Chereads / Pedang Taraka / Chapter 2 - Perselisihan 2

Chapter 2 - Perselisihan 2

Surya terkulai, dia tidak lagi mengerang dan meronta. Di pikirannya: 'mungkin sudah saatnya aku mati' tangannya yang diringkus oleh si Tubuh Tinggi Besar itu tak melawan lagi. Lalu dia dijatuhkan ke dasar lantai yang berserakan pecahan botol dan air anggur. Baunya menyengat ke hidungnya. Dia terkapar. Dan para pengkhianat itu seakan memeiliki sisi kemanusiaan, mereka berhenti menghakimi Surya.

Kerah baju Alex dicengkram lalu di angkat dengan sebelah tangan oleh Danil, "Waktumu telah berakhir..." Danil tertawa, "Ha ha ha... tetapi jika kau masih ingin hidup, kau boleh bergabung denganku, menjadi seorang kacung... ha ha hahaha..:" Danil benar-benar mendapat kenaikan jabatan dan hadiah lotre.

Alex meludahi wajah Danil, Cuh

Buk Buk Buk Buk Buk Buk Buk Buk!

Danil menghajar perut Alex habis-habisan, tak kenal ampun, "Bangsat!"

Alex tersungkur, mengerang kesakitan, isi perutnya seakan pecah berporak poranda. Namun dia masih kuat menyanggah tubuhnya dengan lututnya. Tetapi Danil tanpa segan langsung menendang wajahnya dengan keras, sampai kepala bagian belakangnya terbentur ke lantai. Syahdan Danil berdiri di atasnya, menatap Alex yang sudah tak ada guna, lemah, dan tak memiliki taring. Danil mengangkat tangannya, lalu mengepalkan tangannya dengan kuat. Danil seakan seakan menarik energi, kepalan tangannya itu mengeluarkan asap hitam.

Semua anak buahnya: pengkhianat itu tercengang melihat tangan Danil mengeluarkan asap. Keheranan. Sebab, Danil adalah orang yang tidak jauh lebih hebat dari Surya. Dan, yang sedang dia lawan adalah Alex, ketua geng Brata, yang dikenal sejagat dunia bisnis perjuadian sebagai orang yang tak kenal ampun. Bahkan, Danil sering menjadi objek amarahnya: digampar dan dihajarnya kalau Danil melakukan kesalahan yang merugikan banyak pihak.

Pernah suatu hari, Danil dihajar habis-habisan karena dia membawa sabu seberat 100 Kg tanpa koordinasi pada Alex, dan hampir tercium polisi. Mungkin dari saat itulah Danil memiliki dendam pada Alex, dan dia berguru mencari ilmu ilmu kebal dan pukulan maut, untuk membunuh Alex. Sebab kalau dia langsung menantang Alex duel, dia hanya akan mati konyol.

Asap itu berubah menjadi api. Samar-samar Surya melihat api itu, tangannya mengepal, seakan mengumpulkan tenaga. Tiba-tiba dia bangkit dari kebinasaannya, dan tanpa pengawasan para pengkhianat yang telah reda menghakiminya, dia berlari dengan gontai.

"Aaaaaaa..." Danil berteriak murka - melepas pukulannya pada Alex yang sedang terkapar. Namun, Surya telah menjatuhkkan badannya di atas tubuh Alex, dan pukulan itu menghantam perut Surya samapai memuntahkan darah segar, dan tubuhnya mendapat luka bakar yang sangat mengerikan, "Euuuaaaa..."

Setelah pukulan itu dilepaskan, Danil menjadi lemas dan lemah, dia melangkah kebelakang dengan sempoyongan, para anak buahnya berlari memburu tubuhnya dan langsung menyanggahnya agar tidak ambruk.

Darah segar dari mulut Surya terus menyembul-nyembul tak henti-henti, dia sekarat.

Alex nyalang melihat Surya dicabut nyawanya. Dia memaksakan dirinya untuk mengangkat tubuh Surya seraya memegang perutnya yang kesakitan.

Para pengkhianat itu menyaksikan Surya di atas pangkuan Alex. Meraka memiliki rasa, kalau Surya itu adalah orang baik atas mereka. Mereka hanya melihat drama anatar Surya dan Alex itu, sedang sebagian menyanggah tubuh bosnya yang baru.

Di atas pangkuan itu, Surya tersengal-sengal, darahnya tak hentinya keluar dari mulutnya. Alex berteriak menyebut namanya, "Surya..." meratap dan menatap, "Kau tak boleh mati sekarang."

Mata Surya menatap Alex yang berada di atasnya, yang sedang membendung air mata. Surya mencoba menahan darah itu keluar, dia mencoba untuk berbicara. Darah itu tiba-tiba berhenti, dan sternumnya tidak lagi tersengal. Surya menatap Alex dengan pasti, dia kemudian berkata "Pergilah..." darahnya sedikit-sedikit kembali keluar, "kau masih harus hidup."

