Mata Arabella perlahan mengerjap begitu menyadari banyak sinar matahari masuk ke dalam retinanya. Rupanya sudah pagi.
Setelah kemarin Gerald mengantarkannya ke kamar, lelaki itu sengaja meninggalkan Arabella untuk beristirahat. Awalnya sih tidak begitu nyaman, karena suasana baru yang tidak biasa Arabella rasakan, namun lama kelamaan kelelahan sendiri sampai akhirnya tertidur nyenyak.
Untuk hari ini, dia tidak tahu apa yang akan dilakukan bersama Gerald dan Alexander, meski begitu, rasanya Arabella sangat ingin menjelajahi istana unik yang baru pertama kali dia lihat dengan mata dan kepalanya ini.
Kaki Arabella menyentuh lantai yang dingin, kemudian berjalan ke arah jendela yang terbuka karena dia lupa menutupnya semalam, menghirup banyak udara segar dari luar.
Entah mengapa, udaranya jauh berkali lipat lebih segar dibanding udara pada masanya.
Lewat jendela itu, Arabella bisa melihat area sekitar istana. Mulai dari taman bunga yang indah dan bewarna-warni dan area luar istana di mana banyak penduduk berlalu-lalang di sana.
Pakaian khas mereka juga unik, seperti yang biasa Arabella lihat di film-film kerajaan. Rasanya seperti berada di dalam dongeng.
"Apakah aku boleh berkeliling?" tanya Arabella di dalam hati.
"Sepertinya boleh."
Pada akhirnya, Arabella benar-benar berjalan ke luar kamarnya. Meski banyak disambut dengan respon kurang menyenangkan, dia tetap melangkahkan kakinya ke arah taman istana yang dekat dengan pintu keluar.
Tadinya ingin mengajak Gerald bersama, namun rasanya sungkan mengetuk pintu kamar lelaki itu terlebih dahulu.
Arabella juga menyadari, jika respon para pegawai di istana ini sepertinya kurang baik kepadanya. Mereka hanya berlaku tunduk ketika ada Gerald atau Alexander saja.
Tidak apa, lagi pula Arabella tidak begitu lapar hormat kok, dia sudah terbiasa dicaci maki meski entah karena apa.
"Apakah anda akan keluar, nyonya?" tanya salah satu penjaga istana saat langkah Arabella mulai mendekat ke arah gerbang yang menjulang sangat tinggi.
Kepala Arabella mengangguk. "Bolehkah? Hanya sebentar saja."
Kepala penjaga itu menunduk seiring Arabella berjalan melewatinya, hal itu mengundang kepala Arabella menunduk untuk alasan kesopanan.
Wah, suasanyanya langsung berbeda ketika menginjakkan kakinya di luar gerbang. Aroma roti dicampur sejuknya udara pagi dan rindangnya pohon membangkitkan senyumnya. Meski terlihat padat penduduk, namun sangat rapih dan terlihat nyaman.
Arabella bisa melihat banyak sekali toko kue berjajar di sampingnya, serta toko bunga dan kopi yang menemani. Beruntung sekali Arabella yang dulu, bisa tinggal di tempat seperti ini.
"Mengapa dia keluar? Setelah berbulan-bulan tidak menginjakkan kakinya di daerah kita!"
"Pengecut itu tidak pantas ada di sini!"
"Aku tidak sudi melihat wajahnya!"
Alis Arabella kemudian mengernyit, merasakan banyak pandangan tajam dan perkataan menusuk tertuju kepadanya. Apakah benar? Apakah Arabella melakukan kesalahan?
Belum sempat langkahnya kembali, tiba-tiba satu gumpalan tepung padat mendarat mengenai kepalanya, membuat tubuh Arabella limbung ke samping jika tidak ada meja penjual bunga di sebelahnya.
Kemudian limbung tubuhnya itu menyebabkan meja berisi banyak sekali bunga menjadi berjatuhan dan terkena tanah yang sedikit lembab.
Oh tidak, baru sehari saja, Arabella sudah menyebabkan kekacauan di dunia orang!
Tak lama suara teriakan dari dalam toko terdengar sangat nyaring, membuat Arabella menggigit bibir bawahnya sambil berusaha merapihkan bunga yang sebenarnya sia-sia saja.
"Kau! Berani-beraninya menghancurkan usahaku!" geram pemilik toko bunga sambil menunjuk-nunjuk Arabella.
"Mentang-mentang menjadi istri dari raja, kelakuanmu semakin lama semakin seenaknya. Kau memang pembawa sial!" teriak pemilik toko sambil melempar bunga yang jatuh sampai mengotori tubuhnya.
Oh tidak, apa ini? Mengapa semua orang seakan membenci Arabella?
