Chereads / Suami Untuk Kakakku / Chapter 2 - Iseng Membawa Petaka

Chapter 2 - Iseng Membawa Petaka

Reva menemui kekasihnya usai pulang bekerja, dia mengatakan padanya jika dirinya harus menunggu kakaknya menikah dulu jika ingin menikah.

Mendengar hal itu, Fikri menjadi sedikit ragu dengan hubungannya bersama dengan Reva. Apalagi umur Fikri saat ini sudah tidak muda lagi.

"Kakakmu, gimana kalau kamu kenalin sama temen kamu," usul Fikri.

"Udah pernah, emangnya aku gak pernah mikirin buat nemuin dia sama temen-temenku?"

"Terus?"

"Ya nihil, kebanyakan malah ngeledek aku. Katanya aku gak mirip sama kakakku. Mereka pikir aku sama kakakku itu mirip, tapi ternyata beda."

Mendengar cerita Reva membuat Fikri terkikik. Dia menutupi mulutnya karena tertawa.

"Jangan begitu, meski begitu dia kakakku. Apa kamu mau nikah sama dia?" goda Reva.

"Kalo aku nikah sama dia, kamu nikah sama siapa?" tanya Fikri.

Reva menaikkan kedua bahunya. "Aku juga gak tau."

**

Pulang dari kafe, Fikri mengantar Reva pulang ke rumahnya. Tanpa sengaja, saat itu yang membukakakn pintu rumah adalah Tia. Wanita itu muncul dengan penampilan ajaib di depan Fikri dan Reva.

"Mbak Tia, ngapain dandan begini?" tanya Reva menatap tak percaya pada Tia. Aneh dan juga norak. Tapi Reva tak mengatakannya langsung. Dia hanya memendam pendapatnya itu di dalam hatinya.

"Aku pergi ke salon seperti yang kamu suruh."

"Tapi kan ya gak gitu juga, Mbak? Mirip sama ondel-ondel tau gak? Terus rambutnya kenapa kriwil begini?"

"Katanya ini lagi ngetren, Va."

"Ngetren dari Hongkong?"

Reva masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti bajunya. Sementara itu Tia pergi ke dapur guna membuatkan minum untuk kekasih adiknya.

Ia memberikan teh hangat untuk Fikri, lelaki yang selama ini sudah ia kenal tapi jarang mengobrol. Maklum saja, Tia tidak percaya diri dengan statusnya yang hanya pembantu berbeda dengan adiknya.

Fikri dan Tia serumuran, mungkin satu tahun lebih tua dari Tia. Jadi Fikri memanggil Tia dengan menyebut namanya saja.

"Tia," panggil Fikri.

Tia menoleh, dia menatap wajah Fikri kemudian tersipu sendiri.

"Gimana kabar kamu?" tanya Fikri, dia memang jarang ke rumah itu sejak bekerjanya dipindahkan ke bagian lain.

"Baik," jawab Tia singkat karena dia malu pada Fikri,

"Oh, kamu udah punya pacar?" tanya Fikri.

Dada Tia berdebar, ia pikir Fikri bertanya seperti itu karena Fikri menyukainya. Padahal bukan.

"Nggak ada, gak ada yang mau sama aku."

Fikri pun hanya tersenyum, Reva yang keluar dari kamar membuat reaksi Tya menjadi sedikit berlebihan karena salah tingkah Reva tiba tiba keluar dari kamarnya.

"Mbak Tia kenapa masuk? Udah ngobrol aja sama kita berdua," kata Reva.

"Gak usah, aku mau tidur," jawabnya langsung masuk ke dalam kamar. Padahal sejak tadi Reva sudah tahu gelagat kakaknya itu ketika bicara dengan Fikri.

Reva menatap ke arah Fikri, ada pertanyaan yang mengganjal hatinya saat ini.

"Menurut kamu kakakku gimana?" tanya Reva.

"Apanya yang gimana?"

"Ya, pendapat kamu tentang kakakku." Reva memperjelas pertanyaannya. Dia hanya ingin tahu pendapat dari kekasihnya itu tanpa maksud apa-apa.

"Dia... Baik," jawab Fikri singkat.

"Lebih baik dari aku?" Reva mengeluarkan pertanyaan jebakan.