"Tidak," sembari menggelengkan kepala, "tidak, gue tidak akan pergi, lo masih harus hidup..." Alex sudah tidak bisa lagi membendung air matanya; air matanya mentes, "Ayo kita lawan si Brengsek itu."

"Bodoh!" jawab Surya. Dan itu kata-katanya yang terakhir. Darah itu kembali keluar dengan deras, sternumnya kemabli tersengal-sengal, dan menghembuskan napas terkahirnya. Lehernya terkulai ke sebelah kiri: ke tubuh Alex.

Alex seakan tidak percaya; sahabatnya, kepercayaannya, mati mengenaskan, di hadapan matanya, dan dirinya tidak bisa melindunginya.

Alex membaringkan tubuh Surya dengan perlahan, kemudian dia bangkit sekan memeiliki kekuatan baru. Dia membalikan badannya pada segerombolan pengkhianat, matanya tajam bak mata elang.

Sedang Danil masih lemas dan lemah; efek dari kekuatannya sendiri. Badannya masih ditunjang oleh anak buahnya.

Alex menarik napas dalam, memejamkan mata. Dia merasakan kesunyian. Tiba-tiba berlair keluar dengan sekencang-kencanngya.

Para pengkhianat itu hanya diam.

Tiba-tiba, "Oooy!" Teriak Danil sampai air liur bermuncratan , "Kejar...!" perintahnya dan melepaskan sanggahan anak buahnya.

Anak buahnya terhentak, kacau, berhamburan dan terbirit-birit, berlari keluar mengejar Alex. saat mereka di muka markas, Alex sudah melesat dengan motor sportnya ke arah utara. "Kejar... kejar... kejar...!" intruksi salah seorang dari mereka, kemudian mereka semua langsung mengejar Alex menggunakan motor yang serupa.

Danil berlari keluar, tergoppoh-gopoh mendekati mobilnya, dan dia pun ikut mengejar menggunakan mobil merah mengkilat kuda jingkraknya itu.

Terjadi kejar-kejaran antara para pengkhianat dan Alex. Malam telah tergelincir dari pertengahannya. Suasana jalan sangat sepi. Bulan sabit memayungi di atas langit gelap sana. Bintang-bintang tertututp oleh hamparan awan kelabu. Kabut dan asap melebur menjadi satu, menutupi jalanan. Angin berseok-seok menerpa tubuh, dan juga kepala Alex yang tak menggunakan helm. Sedang dirinya diburu oleh tigapuluh satu orang, dan dengan perasaan duka di hatinya juga wajah Surya masih tergambar jelas di benaknya.

Di jalan lurus, Alex terkejar oleh dua motor. Mereka berdua meneriaki Alex seperti anjing yang melihat orang asing di balik pagar, "Woy! Berhenti!" berkalli-kali. Alex tidak peduli, dia malah menurunkan gigi transmisinya, kemudian mendakati salah satu pengejar di sampingnya, dan ktika dekat dia menendang kemudi si pengejar itu, samapai motornya kehingan kendali: Brakkk. Motor itu jatuh terguling-guling. Tiga motor di belakangnya kehilangan awas dan menabrak motor yang sedang terguling-guling itu, dan terjadi tabrakan beruntun.

Alex langsung menarik pedal gasnya, dan memindahkan gigi transmisinya ke posisi TOP. Kecapatan Maksimal.

Sebagian lagi dari para pengkhianat itu masih mengejarnya. Ketika di simpang lima, Alex menegcoh mereka; alih-alih terlihat akan mengambil jalaur selatan dia berbelot mengambil arah barat. Dan mereka terkecoh, sampai harus berputar dulu untuk bisa masuk jalur barat itu. Namun, mobil nerah mengkilat itu berhasil mengejar Alex secara mulus.

Arah barat, jalan dengan marka kuning dan tak selebar jalan di perkotaan– penghubung antar daerah. Alex memacu kuda besinya dengan cepat, melewati hutan dan perkembunan.

Sampai di hutan belantara, tak ada kendaraan dari arah berlawanan, jalanan begitu sepi. Alex sudah di batas laju kendaraanya; sangat cepat. Tiba-tiba dari belakang sebuah mobil merah melesat mengejarnya, jauh di arah pandang mobil merah itu menutup jalan, parkir seperti di film-film.

Alex tahu itu adalah Danil. Jalannya terhalang, lantas dia menurunkan kecepatannya dan lalu berhenti di dekat mobil merah mengkilat itu. Kemudian sayup terdengar dari belakang, deru puluhan motor pemburu mendekatinnya pula. Dengan santai, tak ada rasa takut, Alex turun dari motornya, 'Mungkin ini juga sudah waktunya aku mati.' Dia bergumam dalam hati.

