
Satu orang lagi anggota perampok terkena sabetan pedang di dada nya. Dan jatuh tersungkur ke tanah, ditampah lagi tendangan dan injakan para prajurit pada perampok itu, sehingga membuat perampok itu langsung terkapar tidak berkutik lagi.
Melihat kedua temannya sudah jatuh dan mati karena sabetan pedang, akhirnya kepala perampok itu menginstruksikan teman temannya mundur.
"Ayoo.... mundur ! " teriak kepala perampok itu sambil lari menuju kudanya. Teman teman perampok itu pun mengikutinya. Mereka ikut kabur naik kuda dan meninggalkan pertarungan, sementara kedua teman temannya yang sudah terkujur kaku ditinggalkan begitu saja.
Pertarungan pun berakhir. Danuraja melihat para prajuritnya yang beberapa orang sudah terkujur kaku.
"Urus dan kuburkan dia..." Perintah Danuraja pada prajurit pengiring kerajaan.
" Iya pangeran, perintahmu akan segera kami laksanakan.." kata prajurit itu sambil bersiap siap untuk menguburkan para prajurit yang telah gugur dalam bertarung.
"Tolong tandai kuburannya dengan ciri kerajaan Mahidhara..." kata Danuraja dengan wajah sedih melihat pengiringnya terkujur kaku dihadapannya.
Dia merasa telah gagal memimpin dan menjaga para prajurit kerajaan.
Setelah menguburkan para prajurit yang gugur bertarung, Danuraja pun mengajak para pengiringnya untuk melanjutkan perjalanannya menuju kerajaan Gentala.
Tiga hari dilalui dengan haus dan dahaga melewati beberapa perbukitan bebatuan, sampailah pada suatu wilayah dataran tinggi yang sudah mulai berwarna hijau karena banyak rerumputan dan pepohonan rindang.
Dari kejauhan sudah tampak suatu bangunan indah dan megah. Itulah bangunan dari Kerajaan Gentala, kerajaan yang menjadi tujuan perjalanan Danuraja.
Sesampai di pelataran pintu gerbang luar kerajaan, sudah berdiri para penjaga kerajaan secara berlapis.
Salah satu penjaga maju menghadang rombongan.
"Berhenti,...tuan dari mana dan tujuan apa masuk ke wilayah kerajaan kami ? " tanya salah satu prajurit penjaga kerajaan pada Danuraja.
Danuraja pun turun dari kudanya dan diikuti oleh seluruh prajurit pengiringnya.
"Perkenalkan, aku Danuraja, putra mahkota dari kerajaan Mahidhara.
Kami diutus sang raja untuk menyampaikan surat kerajaan dan barang persembahan kepada Raja kalian.
"Silahkan tuan tunggu disini, .." kata salah satu prajurit penjaga. Sementara prajurit yang lain bergegas meninggalkan rombongan menuju ke dalam kerajaan.
Setelah sekian lama menunggu, prajurit tadi pun tiba.
"Tuan diperbolehkan untuk masuk, dan ditunggu sang raja di dalam..."
Kata prajurit itu menjelaskan.
" Terimakasih, " kata Danuraja sambil berjalan memegang kudanya. Seluruh pengiring kerajaan masuk ke dalam pelataran wilayah kerajaan Gentala didampingi para prajurit penjaganya.
Danuraja pun memasuki ruangan kerajaan didampingi prajurit penjaga menuju tempat singgasana raja.
"Salam paduka raja ..." kata Danuraja menyapa dan memberi hormat sambil membungkukan badan seraya kedua tangannya diletakan di dada seperti menyembah.
"Saya Danuraja, putra mahkota dari kerajaan Mahidhara, saya diutus sang raja untuk menyampaikan surat kerajaan dan barang persembahan untuk paduka.
Danuraja kemudian mengulurkan tangannya memberikan surat kerajaan tersebut.
Lalu Sang Raja membuka dan membacanya.
Danuraja menatapi raja itu menunggu reaksi dan jawaban dari surat itu.
Danuraja memandangi sekeliling ruangan singgasana raja itu.
Tampak berjejer para pendamping kerajaan disekitar kursi singgasana.
Namun ada yang menarik perhatian Danuraja, ada seseorang gadis yang berdiri disamping singgasana itu. Seorang gadis muda yang sangat cantik. Danuraja menatap dan memperhatikan gadis itu. Secara bersamaan gadis itu pun melihat dan menata Danuraja. Mereka beradu pandang. Keempat mata itu bertemu.Gadis itu tersenyum dan menganggukan kepala seperti memberi hormat. Danuraja pun membalas mengganggukan kepala seraya tersenyum simbol memberikan salam.
" Ehhemmm...." Tiba tiba sang raja mendehem. Danuraja pun kaget dan tersipu malu. Dia baru nyadar kalau sang raja sedang melihat dan memperhatikan kelakuannya.
"Pangeran Danuraja,....perkenalkan ini putriku, namanya Putri Malikah.