"Apa sih? Semua orang kan beda-beda. Gak bisa disana ratakan."

"Bilang aja, emang kakaku lebih baik dari aku. Tapi yang jelas aku lebih cantik kan?" Reva tersenyum pada kekasihnya tersebut.

"Iya.. Iya," jawab Fikri sambil terkekeh.

Tia yang berdiri di belakang pintu kamar mendengar hal tersebut. Dia sadar jika dirinya memang sangat jauh dari Reva.

Apalagi saat ia menatap bayangan dirinya yang terpantul melalui cermin di kamarnya.

Reva dan Fikri mengobrol seperti biasanya setelah tadi sempat menyinggung persolan Tia. Dan tiba-tiba terlintas di pikiran Reva untuk mengerjai kakaknya.

Sejujurnya dia sedikit kesal karena menyadari kakaknya yang telah berani menyukai Fikri. Padahal kakaknya itu sama sekali tidak pantas untuk bersanding dengan lelaki seperti Fikri. Apalagi menyaingi dirinya.

Banyak laki-laki yang silih berganti menyatakan perasaannya pada Reva. Tapi Reva memilih Fikri karena laki-laki itu mapan dan bertutur kata lembut.

"Aku mau nerima lamaran kamu," ucap Reva tiba-tiba membuat Fikri terkejut.

"Kamu serius? Bukannya tadi kamu bilang harus nunggu kakakmu dulu menikah?" tanya Fikri yang seakan tak percaya dengan kalimat Reva barusan.

"Iya aku serius. Besok kamu lamar aku ya. Di sini, di depan orangtua aku." Reva mengatakan hal itu dengan mudahnya.

Fikri melebarkan senyumnya. Karena dia pikir akhirnya hubungannya dengan Reva akan berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi.

"Aku pasti datang. Aku gak akan mengecewakan kamu Reva."

"Iya, aku tunggu besok malam ya."

Setelah membicarakan hal tersebut Fikri pamit untuk pulang. Dan dia harus mempersiapkan semuanya untuk melamar Reva besok.

Karena Fikri tak mau main-main, dan dia benar-benar ingin acaranya serius.

Tapi sebaliknya bagi Reva. Saat ini wanita itu sedang tersenyum-senyum sendiri membayangkan apa yang akan terjadi besok.

Sebenarnya dia tidak bermaksud untuk meminta Fikri benar-benar melamarnya. Dia hanya ingin menggunakan laki-laki tersebut untuk mengerjai kakaknya.

Rencananya besok Reva akan mengatakan pada Tia jika ada temannya yang akan melamar kakaknya tersebut. Dan Reva meminta Tia untuk bersiap-siap sebaik mungkin.

Dan saat Fikri datang, Reva tak sabar melihat ekspresi Tia. Karena sudah pasti Fikri akan membatalkan lamaran tersebut. Karena yang disukai laki-laki itu adalah dirinya. Dan Fikri tak mungkin melamar Tia. Hal itu lebih dari kata mustahil.

"Kamu kenapa Reva? Dari tadi senyum-senyum," tanya Tia yang sejak tadi melihat Reva seperti sedang bahagia.

"Oh iya mbak. Besok ada temenku yang mau melamar mbak Tia. Mbak Tia mau kan?" ucap Reva. Dia mulai melancarkan aksinya.

"Kamu yakin? Gimana kalau temenmu membatalkannya pas udah ketemu sama aku?" tanya Tia ragu.

"Udah itu masalah entar. Yang penting besok malam mbak siap-siap aja. Kan kita gak tahu dia suka sama mbak apa enggak."

Karena tak enak terus menjadi penghalang untuk hubungan adiknya tersebut. Akhirnya Tia menyetujui permintaan dari Reva.

Tia hanya berharap jika kalo ini dia mendapatkan laki-laki yang bisa serius dengannya. Agar Reva tidak membencinya lagi. Karena Tia selalu menjadi penghalang saat Reva ingin cepat menikah.

"Bukankah kita harus bilang sama ibu dan ayah Rev?" tanya Tia. Namun tak ada jawaban karena ternyata adiknya tersebut sudah terlelap tidur.

Tia berpikir jika teman Reva sudah berniat melamar maka ini akan jadi acara yang penting. Dan dia harus mengatakan hal ini pada ayah dan ibunya.