"Hahaha..." Danil keluar dari dalam mobil, dia tertawa penuh kemenangan: jabatan dan lotrenya akan segera ia dapatkan seutuhnya.

Alex terdesak.

Danil menawarkan pilihan, "Hanya ada dua pilihan, " katanya sembari berlagak di hadapan Alex, memutari tubuh Alex "Mati?! Atau bergabung denganku? Menjadi anak buahku.. Hahaha." Dia tertawa puas. Dan, para pengkhianat ikut tertawa dengan riangnya.

Cuh!

Alex meludah, "Setan! Lebih baik mati, dari pada menjadi pecundang."

Buk!

Danil menghantam perut Alex – sangat kencang.

Alex mengerang. Lututnya ambruk di atas aspal dan tangannya menahan nyeri di perutnya.

Alex mulai pulih dan pukulannya mulai kuat kembali, hanya masih belum bisa menggunakan pukulan mematikannya.

Dua pengkhianat tinggi besar, berotot, mengangkat tubuh Alex, di pangganya dengan dipegang kedua tangannya, dan Buk! Danil kembali menghantam perut Alex lagi dan lagi.

Alex tertawa mengejek "Hahaha... ternyata kau lemah, kau payah! Dan kalian semua, bekas anak buahku, kalian bodoh jika memilih pemimpin lemah seperti dia..." dia terngah-engah "melawanku saja dia butuh kalian... ha ha ha." Para pengkhianat itu terdiam.

Buk!

Pukulan Danil lebih keras. Alex mengerang. Namun, wajahnya tetap hingar bingar menertawai.

"Seret dia ke hutan!" Titah Danil dengan berlagak.

Para pengjkhianat itu masih terdiam.

"Cepat!" Suara Danil keras. Dengan matanya yang memerah - marah.

Dan mereka terhenyak, lalu tergopoh-gopoh mengangkat tubuh Alex yang renta.

Dua pengkhianat tinggi besar berotot kembali menyeret tubuh Alex yang terkulai, mengerang kesakitan. Sebagian lainnya ikut mengarak, riuh dipimpin oleh Danil.

Mereka mengarak Alex sampai ke bibir jurang. "Lepaskan!" Danil memerintah dengan tegas, dan dua pengkhianat tinggi besar berotot itu melapaskan pegangan kerasnya. Seperti anjing yang menurut begitu saja, dan kembali ke barisan setelah dilempari tulang sebagai hadiah karena telah sukses bertugas.

Danil kemabli menawarkan pilihannya, "Mati?! Atau bergabung?" berdiri menantang di hadapan Alex.

Namun, Alex tetap teguh. Dia kembali tertawa mengejek, "Ha ha hahaha... begitu berpengaruhnya aku... sampai di ujung napasku ini kau masih menampilkan kelemahanmu... dasar lemah."

Danil geram, tangannya mengepal kuat. Sedang para pengkhianat terdiam kaku, seakan dirantai di tihang-tihng jemuran.

Buk!

Alex meringis, mengerang, perutnya memakan pukulan Danil yang semakin bertambah keras seakan menusuk dan memporak-porandakan usus-usus di dalam perut Alex.

Alex mengeluarkan darah. Luka dalamnya semakin parah. Namun dia masih mampu berdiri meskipun sekujur tubuhnya babak belur, sesekali dia masih tertawa dan memberikan senyuman mengejek.

Sekali lagi aku tawari kau pilihan untuk hidup, "Mati?! Atau bergabung?!"

"Jangan bodoh... aku lebih baik mati daripada bergabbung dengan kau bajingan."

Lagi-lagi: Buk Buk Buk Buk Buk!

Danil seperti kesurupan. Mungkin memang dia kesurupan, sebab sudah memiliki niat untuk membunuh, bahkan telah membunuh Surya.

Alex tersengal-sengal, seisi perutnya terasa akan keluar, napasnya sesak seakan telah berada di ujung untuk meninggalkan kefanaan. Tetapi dia masih menahan tubuhnya untuk berdiri, walaupun kakinya telah gontai dan tersoek-seok.

Angin malam yang dingin sesekali berembus kencang menerpa tubuh seakan mencabik-cabik, dan lagi ketika terkena luka, luka itu menjadi terasa lebih perih dan tersayat-sayat.

Meskipun demikian, Alex masih bisa berpikir dengan ketangguhannya. Dia mundur perlahan, selangkah demi selangkah nan kecil sampai dia berdiri di ujung bibir jurang.

"Lo, mau apa?" Tanya Danil keheranan dan mendesak.

Para pengkhinat yang berbaris di belakang Danil, membelalak melihat Alex yang kian mundur ke tepian jurang. Semua yang ada di kepala mereka berisi tanda tanya yang sama, 'apakah dia akan bunuh diri.'

Danil mendekatinya dengan perlahan, "Jangan jadi pengecut kau! Hidup gue tidak akan pernah bahagia kalau lo tidak mati di tangan gue."