"Aku akan menggantinya," ucap Arabella pelan.
Pemilik toko semakin marah. "Lihat! Mentang-mentang kaya, kau meremehkanku!"
Menurutnya, ini keterlaluan. Apalagi saat pemilik toko itu menghampirinya kemudian menarik rambutnya kasar hingga Arabella berteriak kesakitan.
Tidak hanya satu, namun orang-orang lain juga membantu pemilik toko itu. Melemparinya dengan tepung dan telur, bahkan ada yang melempar batu kerikil yang tepat sekali mengenai pelipisnya.
Arabella, apa yang sudah kau perbuat sampai kau dibenci satu daerah ini?
Dan mengapa dia yang terkena imbasnya!
"Kau harus diberi pelajaran. Jangan sekali-kalinya kau menginjakkan kaki di tempat kami, kami tidak sudi menerimamu! Dasar anak pembunuh!"
Tunggu.
Tubuh Arabella mematung sesaat. Ketika perkataan itu meluncur di telinganya, Arabella seakan kehilangan kesadaran dirinya.
Anak dari pembunuh?
Maksudnya?
Namun, disaat tubuhnya tidak lagi menerima rasa sakit akibat terkejut, pundaknya terasa ditarik ke arah depan kemudian dua lengan hangat mengurung dirinya dalam kehangatan.
Sentak semua orang menghentikan aksinya, kemudian menunduk dalam sampai bersujud.
"Maafkan kami Raja, maafkan kami." Ucap warga serentak.
Tidak ada lagi yang menyakitinya, namun Arabella bisa merasakan jika Gerald datang untuk melindunginya.
"Berani sekali kalian menyentuh istriku, bahkan menyakitinya dengan perilaku tidak manusiawi kalian!" teriak Gerald tegas dan dalam. Tangannya tidak berhenti mengelus pundak dan satunya mengelus rambutnya.
"Maafkan kami Raja. Namun istri anda sudah menghancurkan dagangan bunga kami, bagaimana kami tidak marah."
Kali ini bukan Gerald yang marah, namun Alexander sampai angkat bicara.
"Diam! Tolong hormati Raja dan Ratu kalian!"
Semua terdiam, sampai Arabella hanya bisa mendengar suara angin yang bertiup kencang.
"Aku ingatkan. Jika aku mendapati kalian memperlakukan Ratu seperti ini lagi, maka siap-siap untuk pergi dari tempat ini. Kami bahkan sudah memberi kesempatan kepada kalian sejak dulu, namun kalian selalu menghiraukan kesempatan itu. Aku benar-benar kecewa," ucap Alexander. Lelaki itu menepuk pundak Gerald sebelum pergi bersama penjaga lainnya.
"Bawa dia pergi, Ge."
Gerald melepaskan pelukannya, menatap wajah Arabella penuh khawatir sebelum mengelus pipinya. "Maaf."
Gerald seolah tidak mengizinkan Arabella berbicara, karena setelah itu dia mengangkat tubuhnya dengan mudah ke dalam pelukannya dan kembali ke dalam istana.
Arabella mengalungkan lengannya di leher Gerald, kemudian menundukkan wajah ketika mendapat tatapan tajam dari banyak orang.
Arabella tidak mengerti mengapa mereka membenci Arabella.
Dan maksud ucapan itu, dia harus bertanya kepada Gerald.
Tidak butuh waktu lama, Gerald masuk ke dalam kamar lelaki itu. Meletakkan Arabella di atas kasurnya yang megah sebelum beranjak kembali mengambil kotak obat. Lelaki itu duduk di atas kursi menghadap ke arah Arabella.
"Gerald,"
"Tolong jangan berbicara sebelum aku mengontrol diriku."
Bibir Arabella mengatup kembali. Kemudian merasakan kelembutan tiada tara ketika Gerald mengobatinya. Menutup luka di pelipis dengan plaster dan merapihkan rambutnya yang berantakan.
Tidak ada orang yang tidak bisa jatuh cinta dengan lelaki ini.
"Arabella, kenapa keluar sendiri?" tanya Gerald pelan saat lelaki itu sudah berhenti mengobatinya. Matanya terlihat khawatir dan tulus.
"Aku, hanya ingin melihat keadaan luar. Tidak mengerti kenapa mereka begitu membenci Arabella yang dulu,"
Gerald menghela napas. "Aku akan menceritakan semuanya, namun tidak sekarang. Semua ini bahkan terlalu cepat."
Arabella mengernyit. "Apa semua ini, ada hubungannya dengan ayahku? Apa ayahku di dunia ini juga berbeda dengan ayahku di duniaku?"
Rasanya Arabella ingin menghilang ketika kepala Gerald mengangguk.
Tidak.
***